'GURUKU ISTRIKU, SURGA DUNIAKU, DAN BIDADARI HATIKU.'
***
Dia adalah gurunya, dia adalah muridnya. Sebuah cinta terlarang yang berakar di antara halaman-halaman buku teks dan derap langkah di koridor sekolah. Empat tahun lebih mereka menyembunyikan cinta yang tak seharusnya, berjuang melawan segala rintangan yang ada. Namun, takdir, dengan segala kejutannya, mempertemukan mereka di pelaminan. Apa yang terjadi selanjutnya? Petualangan cinta mereka yang penuh risiko dan janji baru saja dimulai...
--- INI ADALAH SEASON 2 DARI NOVEL GURUKU ADALAH PACARKU ---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Queenstown Garden
Di ruang tamu rumahnya, Zora duduk santai, membaca majalah kesukaannya. Kaki disilangkan, matanya fokus mengikuti baris demi baris tulisan di majalah itu.
Beberapa saat lalu suaminya pergi ke kantor sebentar untuk mengecek kerjaannya. Sementara Lingga sudah pulang ke London pukul tiga pagi tadi.
Zora sendirian di rumah, hanya dengan para art saja. Itupun mereka ada di dapur yang lokasinya jauh dari ruang tamu.
Tak lama ada suara ketukan di pintu. Zora menoleh, tapi tidak ada satupun art yang membuka. Ia pun meletakkan majalah yang dibacanya di meja, berdiri dan melangkahkan kakinya ke pintu untuk membuka pintu.
Setibanya di sana ia buka pintu yang terus di ketuk itu. Perlahan tapi pasti, ia kenal siapa orang yang bertamu ke rumahnya.
"B-Bramm?!!" Kedua mata Zora melotot sempurna ketika tahu yang bertamu ke rumahnya adalah Bram. Orang dari masa lalunya.
Bram tersenyum lebar saat melihat Zora di hadapannya. Matanya berkabut. Dengan cepat ia memeluk Zora, erat.
"Aku kangen banget sama kamu Ra. Aku cari kamu kemana-mana, aku cari alamat kamu sampai akhirnya aku tau rumah kamu di sini," kata Bram tanpa jeda. Ia belum juga melepaskan pelukannya, meskipun Zora terus berontak.
Ia takut jika suaminya akan pulang dan melihatnya berpelukan dengan Bram.
"Lepasin Bram!" seru Zora, tapi Bram tidak mendengar. Ia masih terus memeluk Zora, bahkan dengan berani ia mengecup leher Zora.
"Jangan berontak Ra, aku kangen sama kamu. Aku pengen kamu jadi milik aku!" kata Bram sedikit tegas.
Tidak lama mobil Indra terlihat berhenti di depan rumah. Keduanya masih belum menyadari kedatangan Indra, sampai akhirnya Indra turun dan syok melihat istrinya berpelukan dengan pria lain.
Ia berlari cepat ke arah mereka, lalu menarik baju pria itu dari belakang. Pelukan itu sontak terlepas.
Zora dan Bram terkejut melihat Indra yang tiba-tiba datang.
"Ra, apa maksudnya ini?!" tanya Indra sedikit membentak. Matanya tajam menatap Zora, penuh emosi yang terpendam.
Air mata Zora tiba-tiba jatuh. Ia meraih tangan suaminya, menggeleng pelan. "Ini bukan seperti yang kamu kira mas, dia tiba-tiba datang dan peluk aku. Aku udah coba menghindar tapi dia tetap nggak mau lepas pelukannya. Dia bahkan udah cium leher aku mas," jelas Zora, sedikit waswas melihat raut wajah Indra.
Indra tercengang. Matanya melotot, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ia menoleh cepat ke arah pria di belakangnya, seperti singa yang siap menerjang. Pria itu terkesiap, lalu dengan cepat menegakkan tubuhnya dan merapikan baju yang sedikit kusut.
"Dasar gil4 lo Bram?! Ngapain Lo kesini?! Lo mau muka Lo yang nggak seberapa itu gue hancvrin, hmm?! Dengan beraninya Lo malah peluk istri gue. Lo sebenarnya waras nggak sih?! Zora itu istri gue, Indra Jaya Permana. Inget itu!!" teriak Indra marah, sembari menunjuk keningnya sendiri dengan jari telunjuknya, tertuju ke Bram.
Bram ikutan marah. Tatapannya tajam, tangan mengepal di sisi tubuh, rahang mengeras—jelas sekali ia sangat marah.
