NovelToon NovelToon
ANAK MAMA

ANAK MAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / One Night Stand / Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Kehidupan di Kantor
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: Kata Kunci

Malam "panas" antara Danar dan Luna, menjadi awal kisah mereka. Banyak rintangan serta tragedi yang harus mereka lalui. Masa lalu mereka yang kelam akankah menjadi batu sandungan terbesar? atau malah ada hamparan bukit berbatu lainnya yang terbentang sangat panjang hingga membuat mereka harus membuat sebuah keputusan besar dalam hubungan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Kunci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 12.

Suara sepatu melangkah pelan, namun tetap membuat setiap gema disepanjang lorong yang dilewatinya. Luna, perempuan pemilik langkah itu dengan helaan napas yang akhir - akhir ini lebih sering dilakukannya terlebih karena semenjak penempatannya sebagai karyawan khusus untuk ruangan Danar.

"Minggu ini, ditempat dia...," gumamnya pelan ketika sudah berada di dalam lift. Bersandar di dinding benda besi itu dengan tatapan agak melayang ke atasnya, perempuan itu memejamkan mata sesaat dengan tarikan napas panjang.

Ting...

Suara lift yang juga terhenti di lantai yang Luna tuju, tetapi perempuan itu tidak kunjung turun karena masih sibuk dengan pikirannya yang agak melayang sambil mata yang masih terpejam. Hingga sosok seorang wanita hamil menariknya keluar.

"Kak Winda, bikin kaget aja...," ucap Luna yang sudah berada dalam pegangan Sang Kakak Ipar.

Winda baru akan membalas ucapan Adik Ipar nya ya itu mengurungkan niatnya, setelah merasakan kejanggalan di tangan Luna. Disampirkan jaket yang dikenakan oleh perempuan manis itu, langkah kaki Winda seketika terhenti. Mata Luna membulat tatkala dia baru ingat soal tangannya yang terluka dengan cepat giliran perempuan muda itu yang menggenggam tangan Winda dan menggiringnya pelan ke taman depan kantor mereka. Setelah mendapatkan tempat yang sesuai juga dilihat Sang Kakak Ipar sudah duduk dengan baik, barulah Luna memulai penjelasan panjang namun tidak begitu detailnya.

"Ini baru luka kecil, walaupun nggak kecil - kecil banget karena ini panjang, Na. Liat...," ujar Winda yang langsung memeriksa luka Luna dengan membuka plesternya.

Luna lalu perlahan menyingkirkan jemari Winda dan menutup kembali lukanya yang sudah lumayan menjadi kering. Wajah masam Sang Kakak Ipar terlihat jelas, beberapa kali mata agak sipit Winda diputar karena tidak terima dengan bujukan Luna.

"Oke, oke. Tapi ini yang pertama dan terakhir, kalau sampai ini kejadian lagi. Fix, Kakak bakal bilang ke Mas Bagas biar dia ngajuin surat resign buat kamu, trus kamu pindah tinggal bareng kami...," ucap tegas Winda dengan wajah bersungguh - sungguhnya.

Luna tidak bisa berkutik, selain dia merasa tertekan karena tenggat waktu yang diberikan oleh Kakak laki - lakinya, kini Kakak Iparnya memberikan peringatan keras atas peristiwa yang menimpanya. Lagi, dengan pasrah perempuan berambut kepang itu hanya bisa menganggu pelan dan agak merunduk.

Helaan napas terdengar dari arah Winda yang kemudian mengambil satu tangan Sang Adik Ipar, membuat Luna mendongakkan kepala dan kembali menatap Kakak Ipar nya itu.

"Pak Danar itu terkenal kejam dan kaku. Kalau kamu sudah dapet kontrak kerja, kamu pasti akan tau salah satu letak kejam dan kaku nya selain kelakuan sehari - hari yang random...," jelas Winda yang membuat Luna sedikit bingung sekaligus penasaran.

