Baca aja 👊😑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rendi 20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kirana sakit, Candra khawatir
.
Dua jam berlalu. Setelah menyelesaikan urusannya di dalam kamar mandi. Candra pun keluar dari dalam kamar mandi tersebut dengan hanya menggunakan handuk sepinggang saja.
Pandangan Candra langsung tertuju pada Kirana yang sedang duduk di tepi kasur.
"Haciuhh!"
Deg ....
Jantung Candra seketika berdegup dengan kencang bukan main ketika melihat Kirana yang tiba-tiba bersin. Candra pun segera menghampiri gadis kota itu dengan penuh kekhawatiran.
"Panas," pekik Candra ketika menyentuh kening Kirana. Kirana pun hanya bisa terdiam sembari memeluk tubuhnya sendiri yang terasa dingin dan menggigil.
"Kamu terkena demam karena hujan tadi, Kirana. Berbaringlah!" titah Candra.
Kirana pun menganggukan kepalanya, lalu mulai berbaring di atas kasur tersebut.
"Kamu tunggu di sini," ujar Candra sembari berjalan ke arah lemari lalu mulai menggunakan pakaian.
"Kamu mau ke mana?" tanya Kirana sedikit lemas.
"Aku mau keluar mencari obat!" jawab Candra terlihat fokus memakai pakaiannya.
"Tapi di luar masih hujan!" sungut Kirana.
"Tidakpapa. Tubuhku sudah terbiasa terkena hujan! Jadi aku tidak akan sakit sepertimu," ujar Candra yang membuat Kirana langsung mencurutkan bibirnya ke depan.
"Jangan membuka pintu sebelum aku kembali, mengerti?" Kirana menganggukan kepalanya dengan lesu sebagai pertanda mengerti dengan ucapan Candra itu.
Setelah berpakaian, Candra pun keluar dari rumah pohon itu dan mulai mencari tanaman herbal yang dapat membuat demam Kirana menurun.
Hujan lebat dan angin yang begitu kencang rela Candra terobos demi mendapat obat untuk kesembuhan Kirana.
Beberapa menit kemudian. Candra kembali ke rumah pohon dengan kondisi yang basah kuyup, kedua tangannya membawa beberapa daun herbal dan buah-buahan untuk Kirana.
Setelah mengganti pakaiannya lagi. Daun yang biasa disebut daun sage itu segera direbus di atas perapian kayu hingga daunnya layu dan air rebusannya jadi berwarna hijau pekat.
"Minum lah ini!" Candra memberikan segelas air rebusan daun itu pada Kirana. Ketika Kirana memegangnya, Kirana langsung meringis dan menarik tangannya kembali karena gelas tersebut terasa panas akibat air rebusannya yang baru keluar dari perapian.
"Panas, Candra," lirih Kirana.
Mau tidak mau Candra harus turun tangan untuk menyuapi Kirana.
"Uhukk-! Uhukk-! Pahit!" pekik Kirana hampir muntah setelah meminum setengah air hijau itu.
"Belum habis, ayo diminum lagi!" tegas Candra hendak kembali menyuapi Kirana tetapi Kirana langsung menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat.
"Nggak mau! Rasanya pahit!" tolak Kirana. Mendengar hal itu, Candra pun langsung menatap Kirana dengan tatapan yang sangat tajam.
"Minum!" tegas Candra.
"Tapi ini pahit, Candra!" rengek Kirana dengan mata berkaca-kaca.
"Minum, Kirana!!" Candra semakin menatap Kirana dengan sangat tajam yang membuat gadis itu mulai ketakutan dan langsung meminum air hijau itu dengan sangat terpaksa sampai habis.
Kirana hampir memuntahkan air hijau itu kembali karena rasanya sangat pahit, untung saja ia masih bisa menahannya.
Candra mengambil buah apel yang ia bawa dari luar. Ia mengupas buah apel itu secara telaten dan membelanya jadi beberapa bagian.
"Makan ini!" Candra mulai menyuapi buah apel tersebut ke mulut Kirana. Kirana pun hanya bisa pasrah dan menerima setiap suapan yang diberikan pria itu ke padanya.
Tanpa sadar ada sesuatu yang mengusik hati Kirana. Entah mengapa ia begitu nyaman ketika Candra memperdulikannya seperti ini. Sepertinya hati Kirana mulai terbuka untuk pria itu.
"Hujan semakin lebat, Kirana. Mungkin hujan ini tidak akan berhenti sampai besok," ucap Candra yang membuat Kirana langsung terkejut ketika mendengarnya.
"Apa?!" Karena terkejut, mulut Kirana langsung menganga. Melihat itu, Candra kembali memasukkan buah apel ke dalam mulutnya.
"Jadi kita akan terjebak di rumah pohon ini sampai besok pagi tiba?" pekik Kirana sembari mengunyah.
Candra pun menganggukan kepalanya untuk menanggapi pertanyaan gadis kota itu. "Mau tidak mau kita harus bermalam di sini."
Bersambung.
Kok aneh menitipkan anak di rumah orang lain. Lebih wajar kalau ke rumah Kekek-neneknya atau paman-bibinya. Setidaknya ada hubungan kerabat.
Apalagi anak gadis.