“Regina Meizura Carlton sebenarnya sudah mati. Namun, tuhan memberikannya kesempatan kedua untuk membalas dendam*
Bagaimana rasanya dikhianati oleh suami, adik, ibu tiri dan juga ayah yang selalu memihak pada mereka. Hingga kematian merenggut Regina dan kesempatan kedua kali ini dia tidak akan melewatkan kasih sayang dari Axel Witsel Witzelm.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aleena Marsainta Sunting, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Baru
Aku mendekati kerumunan itu. Kulihat Minna sedang berdiri dengan arogan sambil melipat kedua tangannya. Dan dia ditemani oleh dua orang dayangnya. Mereka adalah Alda dan Jessy.
Hmm, aku ingat mereka adalah orang-orang dibelakang Minna yang selalu membantu Minna melakukan aksi foya-foya.
Dua wanita yang sama-sama senang belanja dan hura-hura. Sedangkan seorang tadi yang didorong Minna hingga tersungkur, dia adalah Renata.
Pantas saja dulu Minna sering sekali menargetkan Renata sebagai bahan ejekan karena Renata pasti akan diam dan tidak akan melawan.
Aku dulu selalu membiarkan, cenderung acuh pada tingkah Minna yang sekarang bagiku sangat menyebalkan.
Aku selalu mengekor Minna saat di kampus karena aku pikir dia punya pengaruh untuk mengalihkan perhatian semua orang, tapi sekarang itu terlihat seperti pecundang yang berlindung di balik harta dan kekuasaan keluargaku.
“Kak Regi, akhirnya kakak datang juga,” sikapnya langsung berubah saat melihatku dan dia akan meraih tanganku.
Namun, aku segera mundur. Kali ini aku tidak akan pernah mengekor dengannya saat di kampus.
“Ada apa?” ucapku dingin tapi melirik ke arah Renata yang sedang mencoba bangkit, aku lihat lututnya tergores karena dorongan Minna tadi.
“Gak ada apa-apa, Kak Regi. Cuma si bodoh, miskin dan jelek itu menghalangi jalanku. Aku kesal apalagi tingkahnya yang sok cantik!” Oceh Minna tidak jelas seperti merasa tersaingi oleh Renata.
Wajahnya yang ketus dan bibirnya yang mencibir ke atas jelas sekali dia mengejek Renata. Kali ini aku tidak akan memperdulikannya lagi. Aku akan berbuat yang bertentangan dengan Minna.
Aku mendekati Renata dan mengulurkan tangan, membantu Renata berdiri. Sesaat sebelum Renata menerima uluran tanganku, pasti dia heran sekali melihat perubahanku.
Aku yang dulu selalu saja ada dibelakang Minna. Meskipun tidak pernah bersikap kasar padanya, aku yakin Rena berpikir aku satu komplotan jahat dengan Minna.
“Ayo, aku antar ke UKS seperti lukanya harus segera diobati daripada terkena infeksi,” Rena menatapku penuh tanya.
Jelas saja aku pasti terlihat aneh di hadapannya. Karena selama ini aku sama sekali tidak pernah berbicara dengannya.
“Kak Regi, kakak apa-apaan sih? Kok kakak malah bantuin dia? Aku ini disini yang dirugikan olehnya loh kak. Trus ngapain juga kakak masih sama dia. Lebih baik kita ke kantin daripada ngurusin orang jelek gak jelas itu kita Kak!”
Kata Minna si ratu ulat keket yang gak bosan mengganggu. Dia akan berjalan mendekati.
Minna ingin mencoba menjauhkan aku dari Rena.
Namun, aku segera mencengkram tangan Minna dengan erat. Ketika dia akan menghempaskan tangan Rena.
“Jangan mengganggu lagi, kan dia juga gak ngapa-ngapain kamu. Gak usah ngurusin hidup orang. Dia gak pernah ganggu kamu juga kan,” kataku bukan hanya ketus dan dingin, tapi sudah membuat kening Minna berkerut juga giginya mengerat.
“Hih, kakak kenapa sih kak?” Minna kesal dan menghentakkan kakinya.
Dia benar-benar tidak terima dengan semua perubahanku.
Aku pergi meninggalkan mereka tanpa menoleh sedikitpun.
“Eh, Minna ada apa dengan kakakmu? Kok dia jadi dekat dengan si jelek itu?!” Alda langsung berkomentar ketika aku pergi.
“Iya aneh banget sih? Kapan mereka akrab? Perasaan dia gak pernah ngobrol sama si cewek miskin itu!” tambah Jessy yang juga ikutan bingung melihat sikapku.
