21++
sebagian cerita ada adegan panasnya ya.
harap bijak dalam membaca.
bocil skip aja. jangan maksa 😂😂
caera Anaya. rumah tangganya yang berakhir dengan perceraian karna penghiatan suami dan sahabatnya.
rasa sakit yang membuat hatinya membatu akan rasa cinta. tetapi ia bertemu dengan seorang lelaki dan selalu masuk dalam kehidupannya. membuat ia berfikir untuk memanfaatkan lelaki itu untuk membalas sakit hati pada mantan suaminya.
akankah caera dapat membalas sakit hatinya?
yuk ikuti karya pertama ku ya 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bennuarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 17
caera tertidur dengan posisi duduk di samping Gino. kepalanya rebah di samping bahu Gino. tangannya tetap menggenggam tangan mungil nan lemah milik Gino. dia tidak mau meninggalkan Gino barang seditik pun. tetap menatap Gino sampai kelelahan dan tertidur.
Gino sudah bangun. memandangi caera yang tertidur di sampingnya.
"Mama"
panggil Gino lirih seranya menggerakkan tangan mungilnya di genggaman caera.
"ma... Mama"
panggil Gino lagi karena caera belum terjaga. Arya langsung mendekat mendegar Gino memanggil caera.
"Gino sudah bangun?" menatap sayang pada Gino dan mengelus kepala anak lelaki itu. gino hanya mengangguk lemah.
"mau minum?"
Arya menawarkan pada Gino. Gino menggelengkan kepalanya menolak. ia hanya menatapi caera yang masih tertidur.
"Ra, sayang, bangun. Gino sudah bangun"
Arya mencoba mengguncang Pelan bahu caera agar terjaga.
caera tersentak kaget dan langsung menegakkan tubuhnya. melihat Gino yang menatapnya lemah.
"Gino, sayang. kamu sudah bangun? Mama di sini sayang. mana yang sakit? kamu masih pusing? katakan sama mama bagian mana yang sakit"
caera terlihat panik. dia memeriksa semua anggota tubuh Gino.
"Mama"
panggil Gino. "Gino kangen mama"
Deg!!!
rasa sakit langsung menghantam hati caera. gerakannya berhenti dan tertegun menatap mata jernih tak berdosa milik Gino. hatinya berdenyut nyeri. begitu menderita Gino menahan rindu padanya. sungguh picik caera melupakan itu dan sibuk menenangkan diri.
matanya memanas. air mata mengalir deras. penyesalan itu datang memenuhi rongga dadanya.
"maafkan mama sayang"
caera menubruk tubuh kecil itu. memeluk dan menciumi wajah Gino.
"Mama juga kangen Gino. mama di sini sama Gino. Mama tidak akan pergi lagi. maafkan mama"
caera menangis terisak sambil memeluk gino. bocah itu membalas pelukan caera sama eratnya. tak ingin melepasnya lagi. takut mamanya akan pergi meninggalkannya lagi.
"maafkan mama sayang"
bisik caera pada Gino di sela Isak tangisnya berkali-kali. ia sungguh menyesal telah pergi begitu lama.
"Gino minum ya, mau?"
tanya caera seraya melepas pelukannya. Gino mengangguk lemah.
caera menuangkan air ke dalam gelas, dan memberi pada Gino untuk meminumnya menggunakan sedotan.
"Mama.. jangan pergi lagi. Gino kesepian" ujar Gino setelah selesai minum.
caera menggenggam jemari mungil itu. mengelus dan mengecupnya. menatap Gino dengan segenap hati.
"iya sayang. maafkan mama ya. Mama tidak akan pernah meninggalkan Gino. Mama janji. tapi Gino lekas sembuh ya"
mengelus-elus pipi mungil itu. menatapnya penuh rindu.
Arya melengos. dia seperti tak di anggap berada di situ. mereka berdua asik bicara tanpa menghiraukannya. Gino juga hanya menanyai dan menatap caera saja. Arya terlihat sudah seperti arwah yang tak terlihat dan tak tersentuh.
"Gino, mau makan apa? papa belikan ya?"
Arya mencoba menyela pembicaraan ibu dan anak itu. Gino menatapnya sejenak lalu menoleh pada caera lagi.
"Gino mau mama yang masak. Gino mau ayam goreng"
katanya sambil memainkan rambut caera.
"wah benarkah? kalau begitu nanti mama masak buat Gino ya" air muka caera berbinar. sama halnya dengan Gino. semangatnya timbul lagi. dan mereka berdua asik ngobrol lagi. Arya hanya memandangi mereka hampa.
"Mama telpon nenek dulu ya sayang. biar nenek yang tungguin Gino. Mama mau masak buat Gino"
caera mencium sayang pipi Gino. bocah itu tertawa senang. kedatangan caera seperti nyawa yang masuk ke raganya lagi. muncul semangat pada Gino.
caera sibuk menelpon Rani, ibunya. Arya hanya diam saja. pergi meninggalkan mereka berdua dan duduk di sofa.
hatinya merasa tidak enak. ibu dan anak itu seperti telah kompak untuk tidak menganggapnya ada.
