NovelToon NovelToon
Hijrah Raya Dan Gus Bilal

Hijrah Raya Dan Gus Bilal

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Bad Boy
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: sha whimsy

" Kamu adalah alasan kenapa aku mengubah diriku, Gus. Dan sekarang, kamu malah mau meninggalkan aku sendirian?" ujar Raya, matanya penuh dengan rasa kecewa dan emosi yang sulit disembunyikan.

Gus Bilal menatapnya dengan lembut, tapi tegas. "Raya, hijrah itu bukan soal aku atau orang lain," ucapnya dengan suara dalam. "Jangan hijrah karena ciptaan-Nya, tetapi hijrahlah karena Pencipta-Nya."

Raya terdiam, tetapi air matanya mulai mengalir. "Tapi kamu yang memotivasi aku, Gus. Tanpa kamu..."

"Ingatlah, Raya," Bilal memotong ucapannya dengan lembut, "Jika hijrahmu hanya karena ciptaan-Nya, suatu saat kau akan goyah. Ketika alasan itu lenyap, kau pun bisa kehilangan arah."

Raya mengusap air matanya, berusaha memahami. "Jadi, aku harus kuat... walau tanpa kamu?"

Gus Bilal tersenyum tipis. "Hijrah itu perjalanan pribadi, Raya. Aku hanya perantara. Tapi tujuanmu harus lebih besar dari sekadar manusia. Tujuanmu harus selalu kembali kepada-Nya."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sha whimsy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Canggung

Sepulang sekolah, Raya bekerja seperti biasa, namun kali ini dengan penampilan berbeda. Dia mengenakan celana panjang yang longgar, sweater cokelat, dan jilbab instan.

"Pak Bilal," sapa Raya ketika melihat Bilal.

"Pak?" Bilal terkejut mendengar panggilan itu.

"Iya, aku sudah tahu semuanya," kata Raya sambil berlalu.

Bilal merasa bersalah karena telah berbohong kepada Raya. Seharusnya dari awal ia menjelaskan mengapa dia berpura-pura menjadi karyawan, padahal dia adalah pemilik toko bunga Natalie. Ada perasaan aneh ketika melihat perubahan sikap Raya. Kini, Raya tampak lebih menghormatinya, berbeda dengan sebelumnya, saat dia bersikap blak-blakan di depannya.

Bilal hanya bisa memandang punggung Raya yang perlahan menjauh. Ada rasa gelisah yang mengendap di hatinya. Selama ini, ia menyembunyikan identitasnya sebagai pemilik toko bunga Natalie, berharap bisa mengenal Raya tanpa sekat status. Namun, kini kebenaran yang terungkap tampaknya telah merubah segalanya.

Sore itu, setelah toko mulai sepi, Bilal memberanikan diri menghampiri Raya yang sedang merapikan bunga-bunga di rak.

"Raya," panggilnya pelan.

Raya berhenti sejenak, menatap Bilal tanpa ekspresi yang jelas. "Ada yang ingin Pak Bilal sampaikan?"

Bilal menarik napas dalam, mencari kata-kata yang tepat. "Aku minta maaf karena menyembunyikan hal ini darimu. Aku hanya… ingin mengenalmu sebagai diri sendiri, bukan sebagai pemilik toko."

Raya terdiam. "Kenapa harus berpura-pura, Pak? Aku mungkin tidak akan peduli kalaupun Bapak pemilik toko ini. Yang aku hargai adalah kejujuran. Tapi yaa santai aja gak perlu minta maaf kali, " Jawab Raya masih dengan senyum hangat nya.

"Jadi kamu engga marah? " Tanya Bilal.

'Tentu saja aku mau marah, tapi rasa kagum ku kepada mu lebih besar-besaran dari rasa kesalku kepada mu kak Bilal, ' ucap Raya didalam hati.

" Engga lah ngapain masalah kecil kok, " Jawab Raya.

