Kecelakaan saat pulang dari rumah sakit membuatnya harus kehilangan suami dan anak yang baru saja di lahirkannya 3 hari yang lalu.
Tapi nasib baik masih berpihak padanya di tengah banyak cobaan yang di dapatkan Ayana.
Bertemu dengan seorang bayi yang juga korban kecelakaan membuatnya kembali bersemangat dalam menjalani hari-hari yang penuh perjuangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
01
Ayana, perempuan muda yang baru menjadi janda karena sang suami meninggal akibat kecelakaan yang mereka alami ketika baru pulang dari puskemas daerah setempat. Sang suami tidak hanya pergi sendiri meninggalkan Ayana, melainkan bersama buah hati mereka yang baru lahir.
Keluarga sang suami yang mata duitan dan tidak menyukai Ayana sejak awal yang hanya seorang perempuan miskin, langsung saja mengusir janda muda itu setelah acara pengajian selesai.
Padahal rumah itu pembelian Ayana bersama suami setelah menikah. Bahkan uang yang di gunakan lebih banyak milik Ayana, itu sebabnya sertifikat atas nama wanita itu.
"Pergi kamu dari rumah ini! Kamu hanya akan membawa sial bagi kami kalau masih tinggal di rumah ini," caci ibu mertua Ayana.
"Tahu tuh, gara-gara dia kita harus kehilangan Mas Nanda," sambung Sinta dengan wajah judesnya.
Sedangkan Rudi suami dari Sinta hanya diam saja menatap apa yang di lakukan istri dan mertuanya.
"Baik, aku akan pergi dari sini," kata Ayana dengan tenang.
Wanita itu memilih pergi saja dari rumah yang menurutnya hanya akan memberikan penderitaan saja. Selama ini ada sang suami yang akan selalu membelanya jika ibu mertua atau adik iparnya itu menyakitinya.
kini Ayana tinggal sendirian dan sudah pasti di jadikan sapi perah oleh mereka jika masih tinggal bersama. Karena sifat dan sikap ibu mertua dan adik iparnya yang sangat sombong dan kejam.
Ayana masuk ke dalam kamarnya lalu membereskan semua pakaiannya dan juga perlengkapan bayinya yang sudah di siapkan. Namun tidak terpakai karena sang pemilik memilih ikut bersama sang ayah.
'Tidak akan ku biarkan kalian menikmati milikku setelah apa yang kalian lakukan padaku' batin Ayana.
Setelah kehilangan suami dan anaknya, Ayana bertekat untuk tidak akan mengalah pada siapa saja yang menindasnya. Ia akan bermain cantik untuk melawan orang yang sudah menghinanya. Termasuk Sinta dan sang ibu sekalipun, karena sang suami sudah tidak ada, Ayana tidak akan lagi menghormati mertuanya jika bersikap di luar batas.
Ayana keluar dari kamar membawa satu tas besar dan satu yang sedang. Satu berisi pakaian dan beberapa barang penting miliknya, satu lagi berisi pakian bayinya.
"Eh eh eh... Mau kamu bawa kemana motor itu? Kamu gk boleh bawa motor itu," larang bu Mina saat melihat Ayana meletakkan kedua tasnya di atas motor.
"Motor ini milikku dan atas namaku pula, kalau kalian mau bayar 10 juta padaku." Ayana menatap bu Mina kesal.
Bagaimana tidak kesal jika satu-satunya motor yang dia punya akan di minta juga.
"Enak saja kamu minta uang sebanyak itu, gak ada. Pokoknya kamu tinggalkan motor itu karena itu milik anakku," kata bu Mina ngotot.
"Dan aku akan melaporkan Ibu pada polisi atas tuduhan perampasan, karena mengambil paksa yang bukan miliknya," tantang Ayana tak takut.
Kedua mata bu Mina dan Sinta meolot tak percaya mendengar apa yang di katakan oleh Ayana. Perempuan yang selalu mereka tindas sesuka hati jika Dimas sang suami pergi bekerja.
Dimas merupakan pria yang baik dan sangat menyayangi istrinya. Itulah sebabnya ketika keluarganya datang dan ingin ikut tinggal bersama, Dimas menjadi sangat waspada karena takut istrinya tidak nyaman. Dimas tahu pasti bagaimana sikap ibu dan adiknya kepada sang istri.
Melarang ibunya tinggal bersama juga tidak mungkin karena rumah peninggalan sang ayah di ambil rentenir. Rumah itu di gadaikan ke pada rentenir untuk membantu suami Sinta membuka usaha. Hal itu di lakukan tanpa sepengetahuan ayah Dimas. Itulah sebabnya sang ayah terkena serangan jantung hingga meninggal saat tiba-tiba rentenir datang dan mengusir mereka.
Rumah di gadaikan bu Mina dan semua uangnya habis di pakai Rudi. Meski sudah memiliki usaha toko sembako dan punya rumah sendiri, Sinta yang malas sejak tokonya berjaya memilih untuk tinggal bersama sang kakak.
