NovelToon NovelToon
Demi Semua Yang Bernafas Season 2

Demi Semua Yang Bernafas Season 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Balas Dendam / Identitas Tersembunyi / Raja Tentara/Dewa Perang / Pulau Terpencil / Kultivasi Modern
Popularitas:13.2k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Yang Suka Action Yuk Mari..

Demi Semua Yang Bernafas Season 2 Cerita berawal dari kisah masalalu Raysia dan Dendamnya Kini..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Bab 16

Kebencian yang selama ini membakar hati Raysia akhirnya perlahan mereda. Ia duduk diam sambil memeluk kotak itu erat-erat, seolah seluruh masa lalunya terkubur di dalamnya. Tatapannya kosong, wajahnya sayu, tapi dari sudut matanya tampak sedikit kelegaan yang baru saja lahir setelah sekian lama menahan beban dendam.

Rangga yang sejak tadi memperhatikan, menepikan mobilnya di atas jembatan tua, lalu menoleh padanya dengan suara yang lembut.

“Sudah lewat empat puluh tahun, Raysia. Pelakunya pun sudah meninggal. Jangan biarkan masa lalu terus menghantui. Malam ini istirahatlah yang cukup. Besok kamu bisa kembali ke Kota Lyren Haven bersama Krish dan yang lainnya. Percayalah, suasana hatimu akan jauh lebih ringan setelah mendengar lelucon garingnya.”

Raysia menghapus air matanya yang membekas di pipi. Ia menatap Rangga — matanya masih merah, tapi kini disertai senyum kecil yang rapuh.

“Aku baik-baik saja, Rangga. Hanya saja... dendam ini sudah terlalu lama kupendam. Sekarang setelah semuanya selesai, aku malah merasa... kosong. Seolah tak tahu lagi untuk apa aku berjalan selama ini.”

Rangga menghela napas pelan, menatap ke arah kastil tua yang berdiri samar di balik kabut. “Wajar kalau kamu merasa seperti itu,” ujarnya lirih. “Empat puluh tahun bukan waktu yang singkat. Dendam yang terlalu lama tersimpan memang bisa berubah jadi obsesi.”

Hening sejenak. Hanya suara angin yang berhembus dari jurang di bawah jembatan.

Lalu Rangga kembali berbicara, nada suaranya berubah lebih serius.

“Tapi kalau kelompok itu benar-benar memutuskan bergabung dengan RedLotus, itu bisa jadi masalah besar.”

Raysia menoleh, menatapnya dengan tenang. “Kamu menyesal sekarang?”

Rangga menggeleng pelan, senyum tipis muncul di wajahnya. “Tidak. Aku tidak menyesal sama sekali. Mereka itu orang-orang netral. Belum tentu RedLotus berani menerima mereka. Tapi kalau mereka memang bergabung dengan RedLotus… maka aku sendiri yang akan menanggung akibatnya.”

Nada suaranya berubah dingin di akhir kalimat itu, dan sekelebat kilatan niat membunuh melintas di matanya. Sejak dulu, Rangga enggan berurusan langsung dengan RedLotus, tapi jika saatnya tiba, ia tahu ia tak akan mundur.

Raysia mengangguk, senyumnya getir. “Kalau memang sampai sejauh itu, aku akan ikut bertanggung jawab bersamamu.”

Rangga mendengus pelan dan tersenyum nakal. “Tsk… Tante Raysia, bicaramu itu ambigu sekali. Jangan-jangan kamu mulai jatuh cinta padaku?”

Wajah Raysia langsung berubah masam, tapi kemudian ia menoleh ke samping dengan ekspresi menggoda. Garis wajahnya yang lembut disinari lampu mobil membuatnya tampak begitu memikat.

“Rangga, jujur saja,” katanya, nada suaranya rendah dan tajam. “Kamu benar-benar tidak punya perasaan apa pun padaku? Jangan lupa, aku pernah tahu kamu diam-diam mengintip aku mandi.”

Rangga langsung terbatuk, nyaris tersedak udara.

