Pernikahan yang didasari sebuah syarat, keterpaksaan dan tanpa cinta, membuat Azzura Zahra menjadi pelampiasan kekejaman sang suami yang tak berperasaan. Bahkan dengan teganya sering membawa sang kekasih ke rumah mereka hanya untuk menyakiti perasaannya.
Bukan cuma sakit fisik tapi juga psikis hingga Azzura berada di titik yang membuatnya benar-benar lelah dan menyerah lalu memilih menjauh dari kehidupan Close. Di saat Azzura sudah menjauh dan tidak berada di sisi Close, barulah Close menyadari betapa berartinya dan pentingnya Azzura dalam kehidupannya.
Karena merasakan penyesalan yang begitu mendalam, akhirnya Close mencari keberadaan Azzura dan ingin menebus semua kesalahannya pada Azzura.
"Apa kamu pernah melihat retaknya sebuah kaca lalu pecah? Kaca itu memang masih bisa di satukan lagi. Tapi tetap saja sudah tidak sempurna bahkan masih terlihat goresan retaknya. Seperti itu lah diriku sekarang. Aku sudah memaafkan, tapi tetap saja goresan luka itu tetap membekas." Azzura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. RSK
Di pertengahan jalan, Azzura meminta sang suami untuk berhenti.
"Berhenti di sini. Aku naik angkot saja," pinta Azzura tanpa menoleh sedikit pun.
Close melirik sekilas. Namun, tak menghiraukan permintaan Azzura. Ia tetap melajukan mobilnya.
"Aku bilang berhenti!" desak Azzura sekaligus merasa geram. Azzura melepas seat belt lalu membuka pintu mobil tanpa memperdulikan keselamatannya.
Sontak saja ulah gadis itu membuat Close panik. Dengan spontan, ia mengerem mendadak.
"Apa kamu sudah gila, hah!!" bentak Close.
"Ya! Aku memang sudah gila, kenapa?!" balas Azzura tak kalah kesal. Ia segera keluar dari mobil itu, kemudian berjalan berlawanan arah.
"Azzura!! panggil Close sekaligus memundurkan mobilnya. Namun, gadis itu tak peduli. Azzura malah menahan sebuah angkot yang sedang melaju.
Tak ingin Close memaksanya lagi, Azzura cepat-cepat masuk ke dalam angkot lalu meminta pak supir melanjutkan perjalanan.
Close tertunduk lesu ketika angkot yang ditumpangi Azzura melaju meninggalkan tempat itu. Bayangan wajah gadis itu ketika menangis dalam pelukan sang Momy, kembali bermain di mata.
"Dia bisa saja menceritakan semua perbuatan KDRT yang aku lakukan pada Momy dan daddy. Bahkan dia bisa menyangkal jika dia dirinya itu nggak mandul," gumam Close merasa bersalah.
Close kembali melanjutkan perjalanan menuju kediamannya sehingga tiba di tempat itu.
Sesaat setelah berada di dalam rumah, ia memilih duduk di sofa ruang tamu sembari memindai ruangan itu.
"Sepi banget," ucapnya seraya beranjak lalu menuju dapur.
Langkahnya terhenti ketika ekor matanya tertuju ke meja makan.
"Apa selama enam bulan terakhir, dia hanya makan di luar? Lalu bagaimana dengan kebutuhannya yang lain? Apa karena itu, dia bekerja lembur untuk menambah uang penghasilanya?"
Close bertanya-tanya sembari memandangi uang yang tiap hari ia tambah nominalnya. Namun, uang itu tak pernah berkurang bahkan posisi letaknya masih tetap sama, begitu pun dengan kedua kartu itu.
Sekelumit ingatannya kembali berputar enam bulan yang lalu. Dengan teganya menyiram Azzura dengan kopi lalu menghambur semua makanan di atas meja waktu itu.
Dengan percaya diri mengatakan tak akan pernah mau menyentuh atau mencicipi masakan olahan dari tangan istrinya.
Close lanjut melangkah kemudian berhenti tepat di depan pintu kamar Azzura. Seketika ia teringat kala sang istri melarangnya masuk ke dalam kamar itu.
"Azzura," ucapnya dengan lirih. Menatap nanar pintu kamar itu.
Ia memegang handle pintu kemudian memutarnya. Seketika keningnya berkerut tipis karena benda itu tak terkunci.
