zayn malik seorang mahasiswa di salah satu universitas ternama di kota bandung . lelaki yg kerap di panggil malik itu harus menikahi seorang gadis SMA yg masih suka main-main dan sulit di atur.
kalau bukan karena permintaan terakhir Sang ayah , gadis yg bernama zahartunnissa tidak akan menerima perjodohan dengan seorang lelaki yg tidak ia sukai.
akan kah keduanya sama-sama bertahan atas pernikahan ini?
gimana cerita selanjutnya? yuk baca kisah nya di novel ku ini ya, selamat membaca 🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Masrifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 16
Malik pun beranjak dari duduknya untuk kembali menemui zahra dan keluarganya. Rival mengekor malik karena memang ia juga ingin tahu kondisi zahra dan melihatnya secara langsung.
"Zahra" Rival bergeming di tempat melihat kondisi Zahra dengan kepala yang di perban dan luka di bagian pipinya.
Malik berbisik pada zafar.
" Pah, bisa bawa mamah sama ibu pergi dulu. Ibu juga lemes banget, beliin makanan, biar zahra, malik sama rival aja yang jaga dulu. Kita gantian".
Zafar mengangguk, ia pun mengajak aisyah dan elsa untuk mengisi tenaganya dulu, mengingat aisyah juga belum makan dari pagi.
" Makasih ya, nak. Udah bawa zahra ke rumah sakit " Ucap elsa pada rival.
" Sama-sama bu. Tapi maaf saya engga bisa jaga zahra pas ada gempa, saya di suruh bawa obat asma yang biasa zahra minum sekalian belikan zahra makanan karna katanya zahra belum makan. Tapi saya engga kesini lagi karena kluarga saya engga bisa di hubungi, jadi saya pulang terlebih dahulu".
Mendengar ucapan rival malik baru ingat saat pergi dari rumah, ia pergi tanpa memasak sarapan dulu untuk zahra sementara dirinya sarapan di warung bi ijah. Dan stok telur dan mie instan habis di rumah, zahra pasti takut kalau menggoreng daging ayam karena belum di ajarkan oleh malik.
" Engga apa-apa, kamu udah antar zahra kesini aja, ibu udah bersyukur banget"
" Bu, ibu pergi sama ayah dan mamah aja, makan dulu biar ibu engga sakit, zahra biar malik sama rival yang jaga"
Elsa akhirnya mengangguk, aisyah memegang lengan elsa dan membawanya pergi. Malik tidak mau elsa banyak mengobrol dengan rival, takut pernikahan dirinya tidak sengaja di bahas.
Apalagi yang elsa tahu, rival hanya sekedar teman, tidak lebih.
Rival duduk di kursi dan melihat wajah zahra. Perasaan bersalah menyerang diri nya, andai mungkin ia bisa membantu perawat mengeluarkan zahra dari rumah sakit sebelum rival pulang mengecek kondisi keluarganya.
" Keluarga lo baik-baik aja? " Tanya malik
Rival mengangguk.
" Keluarga gue selamat semua kak. Oh iya kak... " Rival mengeluarkan Ponsel di saku celananya.
" Ini hp zahra, dari kemarin gue yang megang"
Rival memberikanya pada malik, malik mengambilnya.
" Thanks"
Mata zahra perlahan terbuka, ia meringis kesakitan memegang kepalanya.
"Zahra"
" Zahra"
Ucap malik dan rival bersamaan, kompak berdiri dari duduknya, melihat Zahra yang baru sadar.
" Kak malik, rival... " Ucap Zahra dengan lemah
" Kalian ada di sini"
Zahra berusaha untuk duduk dan malik pun membantu gadis itu.
Zahra menyipitkan mata melihat malik di sampingnya.
" Kak malik engga jadi ke gunung? "
" Gue pulang lagi, zahra.pas denger ada gempa".
" Oh... "
Kemudian zahra melirik rival.
" Rival engga pulang ke rumah? "
"Aku tadi pulang ke rumah zahra, tapi keluarga ku baik-baik aja ko"
" Ibu... "
" Ibu lagi di ajak makan sama papah, tadi ada di sini ko, nangis nungguin kamu bangun".
Zahra menghembuskan nafas.
" Pasti ibu khawatir banget"
"Zahra kan udah sadar, mendingan lo pulang dulu, orang tua lo pasti khawatir" Ucap malik pada rival.
