(Warisan Mutiara Hitam Season 2)
Setelah mengguncang Sekte Pedang Awan dan memenggal Jian Chen, Chen Kai mendapati bahwa kemenangannya hanyalah awal dari mimpi buruk baru. Sebuah surat berdarah mengungkap kebenaran yang meruntuhkan identitasnya: ia bukan anak Klan Chen, melainkan putra dari buronan legendaris berjuluk "Sang Pengkhianat Naga".
Kini, Klan Jian dari Ibu Kota memburunya bukan demi dendam semata, melainkan demi "Darah Naga" di nadinya—kunci hidup untuk membuka segel terlarang di Utara.
Demi melindungi adiknya dan mencari jati diri, Chen Kai menanggalkan gelar Juara dan mengasingkan diri ke Perbatasan Utara yang buas. Di tanah tanpa hukum yang dikuasai Reruntuhan Kuno, Sekte Iblis, dan Binatang Purba ini, Chen Kai harus bertahan hidup sebagai pemburu bayangan. Di tengah badai salju abadi, ia harus mengungkap misteri ayahnya sebelum darahnya ditumpahkan untuk membangkitkan malapetaka kuno.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Labirin Tulang
Asap hitam pekat dari gudang logistik yang terbakar menjadi selimut pelindung sekaligus racun. Bau daging bakar, rempah-rempah hangus, dan minyak lampiu menyengat hidung, membuat mata berair.
SWISH! SWISH!
Dua bilah Qi emas raksasa membelah asap tepat di tempat Chen Kai berdiri setengah detik yang lalu.
"Keluar kau, tikus!" raungan Jian Lie terdengar menggema, penuh amarah. "Aku akan mencincangmu!"
Chen Kai tidak menjawab. Dia bergerak seperti hantu, menggendong Xiao Mei di bahu kirinya sementara tangan kanannya memegang Pedang Meteor Hitam untuk menangkis puing-puing yang jatuh. Dia menggunakan 'Langkah Kilat Hantu' bukan untuk menyerang, tapi untuk bermanuver di antara celah-celah sempit tenda yang terbakar dan tumpukan peti logistik.
"Ke kanan, tiga puluh derajat," instruksi Kaisar Yao di benaknya. "Ada celah di dinding tulang naga itu. Sempit, tapi cukup untukmu."
Chen Kai mematuhi tanpa ragu. Dia meluncur di bawah reruntuhan balok kayu yang terbakar, berbelok tajam ke kanan, dan menemukan apa yang dimaksud Yao.
Sebuah retakan alami pada salah satu rusuk naga raksasa yang menancap ke tanah. Retakan itu tertutup lumut hitam dan bayangan, nyaris tak terlihat di tengah kekacauan.
Chen Kai menyelinap masuk.
Bagian dalam tulang naga itu ternyata berongga—seperti gua terowongan sempit yang lembap dan berbau sumsum purba yang membatu.
Chen Kai berlari masuk sedalam sepuluh meter, lalu berhenti. Dia menurunkan Xiao Mei dengan lembut.
"Sshh," desis Chen Kai, menempelkan jarinya ke topengnya.
Di luar, suara langkah kaki berat pasukan berbaju zirah terdengar berlari melewati celah persembunyian mereka.
"Cari di sektor timur! Jangan biarkan dia lolos!" teriak seorang kapten.
"Binatang-binatang buas itu semakin gila! Kita butuh bantuan di kandang!" teriak yang lain.
Kekacauan yang diciptakan Chen Kai bekerja dengan sempurna. Kamp itu berantakan.
Setelah suara langkah kaki menjauh, Xiao Mei merosot ke dinding tulang, tubuhnya gemetar hebat. Gaun pelayannya robek-robek, dan ada bekas memar di lehernya tempat rantai tadi mengikat.
"Tuan Muda..." bisiknya, air mata mengalir di wajahnya yang kotor oleh jelaga. "Saya pikir saya sudah mati... Terima kasih..."
Chen Kai membuka topengnya sedikit, memperlihatkan matanya agar Xiao Mei bisa mengenalinya lebih jelas.
"Minum ini," Chen Kai menyodorkan botol air dan sebutir pil penyembuh (yang dia ambil dari cincin Jian Chen).
Xiao Mei menelan pil itu dengan rakus. Warna perlahan kembali ke wajahnya.
"Kenapa kau ada di sini, Xiao Mei?" tanya Chen Kai langsung. "Dan di mana Manajer Sun? Bukankah Paviliun Seratus Harta Karun adalah organisasi netral? Kenapa Klan Jian berani menyerang kalian?"
Wajah Xiao Mei menjadi gelap karena ketakutan dan kemarahan.
"Mereka... mereka gila, Tuan Muda," katanya terisak. "Manajer Sun mendengar rumor tentang 'Kebangkitan Leluhur Darah'. Dia curiga ini akan mengganggu keseimbangan perdagangan di Utara, jadi dia membawa tim ekspedisi kecil untuk menyelidiki secara diam-diam."
"Tapi kami dikhianati," lanjutnya. "Salah satu pengawal kami dibeli oleh Klan Jian. Kami disergap tiga hari yang lalu di Ngarai Es."
