Maksud hati merayakan bridal shower sebagai pelepasan masa lajang bersama teman-temannya menjelang hari pernikahan, Aruni justru terjebak dalam jurang petaka.
Cita-citanya untuk menjalani mahligai impian bersama pria mapan dan dewasa yang telah dipilihkan kedua orang tuanya musnah pasca melewati malam panjang bersama Rajendra, calon adik ipar sekaligus presiden mahasiswa yang tak lebih dari sampah di matanya.
.
.
"Kamu boleh meminta apapun, kecuali perceraian, Aruni." ~ Rajendra Baihaqi
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16 - Seperti Simpanan
"Ya memang enggak min-"
"Udah sana samperin, kasihan ... kayaknya Kak Rajendra nunggu deh dari tadi." Belum selesai Aruni memberikan penjelasan, Dea sebagai si paling depan dalam membela Rajendra mendorong Aruni pelan agar segera menghampirinya.
Tak hanya Dea, tapi juga Anjani dan Aliya ikut melakukan hal sama. Mendukung Aruni untuk segera menghampiri suaminya.
"Sana, tunggu apa lagi sih?"
"Ish, aku takut."
"Takut apa?" Anjani mengerutkan dahi tatkala Aruni mengungkapkan rasa takut hanya untuk menghampiri suaminya sendiri.
"Nanti ada yang foto gimana? Kesebar dan aku dilabrak sama mantan-mantan yang baru dia putusin itu?"
"Ya elah, Runi, jangan khawatir ... ada kami, tenang saja." Dea meyakinkan, terlihat dari wajahnya gadis itu begitu mendukung keberlangsungan hubungan Rajendra dan Aruni.
"Ah tetap saja takut, kamu lupa mereka bertiga sebrutal apa? Apalagi si Agnes, kukunya aja selancip itu," ucap Aruni terlihat jelas bahwa ketakutannya tidak bercanda, memang nyata dan dia tidak ingin jadi sasaran kuku tajam Agnesia.
"Kak Rajendra nggak mungkin tinggal diam, sampai kamu dicakar bisa jadi Agnes bonyok besoknya."
"Betul tuh kata Dea, punya suami jagoan masa takut sih."
Ketiga temannya begitu mendukung, berusaha menenangkan tapi hati Aruni masih setakut itu karena dia tahu sebesar apa risiko memiliki hubungan dengan seorang Rajendra Baihaqi.
Cukup lama dia berdiri di tempat dengan keraguan yang kian menjadi. Sampai akhirnya, tanpa mereka duga, Rajendra yang mendekat setelah matanya menangkap kehadiran Aruni di sana.
"Waduh, dijemput ... sono buruan!!"
"I-iya deh, pulang duluan ya ... besok-besok, kalau aku menghilang-"
"Lebay, sudah cepet samperin, jangan lupa cium tangannya," ujar Dea geli sendiri yang kemudian ditanggapi decakan sebal oleh Aruni.
Ingin sekali dia marah besar, tapi tidak mungkin juga. Tak punya pilihan, Aruni bergegas melangkah maju, menghampiri Rajendra yang tengah menjemputnya.
"Sudah selesai?"
"Hem, sudah." Begitu menjawab, Aruni setengah berlari untuk masuk ke mobil yang kemudian diiringi Rajendra di belakangnya.
Pesan Dea untuk cium tangan seperti pasangan lain tak mampu dia realisasikan, Aruni merasa perlu keamanan.
Bukan tanpa alasan kenapa dia sampai sepanik itu, tapi sejauh yang dia ketahui mall tersebut kerap dikunjungi ketiga mantan Rajendra.
"Huft, semoga nggak ada yang lihat deh." Tak ubahnya seperti simpanan, Aruni setakut itu bahkan sampai mengusap dadanya berkali-kali.
Dan, hal itu tentu saja menarik perhatian ketika Rajendra masuk. "Kamu kenapa?"
"Ah? Enggak." Aruni menggeleng, berusaha untuk terlihat biasa saja walau jantungnya berdegup tak karu-karuan.
Tidak ada pertanyaan lain, Rajendra hanya mengangguk pelan dan mulai melaju dengan kecepatan pelan.
Mereka meninggalkan pusat perbelanjaan tersebut dengan diiringi lambaian tangan ketiga teman Aruni yang juga Rajendra ketahui.
Mereka memang cukup terkenal dengan kecantikan dan juga prestasi yang dimiliki, terutama Aruni.