Dimas sudah sering mengingatkannya untuk pulang ke rumahnya sendiri dan mengurus keluarganya dengan baik. Tapi Sinta yang keras kepala menolak untuk mendengarkan sang kakak. Apa lagi ada dukungan dari bu Mina yang membuatnya semakin besar kepala saja.
"Heh! Motor itu milik Mas Dimas, jangan di bawa." Sinta mendekati Ayana dengan maksud ingin mencegah.
Ayana yang sudah menebak gerakan Sinta melakukan pencegahan. Sinta di dorong cukup keras hingga mundur kembali.
"Ambil motor Mas Dimas di bengkel, bukankah motor itu di bawa ke sana oleh warga saat itu," ucap Ayana santai sembari menghidupkan mesin motornya.
"Ingatlah satu hal, mengambil sesuatu yang bukan milik kalian gak akan pernah mendatangkan keberkahan apapun. Apa lagi cara kalian mengambilnya dengan memaksa," lanjutnya.
Setelah mengatakan itu, Ayana melajukan motor maticnya meninggalkan rumah yang selalu memberikan kenangan manis dan pahit dalam kehidupan rumah tangganya.
"Kurang ajar sekali dia itu, dia yang melarikan motor milik Mas Dimas, dia pula yang menyumpahi kita," sungut Sinta tidak terima dengan apa yang di katakan Ayana.
"Biar saja dia, yang penting rumah ini menjadi milik kita." Bu Mina tersenyum menang sembari berjalan masuk ke dalam rumah.
Sinta juga menyusul sang ibu masuk dengan bahagia pula, karena orang yang sangat tidak di sukainya sudah pergi.
Ayana sendiri tidak mau ambil pusing dengan rumah itu. Wanita itu mengarahkan motornya ke sebuah rumah yang cukup mewah di daerah komplek sebelah.
"Permisi," ucap Ayana setelah ia turun dari motornya.
"Iya cari siapa?" tanya seorang wanita paruh baya yang berpenampilan glamor.
"Saya ingin bertemu dengan ibu, ada yang ingin saya tawarkan pada ibu." wanita paruh baya itu mengerutkan keningnya, lalu mengangguk.
"Masuklah."
Ayana mengikuti pangkah wanita itu masuk ke dalam rumah.
"Ada perlu apa kamu mencari saya?" tanyanya langsung.
"Bagini bu, saya ingin menjual rumah saya yang ada di komplek sebelah." Ayana mengeluarkan sertifikat rumahnya yang ia ambil dari tas selempangnya yang berukuran sedang.
Wanita paruh baya itu mengambil map di meja lalu membuka dan membacanya.
"Wah, luas juga tanahnya. Rumah kamu yang nomor berapa di komplek itu?" Tanyanya.
Wanita itu tahu betul semua rumah yang ada di daerahnya maupun daerah sebelah. Dirinya seorang rentenir yang selalu berkeliling daerah untuk mengambil uang pinjaman orang-orang padanya.
"Rumah nomor 10b yang warna biru, Bu." wanita itu mengangguk sembari tersenyum puas mendengar perkataan Ayana.
Tentu saja dia merasa puas karena selain lahan yang luas, rumah itu juga cukup bagus dan besar. Dirinya selalu menatap rumah itu penuh minat setiap kali melewati daerah itu.
"Berapa kamu ingin menjualnya?" Tanya wanita paruh baya itu menatap Ayana.
"Saya hanya ingin menambah 10 juta dari uang pembelian awal, yaitu 600 juta. Apa Ibu mau membelinya?" Tanya Ayana was-was.
Wanita paruh baya di depan Ayana tertawa mendengar apa yang di ucapkan Ayana. Membuat janda muda itu heran.
"Apa ada yang salah, Bu?" Herannya.
"Tidak, tidak ada yang salah. Tapi apa boleh saya tahu kenapa kamu menjual rumah itu?" Tanya wanita paruh baya itu penasaran, apa lagi tadi dia sempat melihat di atas motor Ayana ada tas yang kemungkinan berisi pakaian.
"Hah... Suami dan anak saya baru saja meninggal karena kecelakaan yang kami alami sata pulang dari puskesmas setelah saya melahirkan. Ibu mertua saya mengusir saya dari rumah yang saya beli bersama suami saat menikah, rumah itu atas nama saya karena memang uang saya yang paling banyak saat membelinya. Saya hanya ingin realistis saja, Bu. Karena mereka tidak menyukai saya dan mengusir saya, maka mereka juga tidak berhak tinggal di rumah itu."
Sang rentenir mengangguk paham, dia jadi merasa iba mendengar cerita Ayana. Bagaimanapun juga dirinya memiliki anak perempuan, tentu akan sangat menyakitkan jika anaknya mengalami hal yang sama seperti yang di alami perempuan muda di depannya ini.
"Sebentar." wanita itu berdiri lalu pergi masuk ke dalam, beberapa saat kemudian dia keluar lagi membawa sesuatu.
"Tanda tangani di sini sebagai bukti jual beli kita, agar saya juga mudah mengganti nama lahan itu nanti." Ayana menandatangai surat jual beli itu.
"Kamu punya akun Bank?" Ayana mengangguk lalu merekan melakukan transaksi melalui transfer.