"Trimakasih.. Kita bisa bersahabat kan? Kalau kamu butuh apa apa cerita lah, " Kata Bilal. Bilal sudah banyak mendengar tentang Raya dari adiknya Fatimah.

Raya tak percaya Bilal mengajaknya bersahabat. Apakah ini mimpi ya Tuhann?!

" Hei mikirin apa? " Tanya Bilal membuyarkan lamunan Raya.

"Engga, eh ya bisa kita bisa bersahabat kenap engga, lebih tepatnya kamu kan abang nya sahabat ku Fatimah, " Kata Raya.

"Saya suka melihat kamu memakai ini Raya, " Ucap Bilal tanpa sadar menunjuk penutup kepala yang membalut kepala Raya. Raya tersipu malu mendengar nya.

Raya hanya tersenyum kecil, berusaha menutupi rasa malunya. Hatinya berdebar lebih cepat, tak menyangka Bilal bisa mengucapkan kata-kata seperti itu. Bagi Raya, Bilal adalah sosok yang tenang dan bijaksana, berbeda dari kebanyakan pria yang pernah ia kenal.

Mereka melanjutkan pekerjaan dalam hening, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri. Sesekali Bilal melirik ke arah Raya, seolah memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja setelah percakapan tadi. Namun, tatapan Bilal yang penuh perhatian justru membuat Raya semakin canggung.

Di tengah keheningan itu, Bilal tiba-tiba berbicara. "Raya, kalau ada yang mengganggu pikiranmu atau kalau kamu butuh teman bicara, aku selalu ada, ya."

Raya menoleh, menatap Bilal dengan pandangan terkejut. "Kenapa Bapak baik banget, sih? Rasanya nggak biasa," jawabnya sambil tertawa kecil.

Bilal ikut tertawa. "Kadang, kita hanya perlu seseorang yang bisa mengerti tanpa harus banyak bicara, kan?"

Raya mengangguk pelan. Dalam hatinya, ia merasakan kehangatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Entah mengapa, berada di dekat Bilal membuatnya merasa nyaman dan dihargai.

Saat itu, Fatimah tiba-tiba datang ke toko, wajahnya penuh senyum melihat kakaknya dan sahabatnya yang tengah asyik berbincang.

"Hemmm, pantas saja ditelepon gak diangkat! Ternyata kakak sudah punya 'adik' baru, ya?" kata Fatimah pura-pura ngambek. "Aku jadi dilupakan, nih," tambahnya dengan nada dramatis.

Bilal tertawa kecil, lalu mengacak rambut adiknya. "Tenang aja, Fatimah. Kamu tetap satu-satunya adik kesayangan, kok."

Fatimah memasang wajah merajuk. "Gak percaya!"

"Nanti kita beli es krim, ya?" bujuk Bilal.

"Sepuluh, ya?" balas Fatimah, setengah bercanda.

Bilal menggeleng sambil tertawa. "Engga boleh, nanti kamu malah sakit."

"Kan, benar! Kakak gak sayang lagi sama aku," balas Fatimah, semakin dramatis sambil menjauh sedikit.

"Eh, bukan gitu!" Bilal mengejar adiknya yang berpura-pura kecewa.

Raya tersenyum melihat interaksi hangat antara kakak-beradik itu. Namun, di dalam hatinya, sebuah pertanyaan tak bisa ia hindari. Apakah perasaan hangat yang perlahan tumbuh untuk Bilal bisa berbalas? Ataukah hubungan mereka akan tetap berada dalam batasan persahabatan? Sore itu, ia merasa harapannya melayang bersama angin yang berhembus di antara bunga-bunga, entah akan menemukan jawaban atau hanya berakhir sebagai rahasia kecil di hatinya.

***

Aku tak tahu apa yang telah terjadi. .

Pada diriku dan perasaan ini..

Hampir setiap malam teringat wajahmu..

Dan terus memikirkan mu..

Bilal memetik gitar nya sambil bernyanyi. Suara nya membelah keheningan malam. Pikiran nya melayang pada sosok Raya.

