Hanya karena dipuji ketampanannya oleh seorang wanita, Miko justru menjadi target perundungan sang penguasa kampus dan teman-temannya.
Awalnya Miko memilih diam dan mengalah. Namun lama-kelamaan Miko semakin muak dan memilih menyerang balik sang penguasa kampus.
Namun, siapa sangka, akibat dari keberanian melawan penguasa kampus, Miko justru menemukan sebuah fakta tentang dirinya. Setelah fakta itu terungkap, kehidupan Miko pun berubah dan dia harus menghadapi berbagai masalah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Isi Hati Miko
Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam lebih beberapa menit, tapi dua pria beda usia di dalam satu ruangan, sebuah rumah yang besar dan mewah, sedang terlibat perbincangan yang cukup serius karena melibatkan orang penting dalam keluarga mereka.
"Bagaimana bisa kamu tidak memahami perasaan anakmu sendiri, William?" Hendrick nampak begitu geram setelah tahu alasan Miko keluar dari ruang kerja anaknya.
Padahal niat Hendrick datang ke ruangan tersebut, ingin ikut menyimak pembicaraan antara anak dan cucunya. Namun yang terjadi, Hendrick malah dibuat terkejut kala menyaksikan Miko keluar lebih cepat dari perkiraannya.
"Aku juga nggak tahu kalau jawabanku akan menyinggung perasaan Miko," balas William. "Aku cuma jawab apa adanya, karena memang keadaan Kelvin baik-baik saja."
"Itu poin kesalahanmu!" tegas Hendrick. "Yang Miko tahu, Kelvin sedang kesusahan karena terusir dari rumah ini. Tapi jawabanmu, malah menunjukkan kamu masih melindungi dia secara diam-diam. Wajar jika Miko kaget dan kecewa. Pasti Miko langsung mikir yang tidak-tidak karena jawabanmu itu!"
"Astaga... sumpah, Daddy, aku tidak kepikiran ke sana," William benar-benar tidak menyangka seandainya yang dikatakan Hendrick itu benar.
Hendrick nampak menggelengkan kepalanya. Pria itu sesekali menghela nafasnya dalam-dalam untuk menetralkan gemuruh dalam rongga dadanya.
"Kamu tahu, kenapa anak-anak kampus penasaran dengan kabar Kelvin?" tanya Hendrick. "Mereka ingin tahu, apa yang dirasakan Kelvin saat sudah tidak lagi berkuasa di kampus itu. Masih angkuh kah? Atau masih menyebalkan, seperti biasanya."
Wiliam tercengang mendengarnya.
"Kamu pasti tidak tahu, seberapa banyak anak-anak kampus yang dendam dan sakit hati karena perlakuan Kelvin," Wiliam mengangguk pelan. "Banyak, William, banyak! Karena keberanian Miko melawan anak itu, para korban bully pun jadi sadar kalau Kelvin dan gangnya itu harus dilawan."
William seketika terdiam.
"Selama ini, kamu terlalu percaya pada Kelvin, terlalu membanggakannya. Tapi hasilnya, anak itu seperti iblis yang berlindung dibalik nama besarmu. Daddy tahu, dalam hatimu, pasti masih ada rasa sayang pada anak itu, Daddy mengerti. Tapi tolong, nak, jaga perasaan Miko juga. Bagaimana rasa kecewanya dia saat tahu ayahnya justru lebih peduli pada anak orang lain."
William pun tak bereaksi apa-apa. Bahkan saat Hendrik melangkah pergi, William masih terpaku dengan dada yang bergemuruh.
"Dikasih kesempatan agar lebih dekat dengan anak kandung, malah disia-siakan," gerutu Hendrick sebelum menghilang dari ruangan tersebut.
Sementara itu di ruang lain.
"Sudah selesai, bicara dengan ayahmu?"
Miko yang sedang duduk terdiam di sofa dalam kamarnya, seketika menoleh ke arah pintu masuk, dan setelah tahu siapa yang berbicara, senyum Miko langsung terkembang.
"Sudah, Bu," jawab Miko pelan.
Seruni melangkah masuk dan menghampiri anaknya. "Bagaimana hasilnya?"
Kening Miko sontak berkerut. "Hasil apa?" dia malah tanya balik.
"Hasil dari pembicaran kalian," balas Seruni. "Sepertinya berakhir dengan tidak menyenangkan."
Miko tersenyum kecut. "Entahlah, Bu, aku sendiri juga bingung," Miko melempar pandangan ke arah lain, tapi Seruni dapat merasakan kalau pandangan anak itu kosong.