"Tumben nggak terkunci, apa dia lupa?" tebak Close. Tebakannya benar karena kunci kamar Azzura masih tertancap di belakang kuncian pintu.
Tanpa pikir panjang disertai rasa penasaran, Close langsung masuk ke dalam ruangan sempit itu.
Ia memindai seisi kamar Azzura yang terlihat rapi, bersih juga wangi. Saat menatap kasur lipat tipis yang tergulung rapi, ia langsung merasa bersalah. Karena kasur itu sangat jauh berbeda dengan miliknya.
"Azzura,” ucap Close nyaris tak terdengar. Ia lalu memandangi rak serbaguna di mana semua benda milik istrinya tertata rapi di sana. "Rapi banget."
Close kemudian berjongkok. Meraih frame foto di mana Azzura terlihat bersama dengan kedua orang tua serta sahabatnya.
satu hal yang baru ia sadari, ketika ia menikahi Azzura, kedua orang tua gadis itu tak terlihat hadir. Bahkan yang menjadi walinya kala itu adalah daddy-nya sendiri.
"Lalu, di mana orang tuanya? Kenapa mereka nggak hadir ketika kami menikah? Sampai detik ini pun, aku belum pernah bertemu dengan mereka," gumam Close lalu meletakkan kembali frame itu di tempat asalnya.
Ia kembali teringat saat mendatangi Azzura kala itu. Kedua orang tuanya tak kelihatan.
"Sebenarnya ke mana orang tuanya? Malam itu saat aku ke rumahnya, dia hanya sendiri?"
Setelah puas mengamati kamar itu, Close beranjak. Ia mengernyit ketika mendapati setelan piyama celana pendek tergantung di belakang pintu kamar.
"Seperti apa dirinya jika mengenakan piyama ini? Seputih apa kulitnya dan bagaimana bentuk serta model rambutnya? Apakah panjang atau pendek? Belum pernah sekalipun aku melihatnya mengenakan baju seperti ini di rumah." Close penasaran.
Setelah itu, ia meninggalkan kamar Azzura kemudian lanjut ke kamarnya. Sesaat setelah berada di dalam kamar, Close langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang sekaligus berpikir.
Tak lama berselang, ia kembali merubah posisinya menjadi duduk. Membuka laci nakas lalu meraih surat perjanjian perceraian serta cek kosong yang disimpannya.
Close menatap nanar kedua lembaran itu. Entah mengapa tiba-tiba saja ia merasa takut jika Azzura akan menandatangani surat perceraian itu. Apalagi saat melihatnya menangis bahkan sudah siap bercerai darinya.
"Nggak, nggak ini nggak boleh terjadi." Close merasa gusar.
Ia kembali menyimpan lembaran itu di dalam laci dan tak sengaja melihat cincin nikahnya. Benda yang ia lepas dari jari manisnya enam bulan yang lalu.
Ia pun meraih cincin itu lalu kembali melingkarkan di jari manisnya lalu berkata lirih, "Aku ingin memperbaiki hubungan pernikahan ini mulai dari nol."
Bukan tanpa alasan, mengingat istrinya itu semakin dekat dengan Yoga, ia seakan tak rela. Beberapa kali ia memergoki Azzura berjalan bersama pria itu meski bukan berdua melainkan bersama sahabatnya Nanda juga Radit.
"Sial!!! Bukan nggak mungkin kan, Yoga dan Azzura bisa menjalin hubungan lebih serius jika mereka terus-terusan bersama!” umpat Close kesal.
Close terdiam sejenak lalu meraih rokok juga pemantiknya. Setelah membakar benda itu, ia menyesapnya dalam-dalam.
"Sepertinya aku harus mencari tahu tentang Azzura juga keluarganya dari sahabatnya itu," pikirnya sembari menatap cincin nikah yang kini kembali melingkar di jari manisnya.
Sedetik kemudian, Close meraih ponsel ingin menghubungi Azzura. Namun, ia baru sadar karena keduanya tak pernah bertukar nomor ponsel.
"Ahh, sial!!" umpat Close dengan perasaan dongkol. "Sebenarnya dia mau ke mana tadi? Apa dia pulang ke rumahnya? Sebaiknya aku menyusul ke sana saja."
Besar harapan Clos jika Azzura sedang berada di rumah gadis itu.
...****************...
Jangan lupa masukkan sebagai favorit ya 🙏 Bantu like dan vote setidaknya readers terkasih telah membantu ikut mempromosikan karya author. Terima kasih ... 🙏☺️😘