Punya tetangga tukang gosip sih sudah biasa bagi semua orang. Terus gimana ceritanya kalau punya tetangga duda ganteng mana tajir melintir lagi. Bukan cuma itu, duda yang satu ini punya seorang anak yang lucu dan gak kalah ganteng dari Bapaknya. Siapa sih yang gak merasa beruntung bisa bertetanggaan dengan duda yang satu ini?
Dan orang beruntung itu tak lain adalah Lisa. Anak kepala desa yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Ibu Kota. Pas pulang ke rumah, eh malah ketemu duda ganteng yang teryata tetangga barunya di desa. Tentu saja jiwa kewanitaannya meronta untuk bisa memiliki si tampan.
Penasaran gak sih apa yang bakal Lisa lakuin buat narik perhatian si duda tampan? Kalau penasaran, yuk simak ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saya itu suka yang agresif
Semua orang langsung menatap duo cabe-cabean karena jawaban kompak mereka.
Mama Dinar memutar bola matanya jengah. "Kalian tidak ada hak untuk menjawab. Saya itu bertanya sama Vio."
"Aunty, justru kami mewakili perasaan Vio. Dia sama sekali tidak setuju jika Mas Erkan menikah dengan gadis desa." Celetuk Fina.
"Saya setuju, Aunty. Bang Erkan itu cocoknya sama kita-kita yang jauh lebih cantik." Imbuh Lussy.
Dan tentu saja jawaban mereka membuat Vio merasa terpojok karena Mama Dinar melayangkan tatapan tajam padanya. "Ma, aku sama sekali tidak berpikir seperti itu."
"Lalu buat apa kamu bawa dua pembuat onar ini ke sini?"
"Ma, aku minta maaf atas sikap Lussy dan Fani. Aku membawa mereka ke sini hanya untuk liburan, kami jenuh dengan tugas-tugas di kampus."
"Wah, Neng Vio masih kuliah ya?" Sambar Lisa terlihat begitu semangat.
"Sok akrab lo." Ketus Fina menatap Lisa penuh permusuhan. Dan ia pun mendapat cubitan halus dari Violla.
"Loh, memangnya saya salah kalau pengen deket sama calon ipar?" Tanya Lisa yang berhasil membuat Mama Dinar tertawa penuh kemenangan. Bahkan sampai membuat wajah kedua cabe-cabean itu merah padam karena malu.
"Tuh, apa saya bilang. Lisa itu calon mantu idaman. Bisa buat lawannya bungkam cuma dengan kata-kata." Puji Mama Dinar. Seketika pipi Lisa pun merona.
Lisa tidak menyadari jika perkataannya juga berhasil membuat hati Erkan berbunga-bunga.
"Erkan, sepertinya kamu harus cepat-cepat deh lamar Lisa. Gimana kalau besok?"
Uhuk!
Erkan tersedak karena dirinya belum habis mengunyah makanan. Duh... pasti rasanya perih sekali ituh. Apa lagi ia makan sambel terasi.
Dengan sigap Lisa menuangkan air putih dan memberikannya pada Erkan. "Pelan-pelan atuh Pak." Wajah Lisa terlihat jelas memancarkan rasa cemas.
"Uh... so sweet banget sih?" Mama Dinar menatap keduanya dengan mata berbinar.
"Terima kasih," ucap Erkan.
"Sama-sama, sayang." Jawab Mama Dinar begitu percaya diri. Sontak Erkan pun melotot mendengarnya. Kalau itu keluar dari mulut Lisa sih pasti Erkan kesenengan. Lah ini keluar dari mulut ember Mamanya. Huh... sepertinya harus banyak stok sabar jika punya Mama super aktif seperti Mama Dinar.
"Ma." Erkan pun memperingati. Dan Mama pun tertawa geli.
"Udah jangan ribut terus, lanjut makannya. Gak tahu apa Papa lagi menikmati perpaduan rasa ikan yang dicampur sambel sama tumis kangkung." Sanggah Papa terlihat begitu menikmati makan siangnya. Bahkan keringatnya sampai bercucuran. "Boleh nambah lagi kan?"
"Uh, dasar gembul." Ledek Mama yang berhasil mengundang tawa si Papa.
****
Saat ini Lisa terlihat serius mencuci piring, dan disebelahnya berdiri Violla yang membantunya menaruh piring di rak pengering.
"Kamu kuliah?" Tanya Violla melirik Lisa.
Lisa pun menoleh. "Iya, baru lulus kemarin."
"Wah, Kakak leting dong. Ambil fakultas apa?"
"Fisip."
"Jurusan?"
"Sosiologi."
"Owh... aku ambil kedokteran, ini masih semester enam."
"Pantesan."
Viollah mengerut bingung mendengar tanggapan Lisa.
"Eh, maksud saya teh pantesan keliatan. Anak kedokteran kebanyakan cantik-cantik terus rapi-rapi."
Violla tertawa renyah. "Udah peraturannya. Kalau dilanggar ya dapat skor. Lagian kalau dokter penampilannya urak-urakan mana ada yang percaya kami dokter."
Lisa tertawa lucu. "Emangnya kamu kuliah di mana?"
"UGM." Jawab Violla apa adanya.
"Wah, dulu aku juga pengen banget kuliah di sana. Tapi rezekinya bukan di sana."
"Gak papa, di mana pun kuliahnya sama aja. Yang penting ilmunya."
"Iya, bener." Lisa mencuci tangan karena piringnya kotornya sudah habis.