Dengan tangan gemetar karena sedang menahan emosinya, tangan Bram terangkat, menunjuk ke muka Indra.
"Lo inget ya, Indra, sebelum gue m4ti gue bakal rebut Zora dari Lo! Gue nggak akan pernah nyerah, dan sampai kapanpun Zora adalah milik gue!" setelah mengatakan itu sembari berteriak, Bram berbalik dan berjalan pergi dari sana.
Indra masih tampak emosi. Sebelumnya ia pulang karena ingin mengecek kondisi istrinya yang ia tinggal sendirian padahal ia sedang hamil. Tapi begitu melihat Bram memeluk Zora, darahnya langsung mendidih.
Zora memeluk Indra dari belakang. Air matanya tidak henti mengalir. Indra tidak membalas pelukan Zora, tapi ia berbalik memaksa Zora untuk melepas pelukannya.
Keduanya saling menatap. Dalam dan penuh perasaan. Di mata Zora, Indra masih terlihat marah. Ia belum bisa melupakan semuanya. Tapi Zora yang kemudian tersenyum, tapi ia sedang menangis membuat Indra ikutan tersenyum. Kemarahannya perlahan mereda.
Zora meraih kedua tangan Indra, menggenggamnya.
"Aku janji hal yang kayak gini nggak akan terjadi lagi. Bram gak akan pernah lagi datang dan melakukan hal yang kelewatan ke aku. Maaf ya, kalau aku udah bikin kamu marah tadi. Aku udah coba lepasin pelukan Bram tapi nggak bisa. Dia terlalu kuat meluk aku. Mas... Kamu percaya kan sama aku?" tanya Zora. Ia takut jika suaminya tidak akan percaya kepadanya. Ekspresi wajah Indra tidak tertebak. Meskipun ia tersenyum tipis, tapi matanya masih menunjukkan emosi yang sama.
Indra tidak menjawab. Ia menarik tangan Zora masuk ke dalam rumah. Pintu di belakang mereka tertutup otomatis setelah Indra menepuk dua kali pintu itu. Indra membawa Zora menaiki tangga, menuju ke lantai dua.
"Kita mau ke mana Mas?" tanya Zora tidak mengerti. Tapi Indra tetap tidak menjawab. Pun juga tidak menoleh.
Mereka pun sampai di depan kamar mereka. Indra membuka pintu dan membawa Zora masuk. Pintu di belakang mereka tertutup dan terkunci secara otomatis. Di dalam Indra membawa Zora ke ran-jang dan...
**********
Di New Zealand sekarang sudah lebih dari jam dua siang mungkin sudah sore. Tyas dan Kaesang sudah pergi ke beberapa tempat wisata yang terkenal di New Zealand, salah satunya adalah Kelly Tarlton's Sea Life Aquarium di Auckland.
Kelly Tarlton's Sea Life Aquarium sendiri adalah sebuah akuarium laut yang menakjubkan di Auckland, New Zealand. Lebih dari sekadar akuarium biasa, tempat ini memadukan pameran kehidupan laut yang beragam dengan terowongan bawah laut yang unik, memungkinkan pengunjung untuk berjalan di antara hiu dan berbagai spesies ikan lainnya.
"Yang," panggil Tyas. Keduanya sedang berada di dalam mobil, hendak menuju ke wishlist mereka selanjutnya yakni Queenstown garden dan Queen street.
Sebelumnya Kaesang sudah memberitahu Tyas kemana mereka akan pergi selanjutnya dan Tyas merasa excited akan hal itu.
"Iya Dear," jawab Kaesang, menoleh ke Tyas.
Tyas melingkarkan tangannya di lengan Kaesang, menyandarkan kepalanya di bahu Kaesang.
"Honeymoon ini adalah yang terbaik Yang. Aku menyukainya, terima kasih," ujar Tyas, senyumnya merekah, penuh syukur dan bahagia.
Tangan Kaesang perlahan terangkat mengusap lembut kepala Tyas. "Untukmu apapun Dear. Apapun," balas Kaesang.
Senyum Tyas semakin merekah, matanya berbinar memandang pemandangan alam New Zealand yang terhampar di luar jendela mobil. Mobil mereka melaju meninggalkan hiruk pikuk kota Auckland, menuju ke arah selatan, menuju pegunungan dan danau yang menawan di Queenstown.
Perjalanan yang cukup panjang, namun Tyas tak merasa bosan. Ada kehangatan yang menyelimuti hatinya, kehangatan yang berasal dari sentuhan lembut Kaesang dan janji-janji terucap maupun tersirat yang mereka bagi selama perjalanan ini.