“Aku juga gak tahu, Alda, Jessy, kakakku tiba-tiba bersikap aneh dan menjauhiku. Padahal aku gak pernah melakukan hal yang bikin dia kesel. Aku jadi curiga, jangan-jangan si Renata jelek itu yang sudah menghasut kakakku tersayang.”
“Kasian banget kakakku itu pasti lagi di manfaatin sama si Renata jelek itu. Kalian lihat sendiri tadi kan? Kakakku malah mengabaikanku. Biasanya dia gak pernah begitu loh sama aku…”
Minna mulai melakukan trik menghasut pada dua dayangnya.
“Wah, gak beres nih, kita harus kasih dia pelajaran Min, kamu jangan diam aja. Kakakmu pasti di guna-guna tuh sama si Renata, masa dia tiba-tiba berubah seperti itu!” Kata Jessy yang ikutan terus mengompori.
“Tapi, itu kan gak baik. Apalagi kakakku tadi sudah bilang jangan ganggu dia. Aku mana berani sih … kalian kan tahu, aku gak mungkin menentang ucapan kakakku.”
Minna sedang memainkan peran gadis lugu dan baik hati. Dia selalu menceritakan hal yang kurang baik tentang diriku. Pastinya hanya untuk mendapatkan simpati mereka.
“Kamu tenang saja, Min, kita akan bantu kamu kasih dia pelajaran. Aku yakin, nanti mereka ke kantin juga kan!” Seru si Jessy yang tiba-tiba saling memberikan kode yang sudah pastinya ide licik sedang mereka rencanakan.
“Iya, Min, kita kerjain saja dia disana. Sekalian bikin malu!” Tambah si Alda yang merencanakan hal buruk untuk Renata.
“Baiklah aku ikut saja gimana baiknya. Pokoknya aku mau kakakku kembali seperti dulu. Dia kenapa jadi berubah seperti itu pun aku gak tau!”
Jelas sekali niat Minna memang ingin mencari tahu perubahanku.
“Huh, dasar Kakak Ku yang malang. Lihatlah saja nanti pembalasanku. Ini baru awal ya. Siapa suruh kamu mengabaikanku. Aku pastikan kamu menyesal. Harusnya kamu gak mengabaikanku,” batin Minna sedang berbisik dan menantikan pembalasan yang akan dilakukan oleh dua dayang kesayangannya.
***
“Apa ini lebih baik?” Kataku yang sudah membantu membersihkan bekas kotoran dan darah di dengkul Renata, kakinya besot.
Aku mengoleskan obat merah dan menempelkan plester di lututnya.
“Te–terima kasih sudah membantuku,” jawab Rena sedikit gugup.
“Sama-sama, aku juga mau meminta maaf. Anggap saja ini permintaan maaf dariku atas nama Minna, Hem!”
Aku sedang mencoba menjalin pertemanan dengan Renata. Aku perlu mempunyai seseorang yang baik dan tulus sebagai teman.
Di kehidupan lalu, jangankan teman, tidak ada sejarahnya aku punya teman. Aku hanya bersama Minna dan Nicholas. Pasangan licik itu.
“En–nggak perlu minta maaf, aku memang juga salah karena jalan tidak melihat,” kata Renata masih berbicara sambil tertunduk. Jelas sekali dia gak berani menatap mataku.
“Bagaimana kalau aku mentraktirmu makan siang. Aku janji, aku yang bayar. Makan apapun, Hem!” Kataku penuh antusias dan perlahan secara spontan Rena menarik kepalanya.
Sepertinya dia hampir ga percaya mendengar ucapanku.
“Aku serius, swearr!!” Kataku menarik dua jariku di dekat pipi saat mataku dan mata Rena bertatapan. Aku ingin menunjukkan keseriusanku untuk meminta maaf dan juga memulai pertemanan dengannya, “tidak hanya hari ini saja, tapi satu bulan penuh!” Lanjutku.
Kini aku mengulurkan jari kelingking sebagai perjanjian aku dan dia.
Rena akhirnya tersenyum. Aku bisa tahu bahwa senyuman itu adalah senyuman tulus sebagai tanda persahabatan.
“Janji. Gak boleh ingkar ya. Kalau kamu ingkar, aku akan menjewer telingamu,” kata Rena menerima kaitan jari. Jari kami saling mengait dan tersenyum.
Akhirnya aku mendapatkan teman baru setelah aku memulai hidup keduaku. Tentunya itu selain Axel sang matahari juga penyelamatku.
***