Karena itulah, Rajendra tidak bertanya apa-apa karena hendak berbasa-basi dia juga tidak bisa.
Sampai akhirnya, Aruni berdehem dan tampak seperti ingin bertanya sesuatu padanya.
"Kenapa?" tanya Rajendra menatap Aruni sesaat, di sebelahnya sang istri tampak gelisah dan Rajendra yakin betul memang ada yang mengganggu pikirannya.
"Ehm ... nanti saja, aku lupa mau nanya apa."
Tidak ingin menuntut, Rajendra mengangguk lagi karena dia berpikir mungkin benar Aruni lupa tentang apa yang ingin dia tanyakan tadinya.
Dan, begitulah perjalanan mereka, pada akhirnya hanya didominasi kebisuan hingga tiba di rumah.
Aruni masuk lebih dulu sementara Rajendra berhenti sejenak tatkala ponselnya berdering beberapa kali.
Nama Enrico terlihat jelas di layar ponselnya, dengan malas Rajendra menekan ikon hijau di sana.
.
.
"Apa?"
"Kemana aja? Tumben banget nggak ke basecamp, lo sakit?"
"Sehat," jawab Rajendra berakhir mengurungkan niat untuk masuk, tapi justru duduk di kursi yang terletak di teras depan.
"Sehat tapi kok ngilang? Anak-anak nyariin lo tuh, btw lo kerasukan apa sih?"
"To the point aja sih, mau ngomong apa sebenarnya?"
"Cewek lo galau semua, serius lo putusin mereka?"
Kabar tentang kandasnya hubungan mereka sudah tercium oleh banyak orang ternyata. Dan, tentang ini, Rajendra hanya menarik napas panjang tanpa bersedia menjelaskan lebih dalam.
"Lo nelpon gue cuma buat bahas itu?"
"Ya enggak lah, Bro, gue tu khawatir, lo ke mana aja sebenarnya? Rapat ga dateng, disamperin ke rumah lo nya ga ada."
"Halah bacot!! Gue tau isi otak lo, pada akhirnya lo cuma mau mastiin doang 'kan? Sekarang gue jawab, iya!! Gue putusin, ambil kalau mau ... lo ngincer si Kadita kan?" Sembari tergelak, Rajendra menawarkan mantannya yang memang dia ketahui adalah incaran beberapa temannya.
"Ha-ha-ha!! Tahu aja, serius boleh nih?"
"Ambil aja, nggak butuh gue."
"Asek, thanks, Bro ... eh, tapi gue mau mastiin dulu, pas pacaran udah lo apain si Kadita?" tanya Enrico yang kemudian Rajendra tanggapi dengan gelak tawa lagi.
"Ya menurut lo gimana? Gue apain kira-kira?"
"Mana tahu gue, cip0k doang kali ya."
"Najish!! Gue nggak pernah sekalipun cium bibir Kadita," aku Rajendra yang kemudian ditanggapi seruan yes dari Enrico, terpantau pria itu sangat bahagia karena Kadita masih tersegel.
"Wuih di luar dugaan, bisa-bisanya seseksi itu dianggurin ... kalau di Agnes gimana? Aman juga?"
"Kalau si Agnes, jujur pernah sih," ucap Rajendra dan kali ini ditanggapi gelak tawa oleh Enrico.
"Oh iya? Cium bibir ya?"
"Iya, nggak sengaja tapi ... dia maksa, kesentuh dikit, belum sempat berasa."
"Ya elah, itu mah belum disebut ciuman kocak!! Kalau ciuman itu, sampe beneran berasa, sama-sama merem dan napas lo berdua sesak."
"Oh gitu ya? Ha-ha-ha kurang tahu juga gue, dah ah ... gue mau tidur, sudah dulu."
"Okay, Bos!! Selamat mimpi indah."
Panggilan berakhir, dan Rajendra melanjutkan langkahnya. Tak berbohong, jujur dia memang ingin lanjut tidur karena cukup lelah.
Meski tidak ikut nonton dan bersenang-senang, tapi Rajendra cukup lama menunggu di depan mall setelah ganti rugi motor yang hampir menabrak Aruni itu tuntas.
Dan, begitu masuk kamar, Rajendra mendapati Aruni tiba-tiba cemberut dan melayangkan tatapan tajam ke arahnya.
Tentu saja hal itu menimbulkan kecurigaan di benak Rajendra karena di bingung kenapa suasana hati istrinya tiba-tiba berubah. "Kamu kenapa?"
.
.
- To Be Continued -