NovelToon NovelToon
Part Of Heart

Part Of Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Pihak Ketiga
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dwiey

"Bagaimana mungkin Yudha, kau memilih Tari daripada aku istri yang sudah bersamamu lebih dulu, kau bilang kau mencintaiku" Riana menatap Yudha dengan mata yang telah bergelinang air mata.

"Jangan membuatku tertawa Riana, Kalau aku bisa, aku ingin mencabut semua ingatan tentangmu di hidupku" Yudha berbalik dan meninggalkan Riana yang terdiam di tempatnya menatap punggung pria itu yang mulai menghilang dari pandangan nya.

Apa yang telah terjadi hingga cinta yang di miliki Yudha untuk Riana menguap tidak berbekas?
Dan, sebenarnya apa yang sudah di perbuat oleh Riana?
Dan apa yang membuat persahabatan Tari dan Riana hancur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwiey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Meeting

"Apa yang terjadi?" Yudha langsung menghampiri Tari dan menarik pergelangan tangannya, memposisikan Tari di belakangnya.

Tari menghela napas panjang. 'Bagus, sekarang malah nambah satu orang lagi,' pikirnya lelah.

"Nggak ada. Lepas, aku mau masuk," Tari berusaha melepaskan tangan Yudha. Namun, genggaman pria itu justru semakin malah erat.

"Ah, halo. Yudha, kan?" Ade menyela. "Kebetulan, saya dan Tari ini teman satu sekolah dulu pas SMK. Kita cuma ngobrol sedikit, ya biasalah percakapan teman lama." Ia tersenyum kecil, ekspresi sendu di wajahnya sebelumnya telah menghilang.

"Saya suaminya Tari," balas Yudha dengan senyum tipis, meski tatapannya datar. "Lain kali, kalau mau bertemu dengan istri saya, tolong kabari saya dulu. Bagaimanapun, saya perlu tahu dia bertemu siapa saja. Meskipun anda seorang teman lama, anda tetap seorang pria."

"Haha, begitu ya," Ade tertawa kecil, mengangkat bahu. "Rupanya Tari sudah menikah. Saya nggak tahu, soalnya Tari juga belum bilang. Oke deh, lain kali kalau mau bertemu berdua sama Tari, saya pasti bilang dulu." Pandangannya beralih pada Tari yang berdiri di belakang Yudha, menatapnya tajam.

"Tolong lanjutkan obrolan kalian berdua saja, dan jangan bawa-bawa aku," Sergah Tari memotong, merasa genggaman tangannya melemah, ia menepisnya dengan kuat hingga terlepas.

Tanpa menunggu lagi Tari langsung berbalik, membuka pintu apartemennya, dan masuk dengan cepat, menutup pintu menimbulkan suara keras.

Yudha memandang pintu apartemen Tari sejenak sebelum beralih menatap Ade yang masih tersenyum kecil.

"Kalau begitu, saya masuk dulu. Istri saya sudah menunggu di dalam,"  Yudha ingin berbalik sebelum ucapan Ade menghentikan nya.

"Baiklah, Yudha. Lain kali kita ngobrol bareng ya sama Tari. Namanya juga tetangga harus akrab kan," Lalu Ade berbalik terlebih dahulu tanpa menunggu jawaban Yudha yang tidak juga merespon ucapan nya. Ia pun masuk ke apartemennya.

Ekspresi Yudha datar, terdiam beberapa saat di posisi nya, melihat punggung Ade yang perlahan menghilang dari balik pintu yang tertutup. Lalu ia juga berbalik dan masuk ke apartemen Tari.

Tari menenggak air dengan ekspresi kesal, tepat saat itu Yudha masuk dan langsung menghampirinya.

"Apa dia mengganggumu?" Nada suaranya dingin, terlihat jelas amarah di matanya.

“Sudah kubilang, masalah pribadi ku bukan urusanmu, jadi tolong jangan ikut campur,” Tari menatap Yudha dengan mata yang penuh kekesalan.