Ia membayangkan keindahan Queenstown Gardens, taman yang dipenuhi bunga-bunga berwarna-warni dan pepohonan rindang di tepi Danau Wakatipu. Kemudian, Queen Street, dengan pusat perbelanjaan dan restoran-restoran yang menarik.
Bayangan-bayangan itu semakin memperkuat rasa syukurnya akan honeymoon yang luar biasa ini. Ia mendekatkan kepalanya lebih erat ke bahu Kaesang, menikmati kehangatan tubuh suaminya dan bisikan angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya.
"Aku mencintaimu, Yang," bisik Tyas, suaranya hampir tak terdengar namun begitu dalam. Kaesang hanya tersenyum, tangannya tetap setia mengusap lembut rambut Tyas, sampai akhirnya mereka tiba di Queenstown Garden.
Mobil mereka berhenti di area parkir Queenstown Garden. Tyas segera membuka pintu mobil dan keluar, matanya berbinar-binar melihat taman yang indah di hadapannya. Bunga-bunga aneka warna bermekaran dengan cantik, menghiasi taman yang luas dan hijau. Pohon-pohon rindang menjulang tinggi, menciptakan suasana teduh dan nyaman. Danau Wakatipu yang biru berkilauan terbentang di kejauhan, menambah keindahan pemandangan.
"Wow, Yang lihat deh, cantik banget!" kata Tyas, takjub. Ia menarik tangan Kaesang untuk berjalan-jalan di taman. Mereka melewati jalan setapak yang dihiasi batu-batu kecil, menelusuri taman yang penuh dengan bunga-bunga cantik dan pepohonan rindang.
"Kamu suka, Dear?" tanya Kaesang, tersenyum melihat Tyas yang begitu antusias.
"Suka banget, Yang. Ini lebih indah dari yang kubayangkan," jawab Tyas, matanya berbinar-binar. Ia menunjuk ke arah sebuah air mancur yang menjulang tinggi di tengah taman. "Lihat, Yang Air mancurnya cantik banget."
Kaesang mengangguk, "Ya, emang cantik. New Zealand memang terkenal dengan alamnya yang menakjubkan, dan sekarang kita merasakan sendiri keindahannya."
Tyas mengangguk setuju. Ia mendekatkan diri ke Kaesang, tangannya melingkar di lengan Kaesang. "Aku seneng banget kita bisa menghabiskan waktu bersama di sini, Yang. Honeymoon ini sungguh luar biasa."
"Aku juga, Dear. Aku senang bisa membuatmu bahagia," jawab Kaesang, matanya menatap Tyas penuh kasih sayang.
Tyas menarik napas dalam-dalam, menghirup udara segar yang bercampur dengan aroma bunga-bunga. "Aku pengen berfoto di sini, Yang," katanya, menunjuk ke arah sebuah gazebo kecil yang berdiri di tepi danau. Gazebo itu dihiasi tanaman rambat yang menjuntai dan tampak sangat romantis.
Kaesang tersenyum, "Hmm, oke, ayo kita foto di sana, Dear." Ia meraih ponselnya dan meminta Tyas untuk berpose di depan gazebo. Tyas tertawa, matanya berbinar-binar.
Ia berpose dengan berbagai gaya, kadang-kadang menggandeng tangan Kaesang, kadang-kadang berpegangan pada tiang gazebo, dan kadang-kadang hanya tersenyum manis ke arah kamera.
Kaesang mengambil beberapa foto, mengabadikan momen bahagia mereka di Queenstown Gardens. Setelah selesai berfoto, mereka melanjutkan jalan-jalan di taman. Mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang berkelok-kelok, menikmati pemandangan danau yang indah dan pepohonan rindang yang menjulang tinggi.
"Yang, aku pengen naik gondola," kata Tyas tiba-tiba. Ia menunjuk ke arah gondola yang terlihat dari kejauhan. Gondola itu tampak seperti kereta gantung yang membawa pengunjung ke puncak bukit untuk menikmati pemandangan Queenstown dari atas.
Kaesang mengangguk, "Oke, Dear. Kita naik gondola nanti. Tapi sekarang kita jalan-jalan dulu, ya." Ia menggenggam tangan Tyas dan mereka terus berjalan menyusuri taman.
Tyas merasa sangat bahagia. Honeymoon ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Ia bersyukur memiliki Kaesang, pria yang selalu membuatnya bahagia.
Bersambung ...