Demi menyelamatkan perekonomian keluarganya, Herlina terpaksa menikah dengan Harlord, seorang CEO muda yang tampan, namun terkenal dengan sifat dingin dan kejam tanpa belas kasihan terhadap lawannya.
Meski sudah menikah, Herlina tidak bisa melupakan perasaannya kepada George, kekasih yang telah ia cintai sejak masa SMA.
Namun, seiring berjalannya waktu, Herlina mulai terombang-ambing antara perasaan cintanya yang mendalam kepada George dan godaan yang semakin kuat dari suaminya.
Harlord, dengan segala daya tariknya, berhasil menggoyahkan pertahanan cinta Herlina.
Ciuman Harlord yang penuh desakan membuat Herlina merasakan sensasi yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
"Entah kenapa aku tidak bisa menolaknya?" Herlina terperangah dengan perasaannya sendiri. Tanpa sadar, ia mulai menyerahkan diri kepada suami yang selalu ia anggap dingin dan tidak berperasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noona Y, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Pagi itu, seperti biasa, Herlina duduk termenung diatas ranjang di kamarnya, matanya memandang kosong keluar jendela yang sudah dipaku sang ayah.
Sejak kedua orangtuanya memaksa Herlina menerima lamaran Harlord, hari-harinya tidak lagi sebebas dulu, Herlina jadi merasa terpenjara di dalam rumahnya sendiri.
Wajah kecewa George yang dilihatnya diatas panggung, terus muncul dalam pikirannya. Menjadikan semuanya jadi terasa lebih berat. Setelah makan malam kemarin, ayahnya kembali mengancamnya. "Segera akhiri hubungan mu dengan George, ayah tidak mau lagi dengar kamu menyebut dia sebagai kekasihmu!" ucap Herman dengan suara keras yang menggema di seluruh rumah.
Karena kejadian semalam ia menangis dari malam hingga pagi dini hari, saat bangun Herlina terus termenung di tepi ranjang dengan mata sembab, Herlina sangat berharap bisa kabur sebelum hari pernikahan paksanya terjadi.
"Tapi bagaimana caranya aku kabur! Jendela kamarku di paku, pintu rumah juga selalu di kunci oleh mama!" rengek Herlina menggerutu.
"Aku harap George mau menemui ku..." lirihnya dengan tatapan sendu.
Meski tahu kalau ia dilarang menemui George, Herlina harus tetap menemui George sekali lagi. Mereka harus berbicara, harus segera mencari cara supaya bisa tetap bersama walaupun ditentang oleh ayah dan ibunya.
.
.
Saat matahari mulai merangkak naik, Herlina mendengar suara klakson motor yang tidak asing di telinganya.
Tin... Tin!!
Tiba-tiba muncul suara klakson motor yang tidaklah asing. Itu suara George.
Tentu saja Herlina langsung berlari keluar kamar, ia tahu persis siapa yang datang mengunjunginya.
"George!!" teriak Herlina sambil menuruni anak tangga.
Namun, langkahnya terhenti saat akan menuju pintu keluar. Karena pintunya terkunci dan ayah ibunya pasti sedang mengawasinya.
Herlina segera membuka gorden jendela dan melambaikan tangan pada George dari dalam rumah, George pun melihatnya dan langsung tersenyum, meski ada rasa cemas yang jelas terlihat di wajahnya. Pasti takut diusir lagi seperti waktu itu.
Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki ayahnya yang menghampiri Herlina. Herman berdiri dengan ekspresi marah yang sudah biasa terlihat jelas dari sorot matanya.
“Berani sekali dia datang lagi kesini! Kali ini bukan hanya sepatu yang akan melayang ke wajahnya, tongkat bisbol juga akan menyentuh tubuhnya!” ucap Herman dengan suara berat, menatap putrinya tajam.
Perkataan ayahnya membuat Herlina takut George akan terluka. “Kumohon Pa-, biarkan aku dan George bertemu untuk terakhir kalinya!"
“Tidak akan, Herlina! Aku sudah melarangnya datang kesini! Kenapa juga dia masih berani datang kemari, bahkan setelah tahu kamu sudah punya calon suami!” teriak Herman.
Herlina menggigit bibirnya, menahan tangis. “Pa! George selalu baik padaku. Dia sangat mencintaiku. Kenapa papa tidak bisa mengerti kebahagiaan ku! Aku sama sekali tidak mau menikah dengan Harlord!”