Setelah mereka melanjutkan perbincangan sesaat, akhirnya Winda dijemput oleh Bagas dan mereka semua kembali berpisah karena tinggal di tempat yang berbeda. Luna melanjutkan berjalan kaki setelah menolak keras ajakan Bagas untuk pulang bersama karena berbeda arah. Menumpang kereta seperti biasa, sampailah dia di kamar nyamannya. Saat sedang rebahan dia kembali mengingat ucapan Winda soal surat kontrak. Luna membuka salah satu laci dekat dengan pinggir ranjangnya, kemudian dibaca ulang secara perlahan dan mendetail isi kontrak tersebut.

"Hah? Maksudnya?" ucapnya dengan nada agak tinggi dan ambigu.

Dengan gerakan agak cepat, dia mencari gawai pintarnya dan memencet 1 tombol aga lama hingga tersambung ke seberang.

"Nggak boleh nikah, gitu maksudnya Kak?" tanya Luna langsung tanpa aba - aba.

Winda orang yang diteleponnya diam sesaat karena sedang meneguk segelas air. Luna sempat mengira sambungan teleponnya terputus, karena dia melihat ke layar benda canggih itu untuk memastikan.

"Bukan nggak boleh nikah. Boleh tapi harus resign, karena ABS tidak menerima karyawan yang pas masuk single trus tiba - tiba ditengah - tengah kontrak mau nikah. Nah, kalau kamu pegawai kontrak harus bayar penalti yang nilainya M - M an, kalau pegawai tetap ya, harus resign...," jelas Winda yang sudah merebahkan tubuhnya di sofa panjang nan lebarnya.

Kening Luna makin berkerut, selain sikap dan tingkah aneh yang dimiliki Danar, otak lelaki itu pun dinilai kurang waras oleh Luna. Perasaan Luna malam itu seperti baru saja terkena tipu tapi semua sudah terjadi dan harus dia jalani.

"Emang dasar Bos Gor*la s*nting...," umatnya keras sambil menutup semua wajahnya dengan bantal agar suaranya teredam.

Kedua kakinya juga mengayun melayang di udara dengan gerakan tubuh yang tidak karuan karena kesalnya.

xxxxxxxx

Sore hari, Luna terlihat sedang berjalan di trotoar lumayan lebar menuju ke sebuah halte bus yang berjarak cukup dekat. Sama seperti hari dimana perempuan itu berada di dalam kereta, pikirannya carut - marut lebih tepatnya wajah Danar dan beberapa kalimat seriusnya terbit secara bergantian. Helaan napas panjang juga terdengar darinya saat sudah duduk di kursi halte, pandangan Luna mengarah ke salah sepatu yang dikenakannya. Disaat perempuan manis itu terselimuti pikiran kalutnya, suara klakson membuyarkannya. Pandangan Luna beserta ekspresinya berubah menjadi lebih cerah dengan senyum hangat terkembang kepada orang itu yang mengendarai sebuah motor sport dengan mengenakan helm half facenya.

"Na, mau pulang?" Ayo, bareng aku aja. Bis nya bakalan telat, dibelakang lagi ada perbaikan jalan...," jelas Dimas pengendara motor itu.

Luna melihat kearah pandang Dimas di belakang dengan sedikit celingukan dan akhirnya berdiri untuk memastikan ucapan teman satu divisinya. Pandangan perempuan itu berubah menjadi tegang dan tubuhnya sedikit menjadi kaku, tatkala dilihat dari jarak yang tidak begitu jauh, sesosok yang dia sangat kenal sedang berjalan mendekat sambil membuka kacamata hitam yang dikenakannya.

Dimas yang mengikuti arah gerak tubuh Luna merasa sedikit bingung ketika gestur perempuan itu berubah. Sedikit mengernyit dengan satu tangannya yang menghalangi silaunya sinar mentari senja, lelaki berkulit sawo matang itu ingin melihat hal yang membuat tampak kaku.

"Bapak - Dan...," ucapan Dimas tidak lengkap ketika disaat yang sma Danar melayangkan pukulan telak pada wajah lelaki itu.

Tubuh Dimas terhempas kearah samping motornya dan langsung menimpa tubuh lelaki lumayan tinggi itu, karena tidak di dongkrak. Luna sedikit berteriak dan mendorong tubuh Danar agar menjauh lalu dengan cepat membantu Dimas membangunkan motor yang menimpanya, namun belum berhasil, lengan Luna sudah ditarik oleh Danar.