"Emang kamu beneran mau sama Abang aku ya?" Tanya Violla penuh selidik.
"Kenapa nanya gitu?" Lisa malah balik bertanya.
"Gak yakin aja kamu bisa nerima Rayden. Udah banyak cewek yang mau sama Abang aku, tapi gak mau nerima Rayden."
Lisa tertawa kecil. "Harus kamu tahu ajah, saya mah lebih dulu jatuh cinta sama Rayden dari pada Papanya. Rayden itu gemesin, pengen peluk terus. Bahkan kalau bisa dari sekarang saya bawa Rayden pulang." Jujurnya.
Violla tertegun mendengarnya. "Kenapa gak jadi baby sitter aja kalau gitu. Kan kamu jatuh cintanya sama Rayden."
Lisa tertawa lagi. "Sayangnya saya juga jatuh cinta sama Papanya pas ketemu pertama kali. Habis gantengnya kelewatan sih. Saya juga wanita normal, Neng. Gak bisa kalau liat yang ganteng-ganteng, hehe."
Mulut Violla terbuka lebar mendengar jawaban polos Lisa. Ya ampun, ternyata masih ada ya cewek sepolos dan sejujur dia. Pantes aja si Abang jatuh hati.
"Neng Vio udah punya calon ya?" Tanya Lisa yang berhasil membuat Violla kaget.
"Eh, udah."
"Pasti dokter kan?"
"Kok tahu sih?"
Lisa tersenyum lebar. "Temen saya juga yang anak kedokteran banyak yang pacaran sama dokter, kayaknya cinta lokasi."
Violla tertawa renyah. "Iya sih, aku ketemu dia pas praktek ke rumah sakit, hehe."
Mendengar itu Lisa pun ikut tertawa. Dan tanpa sadar keduanya mulai akrab. Bahkan Violla mulai terbuka dan bercerita banyak hal soal kehidupan pribadinya.
"Udah selesai?" Tanya Erkan yang berhasil menarik perhatian keduanya.
"Eh, Abang. Udah kok, baru aja selesai."
"Hm. Ngobrol apa? Asik banget kayaknya." Erkan menatap Lisa dan Violla bergantian.
"Ih kepo." Cibir Violla yang langsung beranjak pergi. Sengaja memberikan ruang untuk mereka berdua.
Lisa jadi salah tingkah sendiri saat Erkan terus memandangnya. Sangking malunya Lisa pun menunduk.
"Jadi kamu beneran mau nikah sama saya?"
Lisa mendongak dan langsung menggeleng cepat, tetapi detik berikutnya ia mengangguk.
"Jadi kamu mengaku kalau selama ini kamu memang cari perhatian saya kan? Sampai bawa makanan segala."
Lisa terkejut mendengarnya. "Tapi Bapak suka kan?"
"Ck, jangan balik bertanya, Lisa."
"Habis Bapak nanyanya gitu sih. Emangnya Bapak gak mau ya nikah sama saya?" Tanya Lisa memasang wajah memelas.
Jelas mau lah. Siapa yang nolak daun muda polos kayak kamu. Jawab Erkan dalam hati.
"Gak juga sih. Saya cuma kasian aja sama Rayden. Tiap malam ngerekek terus supaya saya nikahin kamu." Alibinya. Padahal Rayden tidak pernah membicarakan itu sekali pun.
Mendengar itu wajah Lisa pun berubah sendu. "Jadi Bapak gak punya perasaan apa pun gitu sama saya? Meskipun saya teh udah dandan kayak gini?"
Erkan menggeleng pelan. Sontak pipi Lisa pun mengembung seperti ikan buntal.
Duh, gemesin banget sih. Gimana saya mau nolak nikah sama kamu, Sa? Tapi saya belum puas liat kamu kesal kayak gini, bikin gemas soalnya.
"Emang Bapak sukanya teh cewek kayak gimana sih? Yang kayak Lussy sama Fina ya? Mereka kan cantik, seksi terus...." ucapan Lisa pun terhenti karena Erkan tiba-tiba mendekat dan mengurungnya.
"Saya itu suka yang agresif."
"Agresif? Yang suka nerkam gitu?"
Erkan terpaksa menahan tawanya saat mendengar jawaban Lisa. Ya ampun gadis ini, kelewatan polos atau gimana ya?
"Hm. Yang suka gigit duluan."
Lisa menelan air liurnya saat wajah mereka begitu dekat. Bahkan ia bisa menghirup aroma parfum Erkan yang begitu menggoda.
"Kira-kira kamu agresif tidak?"
Lisa menggeleng. "Gak tahu."
"Mau cobak saya tunjukkan?"
"Emang bisa?"
Erkan menggeram kesal karena Lisa terus menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan lagi. Membuatnya gemas dan ingin melahap gadis di depannya itu sampai habis tak tersisa.
"Bisa, biar saja tunjukkan." Erkan memiringkan wajahnya dengan tatapan yang terus tertuju pada bibir merekah milik Lisa. Ia sudah membayangkan rasa manis dari bibir itu.
Karena gugup, Lisa pun memejamkan matanya. Dan itu membuat Erkan tersenyum penuh kemenangan. Baru saja bibir mereka ingin bertemu. Suara cempreng milik Mama Dinar memisahkan jarak di antara mereka.
"Erkan!"
Erkan menggeram kesal dalam hati. Kenapa harus ada Mama sih di saat seperti ini?