" Engga, kak. Gue udah izin dulu sama mereka tadi. "
" Ya tetap aja, engga baik ngutamain orang lain dan jauh dari keluarga di saat kaya gini. Keluarga lo pasti khawatir kalau lo terus di luar"
Sebenarnya malik tidak suka dengan kehadiran rival.
"Kak malik benar, val. Kamu pulang aja, aku di sini udah ada ibu sama keluarga kak malik. Aku udah ada yang jaga, tenang aja val".
Rival melirik bergantian malik dan zahra lalu menganggukan kepala dengan berat hati padahal rival masih ingin menemani zahra.
" Ya udah, kalau gitu aku pulang dulu ya, zahra".
Zahra mengangguk.
"Hati-hati di jalan"
Rival mengangguk.
"Cepat sembuh ya"
" Duluan kak. " Pamitnya pada malik, Malik menjawab dengan anggukan kepala.
Setelah kepergian rival, tinggal mereka berdua yang kini saling diam.
Malik memecahkan keheningan dengan meminta maaf.
"Maaf, gue ninggalin lo"
" Engga apa-apa, kak".
" Gue engga seharusnya kekanak-kanakan kaya gini, zahra. Hanya karena gue marah sama lo yang ngebela rival terus, gue pergi tanpa izin dari lo"
" Engga kak, lo ga salah. Engga usah bahas itu lagi "
Suasana kembali hening, zahra mengedarkan pandangannya melihat pasien yang lain, banyak dari mereka yang lukanya lebih parah dan sedang di obati, banyak dari mereka yang menangis kesakitan juga.
"Luka gue engga separah mereka ternyata" Ucap zahra sambil meraba perban di kepalanya.
" Ya, syukurlah" Sahut malik.
" Tapi rumah kak... "
"Engga usah mikirin rumah, kita nanti bisa tinggal di rumah ibu atau di rumah orang tua gue dulu. Rumah mereka masih aman"
Zahra langsung menggeleng.
" Engga kak, gue engga mau tinggal di rumah ibu"
" Kenapa? " Tanya malik heran sebab dari kemarin zahra terus menolak malik hendak mengantarkan gadis itu pulang ke rumah elsa sebelum ia berangkat ke gunung.
" Trauma gue kak. Engga ada lagi ayah kalau gue pulang ke rumah itu".zahra menunduk dengan wajah sendu.
Nafas malik seakan tercekik mendengar nya, kemarin ia pikir zahra sulit di atur ketika ia Menyuruhnya menginap di rumah elsa. Malik tidak tahu jika zahra trauma akan rumah itu. Malik pikir zahra sudah ikhlas dengan kepergian Adit.
Zahra masih trauma dan malik merasa sangat jahat karena meninggalkan gadis itu.
" Zahra, gue benar-benar minta maaf, gue sampai engga tahu kalau lo masih trauma karena kepergian ayah adit. Tapi gue malah ninggalin lo sendirian di rumah".
Zahra kembali melirik malik.
"Gue udah bilang, bukan salah lo, berhenti minta maaf. "
***
Semua pasien kembali di masukan ke ruangan setelah berjam-jam berada di luar. Pihak BMKG sudah memastikan tidak adanya gempa susulan.
Zahra sudah bersama meli, aisyah dan zafar. Gadis itu tengah makan di suapin ibunya. Sementara malik duduk di samping zahra.
" Kalau belum mau pulang ke rumah ibu, pulanglah ke rumah mama aisyah" Ucap elsa ketika mendengar langsung dari malik bahwa zahra trauma akan rumah ayah nya.
"Iya, bu. Maaf... "
"Zahra, maafin malik yang belum dewasa mengurus pernikahan kalian, malik juga pasti lagi belajar jadi suami yang baik. Kalian ini cuman kurang komunikasi aja" Ucap zafar.
Malik mengatakan kepada zafar jika dirinya sempat bertengkar dengan zahra dan pergi ke gunung gede untuk menenangkan diri. Tapi malik tidak mengatakan alasan mereka bertengkar, tidak mungkin mengatakannya karena rival.
Zahra mengangguk.
"Engga apa-apa pah. Salah zahra juga".
Sahut gadis itu seraya melirik malik yang hanya menunduk sedari tadi.
Malik menatap gadis itu ketika zahra mengatakan dirinya bersalah.
" Ya sudah, kalian sudah baikan, kan? " Tanya aisyah yang di jawab anggukan dari keduanya.