Perempuan itu melakukan perlawanan tetapi tenaganya tidaklah cukup membuat Danar menyerah.

"Pergi, pergi...," teriak Luna yang terus memberontak.

Beberapa orang yang ada di sekitar mereka hanya menoleh dan menonton tanpa berusaha menolong.

Danar tidak gentar, dia agak berjongkok lalu diangkat tubuh Luna dan digendongnya diatas salah satu bahu kekarnya dalam posisi diam. Masih terus melakukan perlawanan, Luna dibawa berjalan menuju mobilnya terparkir. Dikunci satu pintu mobil itu, sebelum dia masuk ke sisi kemudi, Danar melihat kearah Dimas yang perlahan namun pasti akhirnya bisa bangun beserta motornya. Senyum miring dan wajah sadis lelaki berkulit putih pucat itu terlihat jelas, dengan membuka jas yang dikenakannya lalu dia membuka pintu mobil satunya dan masuk perlahan.

Plak...

Suara tamparan sangat keras terdengar jelas. Danar terdiam dengan rahang yang mengeras, diusap pelan ujung bibirnya yang sedikit mengerluarkan darah.

"Buka pintunya saya mau pulang atau saya akan teriak...," ancam Luna kemudian dengan wajah yang sudah banjir air mata dan memerah karena emosinya yang memuncak.

Danar tetap diam dan menyalakan mesin mobil tanpa mempedulikan ucapan Luna. Seakan tidak mau kalah Luna berteriak sepanjang jalan memohon pertolongan kepada orang - orang juga kendaraan yang lalu - lalang di luar sambil memukul - mukul semua bagian mobil di dekatnya hingga secara tiba - tiba Danar membanting setir dan membuat tubuh Luna terbanting kearah pintu agak keras. Napas tersengal keduanya terdengar jelas. Danar memegang 2 bagian sisi kemudian dengan ke 2 tangannya, tatapannya beralih dari lurus ke depan kini sudah menghadap kearah Luna di samping.

"Kamu bersedia naik motor laki - laki yang baru kenal beberapa hari atas dasar dia teman satu divisimu tanpa penolakan sama sekali. Tapi, jika denganku selalu ada alasan yang kamu buat...," kalimat Danar terdengar pilu dan juga dingin.

Luna semakin emosi mendengar ucapan Atasannya itu, lalu diusap kedua matanya agak kasar agar bisa memandang wajah Danar dengan jelas. Anggukan terlihat dari perempuan muda itu, lalu dia mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Gawai pintar, benda itu diotak - atik sesaat lalu diberikan kepada Danar.

"Baca...," ucap Luna dengan suara agak seraknya.

Danar dengan wajah datar nan dinginnya mengalihkan pandangan kearah benda lumayan besar yang diberikan oleh Luna. Kedua matanya terpejam sambil menggigit bawah bibirnya. Alih - alih mengembalikan gawai pintar Luna, lelaki itu malah memindahkan persneling mobilnya dan membuat benda berdoa 4 itu kembali berjalan dengan kecepatan sedang. Hingga kembali terhenti di suatu tempat yang membuat debaran jantung Luna meningkat.

"Tempat ini...," ujarnya pelan.

"Kali ini kita akan melakukannya dalam keadaan sadar. Kalau kamu teriak, tidak akan ada yang menolong karena tempat ini adalah milikku dan mereka semua sudah tau kedatangan kita hari ini...," ucap Danar dengan suara pelan namun terdengar mengerikan di telinga Luna.

Wajahnya yang basah sudah mengering dan kedua tangannya secara otomatis dibawa naik keatas menutupi tubuh bagian atas depan miliknya, dengan tatapan penuh ketakutan pada Danar. Senyum miring dan kejam Danar kembali terpasang diwajah lumayan tampannya.

********

1
Mak e Tongblung
beberapa kali "mengangguk" kok "menganggur" , tolong diperhatikan thor
Kata Kunci: 🙇‍♀️🙇
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!