“Aku hanya khawatir padamu,”  Yudha berkata lembut, ekspresi wajahnya berubah sendu.

Tari menghela napas panjang, mencoba meredakan emosinya. “Kenapa kau datang kesini? Riana bilang dia akan menyiapkan makan malam untuk mu.” ia mengerutkan kening dengan alis yang naik.

Pikirannya melayang ke ucapan Riana sebelumnya, yang mengatakan bahwa dia akan memasak makan malam untuk Yudha.

“Aku hanya mampir sebentar. Aku perlu mengambil laptopku,”

Lalu, dengan suara yang lirih, Yudha menambahkan, “Dan… juga aku ingin bertemu denganmu.”

Tari sontak menoleh, matanya menatap Yudha yang memandangnya dengan tatapan sendu.

“Lupakan soal tadi malam. Itu murni kecelakaan. Aku tidak menyalahkanmu—asal kau tidak membahasnya lagi,”

Nada suara Tari terdengar dingin di telinga Yu Yudha, seperti mengakhiri apapun yang terjadi di antara mereka.

"Tapi ada kemungkinan kau akan mengandung" Sergah Yudha, keningnya berkerut.

Mengabaikan ucapan itu, Tari melangkah melewati Yudha, meninggalkannya berdiri terpaku di tempat.

“Kau tahu kan, aku menyukaimu? Kau hanya memilih untuk mengabaikannya.”

Langkah Tari terhenti tepat di depan pintu kamarnya. Ucapan Yudha membuat nya terkejut, tapi ia langsung mengatur nada bicara nya.

“Suka?” Tari mendengus kecil tanpa menoleh. “Jangan membuatku tertawa,” Lanjutnya sinis, lalu masuk ke kamar dan menguncinya dari dalam.

Yudha terdiam di tempatnya, menatap pintu kamar Tari yang tertutup. Tatapannya terlihat terluka dan ia menghembuskan napasnya lelah.

           -------------

Yudha membuka pintu rumahnya perlahan, begitu pintu terbuka, Riana mendadak langsung datang dan memeluknya dengan erat. “Sayang, aku kangen,”

“Aku juga,” Raut wajah Yudha sendu. Ia membalas pelukan istrinya, mencium bahunya dengan penuh kasih, dan memeluknya lebih erat lagi.

'Tarii,'

“Ada apa?” Riana menatapnya dengan penuh kekhawatiran, melepaskan pelukan mereka memandang Yudha lebih lekat.

“Tidak apa-apa. Aku hanya lapar,” Yudha tersenyum kecil, berusaha menetralkan ekspresi wajahnya.

Lalu, Yudha menggenggam tangan Riana dengan lembut dan mengajaknya menuju meja makan yang sudah tertata rapi, penuh dengan berbagai hidangan.

“Aku memasak semua makanan kesukaanmu,” Senyum di wajah nya terlihat merekah, sambil menunjukkan satu per satu hidangan yang ia siapkan.

Yudha hanya tersenyum simpul, menangkap raut wajah ceria istrinya.

“Aku akan tinggal di sini sebulan,” kata Yudha setelah hening sejenak. “Setelah itu, aku akan pindah ke apartemen di sebelah Tari. Aku sudah menyiapkan beberapa perabotan yang ku butuhkan untuk tinggal di sana.”

Riana mengangguk pelan, tidak banyak bicara, hanya menyimak penjelasan suaminya. “Baiklah, sayang. Nah, sekarang ayo kita makan,” katanya sambil menyuruh Yudha duduk, kemudian mulai menyajikan lauk-pauk ke piring suaminya.

“Si Mbak Tea sudah pulang, kan?” tanya Yudha sambil melirik ke sekitar ruangan, mencari-cari sosok pembantu rumah tangga yang dikirim ibunya untuk mengawasi mereka.

“Tenang, dia sudah pulang kok. Aku bilang ke ibu, paling lama dia boleh di sini sampai jam enam. Setelah itu, aku suruh dia pulang,” jelas Riana sambil tersenyum.