****
pukul lima sore, Rani datang untuk bergantian menjaga Gino. caera ingin pulang dan memasak makanan kesukaan Gino.
Arya sudah mencoba meyakinkan caera, bahwa dia juga bisa menjaga Gino. tapi caera seakan tidak mendengarnya. menulikan telinganya tidak mendengar perkataan Arya.
"Ra, biar aku antar kamu pulang"
Arya bangkit dari duduknya menyusul caera di ambang pintu kamar ruang perawatan Gino.
"tidak perlu. aku bawa mobil Dinda"
Jawab caera sedingin es. menutup pintu dan pergi keluar meninggalkan Arya yang masih di dalam.
Arya menghempaskan napasnya kasar. dia sangat merasa gusar karena caera masih saja tak menghiraukannya. membuka pintu dan menyusul caera dengan berlari-lari kecil.
caera berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan sedikit tergesa-gesa. ia tidak mau berbicara dengan Arya saat ini. tapi Arya masih tidak putus asa. tetap berusaha menyusul dan mengimbangi langkah caera.
caera dengan tergesa masuk ke dalam lift dan memencet tombol agar pintu lift segera menutup. pintu lift akan segera menutup kalau saja tangan Arya tidak menghalangi pintu lift. Arya masuk langsung menarik caera kedalam pelukannya.
caera meronta dengan sekuat tenaga. tapi tenaga Arya lebih besar dan kuat. dia mengunci tubuh caera dalam pelukannya.
"maafkan aku Ra"
bisik Arya tepat di telinga caera.
caera makin merasakan jijik yang luar biasa. meronta-ronta ingin melepaskan diri.
"lepaskan aku!" teriaknya.
"Ra. maafkan aku. aku sudah bersalah Ra. tapi jangan seperti ini. lebih baik kau memaki aku dari pada hanya diam begini!"
Arya sangat gusar dalam rasa putus asa. dia tidak tahan melihat sikap caera yang biasanya hangat tapi kini sedingin es.
"mulut ku tidak pandai memaki. dan menjadi hina jika memaki orang seperti mu"
desis caera marah menatap mata Arya.
"ya, aku tahu aku salah Ra. tapi tolong maafkan aku. aku tidak tahan sikap kamu begini"
Arya memelas dan kembali memeluk caera erat.
"lepas!"
caera menyentakkan tubuh tegap Arya. dia tersentak ke belakang sedikit dan akhirnya melepaskan caera.
"kamu bilang apa? tidak tahan? heh! pernahkah kamu berpikir bagaimana aku tidak tahan dengan sikap kamu yang berubah akhir-akhir ini? pernah? tidak bukan?
kata-kata caera sarkas. dia meluapkan rasa yang selama ini di pendam dalam. Arya menunduk. ingin bicara lagi tapi pintu lift sudah terbuka.
caera keluar dari lift dan meninggalkan Arya di belakangnya. berlari kecil menuju parkiran. dan Arya masih saja menusulnya. sebelum caera membuka pintu mobil, Arya menarik lengannya keras. menyeretnya ke arah mobil arya. orang-orang menatap mereka heran dan sambil kasak kusuk.
caera menahan kaki dan tubuhnya. kembali meronta untuk di lepaskan tangannya dari genggaman Arya. tapi tenaga Arya lebih kuat. langkah kaki caera terseret mengikuti Arya.
"ayo kita pulang. kamu masak di rumah untuk Gino"
Arya membuka pintu mobilnya masih memegang erat pergelangan tangan caera.
"lepaskan! lepaskan aku!" caera menyentak-nyentakkan tangannya agar terlepas.
"ayolah Ra. jangan begini" Arya mencoba bersabar dengan sikap caera yang selalu menolaknya.
"lepas!"
caera menyentakkan lagi tangannya. kini Arya membiarkan saja tangan caera terlepas dari genggamannya.
"kamu yang jangan begini. jangan maksa"
tatapan benci mendarat di mata Arya.
orang-orang mulai menggunjingkan mereka berdua. ada yang berhenti memang terang-terangan menyaksikan caera dan Arya bertengkar, ada juga sambil lalu.
"Gino lagi nungguin aku. jadi tolong, biarkan aku pergi"
"tapi kita harus bicara Ra. jangan menghindari ku terus" Arya mulai terlihat kesal. tapi malah terlihat lebih marah.
"maaf, waktunya tidak tepat"
setelah berkata begitu, caera beranjak meninggalkan Arya menuju mobil Dinda lagi. Arya menatap kesal kearah caera yang mulai menyalakan mobil dan pergi meninggalkannya di pelataran parkir.
caera masih tidak ingin bicara dengannya. wanita itu sangat membencinya. Arya dapat melihat itu di mata caera. rasa benci yang di tunjukkan terang-terangan.