"Manajer Sun?" desak Chen Kai.
"Dia masih hidup," kata Xiao Mei cepat. "Mereka menahannya di Tenda Penjara Darah—tenda merah besar di dekat altar. Klan Jian tidak berani membunuhnya langsung karena takut pada Markas Pusat Paviliun. Tapi..."
"Tapi?"
"Mereka menyiksanya," Xiao Mei menggigit bibirnya. "Manajer Sun membawa 'Kunci Giok Putih'. Itu adalah artefak kuno yang dia temukan di pelelangan tahun lalu. Klan Jian percaya itu adalah salah satu kunci pendukung untuk membuka Segel Agung."
Mata Chen Kai menyipit. Kunci Giok Putih? Darah Naga? Tampaknya untuk membuka segel, dibutuhkan lebih dari sekadar darah.
"Jadi mereka butuh darahku dan kunci itu," gumam Chen Kai. "Pantas saja mereka belum memulai ritual puncaknya."
"Tuan Muda," Xiao Mei mencengkeram lengan Chen Kai. "Tolong selamatkan Manajer Sun! Dia... dia bertahan sejauh ini karena dia percaya seseorang akan datang. Dia orang baik!"
Chen Kai terdiam sejenak. Menyelamatkan satu orang di tengah kekacauan tadi sudah sulit. Kembali masuk ke jantung pertahanan musuh untuk menyelamatkan seorang ahli Setengah Langkah Pembangunan Fondasi (yang pasti dijaga ketat) adalah misi bunuh diri.
Tapi Manajer Sun adalah sekutunya. Dia yang memberikan bahan untuk terobosan Chen Kai. Dia yang melindunginya dari tekanan Klan Feng di kota. Chen Kai bukan orang yang melupakan budi.
Dan lebih penting lagi... jika Klan Jian mendapatkan kunci itu, mereka selangkah lebih dekat untuk membuka segel itu.
"Aku akan menyelamatkannya," kata Chen Kai tegas.
"Benarkah?" mata Xiao Mei berbinar.
"Tapi tidak sekarang. Kamp sedang siaga penuh. Kita tunggu sampai mereka lelah," Chen Kai melihat ke arah luar celah. "Dan sementara itu... aku akan membuat mereka semakin panik."
"Apa maksudmu?"
Chen Kai menyeringai dingin. Dia mengeluarkan sisa-sisa bahan peledak dan racun dari cincin penyimpanannya—dia telah menimbun banyak dari pasar gelap.
"Jian Lie ingin bermain pemburu dan mangsa?" Chen Kai mulai merakit sesuatu yang terlihat seperti ranjau darat sederhana menggunakan batu roh yang tidak stabil. "Dia lupa satu hal. Di hutan... pemburu juga bisa menjadi mangsa."
"Xiao Mei, kau tetap di sini. Sembunyikan auramu. Aku akan membersihkan jalan."
Chen Kai bangkit. Dia mengenakan kembali topengnya.
"Yao," panggilnya dalam hati. "Pindai lokasi Tenda Penjara Darah. Dan cari posisi semua kapten yang sedang sendirian."
"Kau mau melakukan pembunuhan berantai di dalam kamp musuh?" Kaisar Yao tertawa, suara yang terdengar setuju. "Kau benar-benar muridku. Ingat, incar yang lemah dulu untuk mematahkan mental mereka."
Chen Kai melesat keluar dari celah tulang, kembali ke dalam asap dan bayangan.
Malam ini, Lembah Tulang Naga akan dipenuhi jeritan. Bukan jeritan tawanan, tapi jeritan para penjaga.
Satu jam kemudian.
Di Tenda Pusat Klan Jian.
Jian Lie membanting meja hingga hancur berkeping-keping.
"BAGAIMANA BISA KALIAN KEHILANGAN JEJAKNYA?!" raungnya. "Dia membawa seorang wanita lemah! Dia tidak mungkin jauh!"
"Lapor, Komandan!" Seorang prajurit masuk dengan wajah pucat, berlutut gemetar. "Kapten Tim 3... ditemukan tewas di sektor barat."
"Apa? Siapa yang membunuhnya?"
"Kami tidak tahu... Lehernya digorok tanpa suara. Dan... Kapten Tim 5 juga hilang. Kami hanya menemukan pedangnya yang patah."
Jian Lie merasakan hawa dingin merambat di punggungnya.
Tikus kecil itu tidak lari.
Dia masih di sini. Di dalam kamp ini. Dan dia sedang berburu.
"Perintahkan semua unit!" teriak Jian Lie, matanya merah. "Bentuk tim minimal lima orang! Nyalakan semua obor! Jangan biarkan ada bayangan! AKU INGIN KEPALANYA MALAM INI JUGA!"
Di luar tenda, dalam kegelapan di atas salah satu rusuk naga setinggi dua puluh meter, Chen Kai berjongkok seperti gargoyle, menatap kepanikan di bawah dengan mata ungu yang bersinar.
Di tangannya, darah segar menetes dari Pedang Meteor Hitam.
"Dua kapten tumbang," bisiknya. "Masih ada delapan lagi sebelum aku mendatangi Jian Lie."