"Emang kenapa?" Seruni pun mencoba mengorek isi hati anaknya.
"Ternyata, rasa sayangnya kepada Kelvin sangat besar, Bu. Kalau masih sayang, untuk apa dia mengusir Kelvin dari rumah ini?" ucap Miko terdengar begitu menyesakkan.
Seruni agak tertegun. Untuk beberapa saat, wanita itu hanya menatap sang anak dengan perasaan yang campur aduk.
"Jangan terlalu dipikirkan," Seruni mencoba menghibur sang anak. "Biar bagaimanapun semuanya butuh waktu, seperti kamu. Bukankah kamu juga butuh waktu untuk, untuk menerima dia sebagai ayahmu?"
Kali ini giliran Miko yang tertegun mendengar ucapan Ibunya.
"Lebih, baik, kamu istirahat. Kamu itu baru sembuh. Ibu dengar, tadi kamu berkelahi lagi?"
Miko agak terkesiap, lalu dia langsung tersenyum lebar. "Bukan aku yang memulainya, Bu."
Seruni langsung mencebikan bibirnya. "Ibu tahu, cita-cita kamu pengin jadi jagoan ultraman. Tapi tidak seharusnya setiap yang nantangin, kamu ladenin. Dah lah, sekarang kamu tidur."
Seruni langsung bangkit dari duduknya dan beranjak meninggalkan sang anak yang cengengesan.
Begitu sang Ibu menghilang dari pandangan, senyum Miko seketika surut. "Salah nggak sih, kalau aku iri sama Kelvin dan menginginkan anak itu menderita?" gumamnya.
####
Seruni melangkah pelan menuju kamarnya. Di saat bersamaan, matanya menangkap sosok William yang baru saja keluar dari ruang kerjanya. Mereka saling tatap dan seketika rasa canggung menyelimuti keduanya karena jarak mereka memang cukup dekat.
"Dari kamar Miko?" William memecah keheningan.
"Ya," jawab Seruni singkat sembari mengangguk.
"Apa dia sudah tidur?" William kembali bertanya.
"Mungkin sebentar lagi, karena aku baru menyuruhnya," jawab Seruni. "Apa kamu ingin menemuinya?"
William mengangguk pelan. "Aku ingin meluruskan kesalah pahaman pembicaraan yang tadi."
Kening Seruni berkerut sejenak, lalu dia segera tersenyum. "Tidak perlu, Miko bisa mengerti kok."
William agak terperangah. "Mengerti bagaimana?"
"Aku sudah mencoba menghibur dia," jawab Seruni. "Kalau kamu ingin bicara, mending besok saja. Karena hari ini dia cukup lelah. Apa lagi hari ini, dia kembali berkelahi di kampusnya."
"Berkelahi?" William terkejut mendengarnya. "Bukankah tadi dia pergi sama Kakeknya?"
Seruni tersenyum tipis. "Tadi pagi waktu baru masuk kampus. Aku aja tahu kabar itu dari temannya."
"Kurang ajar! Siapa yang berani mengusik Miko?" William tiba-tiba geram.
"Sudah, kamu jangan ikut campur. Itu hanya masalah anak muda," ucap Seruni santai.
"Tidak bisa! Aku harus memberi mereka pelajaran," tolak William.
"Miko tidak seperti Kelvin, Tuan William," seketika William tercekat mendengar ucapan Seruni.
"Selama dia bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, Miko tidak akan pernah melibatkan orang lain termasuk ibunya."
William benar-benar terbungkam. Dia merasa tersentil, mendengar kenyataan dari Seruni tentang betapa mandiri anak kandungnya.
"Lebih baik sekarang anda istirahat. Jika ingin mendekati Miko, lakukanlah secara bertahap. Lakukan sesuatu agar Miko merasa kamu telah menganggapnya sebagai anak kamu."
Setelah mengatakan hal itu, Seruni langsung melangkah menuju kamarnya, meninggalkan William yang terpaku dengan pikiran cukup rumit.
Keesokan harinya.
"Mbak Sukma! Mbak! Mbak Sukma!" teriak seorang wanita sembari masuk ke dalam rumah seseorang yang namanya baru dia sebutkan.
"Ada apa, Narsih? Pagi-pagi sudah teriak-teriak," ucap seorang pria yang sedang menikmati kopi sebelum pergi beraktifitas.
"Kebetulan ada Mas Surya," ucap wanita bernama Narsih. "Lihat, Mas, Mas Surya harus lihat ini," wanita itu menyodorkan ponselnya.
"Lihat apa?" