Konglomerat Dingin & Istri Polosnya
.
.
Bogor 1982.
Seorang wanita muda cantik duduk sendirian di terminal bus. Rambut keritingnya tertata rapi dengan bando putih. Dress merah polkadot sebetis menonjolkan pinggang rampingnya yang dilingkari ban putih. Aksesoris anting bulat panjang dan sarung tangan putih menambah kesan anggun.
Tidak lama, seorang pria muda datang, ia mengenakan topi kodok, rompi jeans, dan scarf merah yang elegan. Ia mengendarai motor Vespa dengan penuh percaya diri, senyumnya mempesona saat menatap sang kekasih.
"George, aku sudah menunggumu sangat lama," gerutu Herlina dengan wajah cemberut, meletakkan kedua tangannya di pinggang.
"Maaf cintaku, tadi aku harus mengantarkan kue pesanan toko orangtuaku dulu, baru bisa menjemputmu kesini," ujar George, wajahnya memelas, berharap tatapan itu bisa meredakan kemarahan sang kekasih
Herlin memandang George sejenak, matanya yang semula tajam kini mulai melembut. Dengan perlahan, ia mengangguk, meskipun masih ada sedikit rasa kecewa yang mengendap.
Sudah dua tahun lebih mereka menjalin kisah asmara sejak berada di bangku SMA.
Setiap Minggu mereka selalu melakukan rutinitas yang sama, dua hari sekali mereka selalu bertemu di halte bus dekat rumah Herlina. Lalu George menjemputnya dan mereka pergi berkencan di taman kota Bogor.
George membonceng Herlina, mengendarai motor Vespa dengan santai, Herlina duduk menyamping sambil melingkari satu lengannya di pinggang George.
Kadang ia menyandarkan kepalanya pada punggung George, menunjukan rasa bahagia saat dibonceng kekasihnya.
Sesampai di taman kota, mereka membeli es krim dan duduk di dekat air mancur, menikmati suasana yang tenang.
Tak lama kemudian, para teman grup musik George datang, membawa alat-alat musik dan mulai berlatih menyanyi bersama. Herlina, duduk dengan setia, menikmati momen itu sambil memandang kekasihnya yang sibuk berlatih. Ia merasa bangga melihat George bersama teman-temannya berkumpul, berusaha memperbaiki lagu ciptaan mereka.
Meski tidak ikut bernyanyi, Herlina merasa bahagia bisa berada di sana, mendukung sang kekasih dalam setiap langkah menuju kesuksesan.
Hingga tak terasa tiba-tiba langit berubah menjadi senja. George pun pamit pada teman-temannya, dan langsung mengantarkan Herlina pulang ke rumah orangtuanya.
...*****...
Kediaman rumah orangtua Herlina.
"Papa, Mama, Herlina pulang," serunya saat memasuki ruang tamu.
Seperti biasanya, George pun duduk dahulu di ruang tamu, sebelum pamit pulang ia ingin menyapa kedua orangtua Herlina.
"Ekhem!!" Herman muncul dengan wajah galak, memicingkan kedua mata ke arah pria muda yang sedang duduk di ruang tamu.
"Eh, Om. Ha—halo, Om. Sore...," sapa George tergagap, seluruh tubuhnya dibuat merinding oleh tatapan permusuhan dari Herman.
Herman menghempaskan bokongnya ke atas sofa ruang tamu lalu ia bertanya, "Kamu sekarang kerja apa?" tanya Herman ketus.
Sebenarnya ini bukan lah pertemuan pertama mereka, karena Herman sudah mengenal George sejak masih duduk di bangku SMA.
Awalnya Herman tidak masalah dengan hubungan percintaan monyet putrinya ini, karena George juga berasal dari keluarga yang baik dan berkecukupan, namun setelah lulus SMA, pria muda ini tidak punya pekerjaan yang jelas, namun selalu berniat ingin menikahi Herlina.
Enak saja dia bilang mau menikahi Herlina, tapi tidak ada penghasilan tetap, mau dikasih makan apa putriku. Herman menatap sinis, sembari mengumpat dalam hati.
"Ooo... Kalau saya, masih main musik saja Om, seperti biasa saya jadi gitaris band sekaligus vokalis juga, hehehe..." George terkekeh sambil angguk-angguk, menghindar tatapan sinis Herman.
"Hmmp! Apa tidak ada kerjaan yang lain selain melakukan hobi di jalanan!?" ejek Herman mencemooh.
"Ta.. Tapi kadang saya juga bantu ibu saya berjualan di toko kue dekat pasar." tambah George sembari membasuh keringat yang bercucuran.
"Pa! Jangan galak-galak sama George, saat ini George tengah sibuk mempersiapkan album musik loh. Kalau berhasil sukses dipasaran, George janji akan melamar Herlina secepatnya." sela Herlina, yang datang sambil membawakan nampan minuman.
"Hah..." George menghela nafas lega melihat kedatangan sang pacar yang membela dirinya.
"Sayang, minum lah dulu, kamu pasti haus." Herlina tersenyum lembut sambil menyodorkan segelas air lemon kepada kekasihnya. George menerima gelas itu dengan senyum bahagia dan meminumnya.
Herman mencibir jijik, tidak suka melihat keakraban mereka. "Tidak peduli apapun alasannya! Papa minta kalian putus sekarang juga. Hubungan kalian tidak ada masa depan," bentak Herman dengan nada tinggi.
Herlina dan George terdiam kaku, terkejut oleh kemarahan Herman yang tiba-tiba meledak. Suasana yang sebelumnya hangat dan santai berubah menjadi mencekam.
Semua mata tertuju pada Herman, yang berdiri di tengah ruang tamu dengan wajah memerah, seakan amarahnya tidak bisa lagi ditahan.
.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
#TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA ❤️❤️❤️
**Jangan lupa meninggalkan jejak kebaikan dengan Like, Subscribe, dan Vote ya...~ biar Author makin semangat menulis cerita ini, bentuk dukungan kalian adalah penyemangat ku...😘😘😘**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
≛⃝⃕|ℙ$ Fahira 𝐸𝓊𝓃𝒳𝒾𝑒💎
baru juga aku mulai baca, eh udah disuguhi sama kata-kata tak sedapnya pak Herman...
kasih kesempatan dulu napa pak, siapa tau di masa depan George akan sukses...
Siang mereka romantis, eh sore harinya dapat kejutan dari pak Herman untuk meminta putus Herlina dengan George🤦🏻♀️
2025-05-06
1
Esthe
dialognya kurang sedikit aja.
-akhiran dialog titik itu mengacu pada dialog berakhir dg diikuti aksi tokoh.
-akhiran koma mengacu pada pembicaraan dialog yg belum usai, biasanya ditandai dgn kata gerutu, hardik, katanya, seru, sahur dll.
jadi,
"George, aku sudah menunggumu sangat lama," gerutu Herlina bla bla bla
2025-05-02
1
Manik🌼
ban putih itu apa/Hunger/
2025-02-27
1