“Itu bukan aku! Itu si Teta yang mengintip. Aku cuma... mengawasi dia dari jauh!”

“Oh begitu?” Raysia tersenyum manis, sudut bibirnya naik nakal. “Tapi kamu lihat, kan, tubuhku lumayan bagus?”

Rangga hanya bisa batuk lagi, pura-pura sibuk menyalakan mesin.

Setidaknya, candaan itu berhasil memecah suasana tegang di antara mereka. Raysia tertawa pelan, dan senyum di wajahnya kini tampak lebih tulus.

Mobil meluncur kembali ke jalan layang, melewati terowongan gelap. Lampu mobil menembus kabut tipis, dan dalam diam mereka hanya mendengar deru mesin yang stabil.

Tiba-tiba, seseorang melompat keluar dari sisi jalan, mengibaskan tangan. Rangga refleks menekan rem.

Orang itu adalah Don, yang wajahnya tampak panik tapi juga penuh rasa ingin tahu.

Rangga menatapnya dengan campuran rasa geli dan kagum. Kalau bukan karena Don mengenal orang dalam yang membantu Keluarga Stanley membangun tempat ini, mungkin ia tak akan pernah bisa menemukannya.

Keluarga Stanley memang punya kesepakatan lama dengan Night Watcher, tapi hanya sebagian kecil orang yang tahu detailnya. Berkat Don, posisi Miko Stanley bisa ditemukan lebih cepat dari perkiraan.

Rangga menurunkan kaca mobil. Don segera berlari kecil dan membuka pintu.

“Bang, udah beres semua urusannya?” tanyanya, terengah.

“Sudah,” jawab Rangga singkat, memutar setir.

Don tersenyum malu, lalu berdehem pelan. “Ngomong-ngomong, soal upah itu… mau dikasih tunai, atau lewat transfer aja?”

Tiba-tiba Rangga menginjak rem mendadak, membuat Don hampir kehilangan keseimbangan. Ia menoleh dengan senyum yang membuat bulu kuduk berdiri.

“Menurutmu, Don,” katanya pelan, “aku sebaiknya antar kamu ke kantor polisi, atau langsung ke halaman Keluarga Stanley?”

Don membeku di tempat, wajahnya pucat.

Rangga tertawa kecil. “Santai, aku cuma bercanda.”

Don menarik napas lega, tapi sebelum ia sempat bicara, Rangga melanjutkan, “Aku bakal kasih kamu uang, tapi jangan coba-coba ngulangin kelakuan licikmu yang dulu lagi.”

“Bang, aku udah tobat, beneran!” Don mengangkat tangan, wajahnya panik.

Rangga menatapnya tajam. “Manusia susah berubah, Don. Tapi aku kasih kesempatan. Aku bakal nyuruh seseorang ngawasin kamu. Kalau aku dengar kamu balik ke kelakuan lamamu, jangan harap aku biarkan kamu hidup tenang.”

Nada suaranya dingin dan datar. Don hanya bisa mengangguk cepat.

Rangga lalu membuka ponselnya, mentransfer sejumlah uang. Don tersenyum lega begitu notifikasi masuk di layar.

Begitu mereka tiba di pusat kota, Don buru-buru minta turun. Ia tak mau menambah waktu bersama Rangga yang auranya menakutkan. Rangga membiarkannya pergi tanpa menawari makan malam. Ia dan Raysia kemudian menuju Hotel Marquess, tempat yang sudah dipesankan Suryanto Weda sebelumnya.

Setelah check-in, mereka masing-masing kembali ke kamar. Matahari belum tenggelam sepenuhnya — langit senja memantulkan cahaya keemasan di dinding kaca hotel.

Rangga mandi dan berbaring sejenak, tapi belum lama ia menutup mata, suara ketukan terdengar di pintu.

Raysia berdiri di ambang pintu, mengenakan baju santai, rambutnya masih agak basah.

“Aku pesan tiket pesawat,” katanya ringan. “Kamu mau balik ke Kota Lyren Haven buat ketemu teman-temanmu, atau ikut aku ke Kota NewJersey? Sekalian jalan-jalan mungkin?”