Saat di dekatmu hatiku bergetar-getar..

Saat menatapmu jantungku berdetak kencang..

Aku terdiam tersipu malu..

Salah tingkah aku jadinya..

Bilal terhanyut dalam setiap lirik dan petikan gitarnya, seakan menumpahkan semua yang ia pendam. Malam yang sunyi menjadi saksi bagaimana perasaannya pada Raya yang kian dalam namun tak tersampaikan.

Ia teringat senyuman Raya yang selalu hangat, caranya tertawa, bahkan tatapan lembutnya yang membuat hatinya selalu bergetar.

Tanpa ia sadari ada dua orang yang sedang memperhatikan nya dari kejauhan. Mereka adalah Naila dan Fatimah.

" Lihat kak Bilal bucin banget tuh, cieeee kak Naiii, " Goda Fatimah. Membuat pipi Naila memerah.

Naila memandang Bilal, senyum kecil terbit diwajah cantiknya. " Gus aku juga merasa hal yang sama, " Ucap Naila di dalam hati.

" Apaan senyam senyum sendiri, kiw kiw lagi kasmaran nih, " Ejek Fatimah becanda.

" Apasih kamu ini ayolah kita masuk aja, " Kata Naila.

" Baiklah calon kakak ipar ku, " Jawab Fatimah.

Bilal terdiam, pikirannya semakin berkecamuk. Di satu sisi, ia telah menjalani proses ta'aruf dengan Naila, seorang gadis yang lembut dan penuh kehangatan. Naila memiliki semua kriteria yang ia dambakan dalam sosok pendamping; cerdas, baik hati, dan memiliki pemahaman agama yang kuat. Proses mereka sudah hampir sampai pada tahap yang lebih serius, dan Naila pun sepertinya juga sudah merasakan kenyamanan bersamanya.

Namun, di sisi lain, ada Raya. Sosok yang datang tiba-tiba dan entah bagaimana selalu hadir di pikirannya. Raya berbeda dari Naila. Dia ceria, penuh semangat, dan tanpa sadar menghadirkan perasaan yang membuat hatinya berdebar. Setiap malam, bayangannya hadir, seolah mengajaknya untuk terus memikirkannya.

Bilal menarik napas panjang, menatap langit malam yang tenang. Perasaannya bimbang.

“Ya Allah, apa maksud dari semua ini? Bukankah aku sudah memantapkan hati untuk Naila?” gumamnya, suaranya terdengar lelah. Dalam hatinya, ia memohon petunjuk dari Sang Maha Pengasih.

Dia menutup mata, berusaha tenang. Di antara Naila dan Raya, ia hanya ingin seseorang yang benar-benar menjadi takdirnya, seseorang yang mampu membawanya lebih dekat kepada-Nya. Dengan hati yang tulus, ia berdoa, "Ya Allah, jika Naila adalah yang terbaik untukku, maka tenangkan hatiku dan jauhkan aku dari perasaan terhadap Raya. Namun, jika Raya adalah takdirku, maka tunjukkan jalan terbaik, meskipun sulit untuk kujalani."

Bilal tahu bahwa hanya Allah yang tahu mana yang terbaik untuknya. Ia harus ikhlas menerima keputusan apa pun yang akan Allah beri. Di antara harapan dan keraguan, ia memutuskan untuk menyerahkan segalanya kepada Yang Maha Tahu, dengan keyakinan bahwa pilihan-Nya selalu membawa kebaikan.

Drrttt... Drrttt...

Ponsel Bilal bergetar, menampilkan panggilan masuk. Ia mengangkatnya tanpa ragu.

"..."

"Oke," jawabnya singkat, lalu menutup telepon. Wajahnya terlihat sangat serius.

Tanpa membuang waktu, Bilal meraih jaket dan helm full-face-nya. Setelah bersiap, ia menyalakan motor sport miliknya, kemudian melaju membelah jalanan desa yang sunyi di tengah malam yang semakin larut.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!