“Oh begitu, bagus lah,”

Mereka menghabiskan makan malam itu dengan percakapan ringan dan senda gurau, kebersamaan dan tawa kecil yang sudah lama tidak terdengar sejak pernikahan Yudha dengan Tari.

                      ----------

Satu minggu telah berlalu sejak terakhir kali Yudha datang ke rumahnya. Sejak itu, Yudha sama sekali tidak menghubungi Tari.

Tari duduk di sofa ruang tengah, menatap kosong ke arah jendela yang terbuka. Matanya terpejam, menikmati sejuknya angin yang menyentuh wajahnya.

Saat ini pikirannya terasa penuh berbanding terbalik dengan wajahnya yang terlihat tenang. Bayangan wajah Yudha yang terakhir kali ia lihat—terlihat sendu, terluka oleh sikap ketusnya—terus menghantui benaknya. Sejujurnya Ia sedikit merasa bersalah, meski tak mau mengakuinya.

“Hah, lupakan dia bodoh!” gumam Tari lirih, merasi frustrasi. Matanya kembali terpejam, mencoba mengusir jauh pikirannya, hingga suara bel sontak membuat matanya kembali terbuka.

Tari membuka matanya, alisnya berkerut. Dengan menghela napas berat, ia bangkit perlahan dan melangkah menuju pintu, membukanya perlahan.

“Hai,” sapa Ade dengan senyum kecil. Di tangannya tergantung sebuah paper bag.

“Aku tadi beli roti, Tar. Tapi kebanyakan. Daripada mubazir, tolong ambil sebagian, ya?” pintanya dengan nada memohon.

Tari menghela napas, ekspresinya malas. “Ya sudah, ini aja kan.” Ia mengambil paper bag itu dari tangan Ade, berniat segera menutup pintu. Namun, Tangan Ade cepat-cepat menghentikannya.

“Tunggu, Tar. Hmmm... kalau kau mau, bisa nggak kita makan malam bareng nanti malam?” Senyum lebar terpatri diwajah nya, tatapan nya terlihat penuh harap.

Tari memicingkan matanya, menatapnya tajam. Dalam hati, ia mengutuk, 'Bajingan ini, dikasih hati malah minta jantung.'

“Matilah saja kau,” Setelahnya Tari langsung menutup pintu tanpa memberi Ade kesempatan merespon.

“Hahaha, dia makin jutek saja,” gumam Ade sembari terkekeh kecil di depan pintu.

Setelah puas tertawa, Ade melangkah pergi menuju lift. Wajahnya tampak bahagia setelah berhasil menggoda Tari, melihat raut wajah Tari yang sering berubah-ubah menjadi hiburan tersendiri bagi nya.

Jika saja Tari menyetujui ajakan makan malamnya, tentu saja ia tidak akan pergi saat ini. Namun, untungnya ia sudah punya rencana cadangan lain untuk menghabiskan waktunya malam ini.

Ponselnya berdering, membuat lamunannya terhenti. Ia merogoh saku celananya dan mengangkat panggilan itu.

“Halo, sayang. Manisku,” sapanya dengan nada ceria, senyumnya kembali merekah.

“Iya, aku sudah di jalan, kok. Mana mungkin aku lupa sama kamu. Tunggu di sana, ya. Oke, bye, Baby.” Setelah panggilan berakhir, senyumnya langsung memudar. Tatapannya langsung berubah datar, dan ia menguap bosan.

"Kapan Tari akan membuka hatinya untukku lagi, aku bosan dengan semua wanita ini" Ade menghembuskan napasnya pelan.

'Aku boleh memimpikan masa depan bersama Tari kan'

1
Martin victoriano Nava villalba
Wah bahasanya keren banget, bikin suasana terasa hidup.
Cô bé mùa đông
Jujur, bikin terharu.
Jenni Alejandro
Makin nggak sabar buat nunggu kelanjutan ceritanya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!