Rangga tertawa kecil. “Kamu tahu jawabannya. Tujuan utamaku berikutnya memang NewJersey. Masih ada beberapa fragmen tulang naga yang harus kutemukan di sana.”

Raysia menggeleng pelan. “Aku tidak ikut. Aku mau kembali ke Lyren Haven. Dokter Sisil dan yang lain bilang akan bantu aku menyesuaikan diri dengan masyarakat. Lagi pula, kalau aku ikut kamu ke NewJersey, entah masalah apa lagi yang akan kamu buat di sana.”

Rangga hanya bisa tersenyum kecut. “Terserah kamu. Tapi jaga dirimu baik-baik. Serap energi dari tulang itu secepat mungkin. Perang sudah di ambang pintu, Raysia. Kalau kamu tidak cukup kuat, kamu tidak akan bisa melindungi siapa pun — bahkan dirimu sendiri.”

Raysia memandangnya dalam diam, lalu bertanya lirih, “Kamu masih ingin kembali ke Night Watcher?”

Rangga menatap langit senja di luar jendela. “Entah. Tapi kembali atau tidak, perang itu akan datang. Kita semua tak akan bisa menghindarinya.”

Ia menambahkan pelan, “Kamu sudah berurusan dengan mereka di Barbar City, kan?”

Raysia mengangguk. “Sudah. Dan sepertinya di sini pun ada cukup banyak tulang naga. Aku akan minta Thania bantu memilih yang cocok.”

Rangga hanya mengangguk. Ia menyalakan ponsel dan melihat pesan masuk. Ekspresinya berubah sedikit.

Grup WhatsApp Tim 11762 aktif malam ini.

Pesan dari Dirman muncul di layar:

> “Puquh sudah naik tingkat jadi dewa!”

“Astaga, kapan giliranku?”

Rangga tersenyum kecil membaca pesan itu. Sekarang, sudah empat orang dari timnya yang mencapai tingkat dewa. Tak ada tim lain sekuat mereka.

“Kalau kamu sudah selesai,” ucap Raysia sambil tersenyum, “ayo kita keluar makan. Sekalian nikmati malam Kota Yanzim.”

Rangga bangkit dan menjawab singkat, “Oke.”

Mereka pun meninggalkan hotel, melangkah ke arah gemerlap lampu malam yang memantul di jalanan basah Kota Yanzim.

 

Di sisi lain kota, suasana jauh berbeda.

Kabar kematian Miko Stanley mengguncang seluruh keluarga besar Stanley. Tak seorang pun berani menentang orang yang telah membunuhnya — semua tahu siapa Pelakunya.

Luis Stanley duduk di ruang utama, menatap ponselnya dengan wajah gelap. Suaranya terdengar tajam saat berbicara di telepon video.

“Ya. Benar. Itu dilakukan oleh Rangga Wicaksana — si Night Watcher Zero. Tapi katanya dia sudah keluar dari organisasi itu.”

Di layar, dua pria tua tampak berdiskusi dengan ekspresi berat.

Salah satunya mendengus sinis.

“Jadi Dirman sudah tak tahan lagi dan mulai menargetkan kami, orang-orang tua?”

Yang lain menjawab dengan suara berat, “Tenang saja, Luis. Aku sendiri yang akan menuntut penjelasan dari Rangga.”

Bersambung.

1
Was pray
ya memang Rangga dan raysa yg harus menyelesaikan permasalahan yg diperbuat, jangan melibatkan siapapun
Was pray
Rangga memang amat peduli sama orang2 yg membutuhkan pertolongan dirinya tapi tidak memikirkan akibatnya
hackauth
/Pray/ mantap update terus gan
Was pray
MC miskin mantaf ..
Was pray
Rangga. dalam rangka musu bunuh diri kah?
adib
alur cerita bagus..
thumb up buat thor
adib
keren ini.. beneran bikin marathon baca
Maknov Gabut
gaskeun thor
Maknov Gabut
ceritanya seru
Maknov Gabut
mantaff
Maknov Gabut
terima kasih thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!