NovelToon NovelToon
Bermimpi Di Waktu Senja

Bermimpi Di Waktu Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Slice of Life
Popularitas:26
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Penasaran dengan ceritanya yuk langsung aja kita baca

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16: Jejak yang Tertimbun Debu

Pembangunan Rumah Senja telah memasuki bulan kedua. Di lokasi proyek, kerangka lantai satu sudah mulai terlihat kokoh, namun Aris menyadari bahwa membangun di atas tanah sengketa dan penuh prasangka jauh lebih sulit daripada sekadar menyusun bata. Pagi itu, Aris tidak berada di lokasi proyek. Ia berada di sebuah gudang arsip tua di pinggiran kota, mencari sesuatu yang ia lupakan selama sepuluh tahun.

Gudang itu pengap, dipenuhi tumpukan kertas yang menguning dan bau kapur barus yang menyengat. Aris mencari sebuah kotak kayu kecil bertuliskan “Proyek 2015 – Rahasia”.

"Ketemu," bisik Aris. Tangannya yang gemetar menarik kotak itu dari rak paling bawah.

Di dalamnya bukan hanya berisi denah bangunan yang gagal, melainkan surat-surat pribadi antara dirinya dan Sarah. Ada satu pucuk surat yang belum sempat ia baca sepenuhnya sejak kematian istrinya—surat yang ditulis Sarah saat ia tahu penyakitnya mulai parah, namun Aris terlalu sibuk dengan Grup Mahakarya saat itu.

“Aris, jika suatu saat kamu merasa tersesat di tengah hutan beton yang kamu bangun, carilah jalan pulang melalui mata orang-orang yang tidak memiliki apa-apa. Di sanalah rumah kita yang sebenarnya berada.”

Membaca itu, Aris merasa seperti dihantam ombak besar. Ia menyadari bahwa Rumah Senja bukan hanya tentang menebus kesalahan pada warga, tapi juga tentang menepati janji pada Sarah yang sempat ia abaikan demi ambisi karir.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Pesan dari Hendra. “Pak, ada masalah di lokasi. Warga dari blok sebelah protes. Mereka merasa bangunan kita akan menutup akses jalan mereka ke sungai. Suasana memanas.”

Aris segera bergegas kembali. Saat tiba di lokasi, ia melihat sekelompok pria dari wilayah tetangga yang tidak termasuk dalam skema Rumah Senja sedang beradu mulut dengan para pemuda bantaran.

"Kami sudah tinggal di sini sebelum kalian punya ide bikin gedung megah ini!" teriak seorang pria paruh baya bernama Jaka. "Kalau jalan ini ditutup, bagaimana kami mengangkut barang dagangan kami?"

Aris maju ke tengah kerumunan, mencoba menenangkan massa. "Bapak-bapak, tolong dengarkan. Desain ini justru dibuat untuk memperlebar akses publik. Jembatan bambu di sisi kiri itu bukan hanya untuk penghuni Rumah Senja, tapi untuk siapa saja."

"Teori arsitek!" Jaka meludah ke tanah. "Kami butuh jalan yang lebar, bukan jembatan seni yang rapuh itu!"

Konflik horizontal ini adalah sesuatu yang tidak diperhitungkan Aris sebelumnya. Ia terlalu fokus pada musuh besar seperti Baskoro, hingga lupa bahwa di tingkat akar rumput, kecemburuan sosial dan ketakutan akan perubahan bisa menjadi api yang merusak segalanya.

Malam itu, Aris mengadakan pertemuan besar. Ia membentangkan denah Rumah Senja di depan warga yang sedang berselisih. Kali ini, ia tidak menggunakan bahasa teknis. Ia meminta Jaka dan warga yang protes untuk memegang pensilnya.

"Gambarkan di mana biasanya Bapak lewat. Gambarkan di mana Bapak ingin menaruh gerobak dagangan Bapak," kata Aris tenang.

Sepanjang malam, Aris mendengarkan. Ia tidak memaksakan desainnya. Ia mulai merevisi denah di tempat, menyesuaikan kolom-kolom bambunya agar menciptakan koridor yang lebih luas bagi warga sekitar. Ia menyadari bahwa arsitektur yang baik bukan hanya tentang kekuatan struktur, tapi tentang bagaimana bangunan itu bisa "mengalah" agar manusia di sekitarnya bisa hidup lebih baik.

Proses negosiasi ini memakan waktu tiga hari penuh, membuat jadwal pembangunan tertunda. Namun, bagi Aris, ini adalah pelajaran penting. Ia mulai memahami bahwa Rumah Senja harus menjadi milik seluruh kawasan, bukan hanya segelintir orang.

Di akhir bab ini, Jaka akhirnya bersalaman dengan Aris. Meskipun masih ragu, ia setuju untuk ikut membantu menjaga keamanan material proyek. Namun, di saat konflik warga mereda, Aris melihat sebuah bayangan mobil mewah di kejauhan. Baskoro sedang memantau dari jauh, dan kali ini ia tidak membawa buldoser. Ia membawa pengacara dengan tuntutan baru: klaim hak kekayaan intelektual atas beberapa detail desain yang dianggap milik Grup Mahakarya.

Aris menatap bulan yang mulai naik di atas sungai. Ia tahu, setiap langkah maju akan selalu diikuti oleh dua langkah rintangan. Namun pesan Sarah di dalam surat tadi pagi menjadi bahan bakar baru di dalam dadanya. Ia tidak akan membiarkan mimpi ini tertimbun debu lagi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!