Herman menggelengkan kepala. “Tidak akan! Pria seperti George hanya akan akan mengacaukan hidupmu. Jangan keras kepala Nak! Kami memaksamu, itu semua demi kebaikanmu dimasa depan!”
Mendengar ucapan tegas sang ayah, Herlina langsung menangis keras sampai terduduk dilantai, Liana yang melihat menghampiri mereka.
"Sayang, jangan terlalu keras padanya, ijinkan Herlina menemui George sebentar, biarkan dia mengakhiri hubungan mereka.” ucap Liana dengan lembut.
Herman berpikir sejenak, sebenarnya ia sendiri tak tega melihat putrinya menangis dari tadi, suara tangisnya penuh kesedihan seolah-olah dunia sekitarnya akan segera hancur.
Sambil menghela nafas panjang, akhirnya Herman mengijinkan. "Baiklah papa berikan kamu waktu bicara dengannya, hanya 5 menit tidak boleh lebih!" ucap Herman, lalu membukakan pintu dengan kunci yang ia ambil dari saku celananya.
Herlina pun berdiri dan segera berlari keluar sambil menangis, ingin sekali ia memeluk George. Tapi ada ayahnya yang mengikutinya di belakang. Jadi Herlina hanya bisa memandangi George dengan dada yang terasa sesak.
"Maafkan aku George... Hiks.. Hiks, maafkan aku yang harus terpaksa mengakhiri hubungan kita dengan cara seperti ini, tidak ada yang bisa kulakukan karena ini semua keinginan kedua orangtuaku." ucap Herlina berlinang air mata.
Mendengar itu, George pun ikut menangis, "Aku mengerti cintaku. Aku tahu kamu tidak menginginkan ini semua terjadi pada kita. Tapi aku akan selalu mencintaimu. Walaupun kamu akan dimiliki oleh pria lain yang lebih tampan dan mapan dariku," ucap George suaranya bergetar karena kesedihan yang mendalam.
"Satu menit lagi!" Herman menatap mereka berdua sambil memperlihatkan jarum jam di jam tangan rolex nya.
"George percayalah apapun yang terjadi, aku akan selalu mencintaimu, sampai kapanpun! Walaupun harus menjadi milik pria lain!" ucap Herlina menatap lekat wajah George yang nampak sedih seperti dirinya.
Mendengar ucapan itu, George pun tidak dapat menahan rasa sedih, cairan bening terus keluar dari sudut kedua mata, ia jadi menangis keras, Herlina pun ikut menangis keras. Tangisan kedua sejoli yang akan berpisah ini sampai menarik perhatian para tetangga dan orang-orang yang kebetulan sedang lewat di sekitar sana.
"Astaga bikin malu..." keluh Liana yang berdiri di depan pintu, memutar malas kedua bola matanya.
"Herlina!! Ayo cepat masuk, sudah lebih dari 5 menit!!" pekik Herman yang tidak ingin putrinya jadi tontonan para tetangga.
Sambil menangis Herlina menuruti ucapan ayahnya, namun sebelum berlalu ia nekad menggenggam kedua tangan George erat, guna menyelipkan secarik kertas yang ia lipat kecil.
Herman sangat geram melihat tindakan putrinya yang nekad menggenggam tangan George, ia pun menarik kasar satu lengan Herlina.
Sambil di seret masuk kedalam rumah, Herlina menatap kekasihnya yang masih berdiri disana. "Maafkan aku George..." ucapnya lirih, sembari berbalik dan masuk ke dalam rumah.
Blam!!
Pintu rumah ditutup kencang.
George masih berdiri disana. Sejenak ia melihat dulu isi kertas kecil yang ditinggalkan Herlina kepadanya tadi.
"George aku harap kamu mau membawaku pergi bersamamu sebelum aku resmi menikah dengan pria pilihan orangtuaku..." tulisnya dalam secarik kertas itu.
Walupun sukar hal itu terjadi, namun Herlina masih berharap George mau membuktikan kesungguhan cinta mereka.
.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
#TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA ❤️❤️❤️
**Jangan lupa meninggalkan jejak kebaikan dengan Like, Subscribe, dan Vote ya...~ biar Author makin semangat menulis cerita ini, bentuk dukungan kalian adalah penyemangat ku...😘😘😘**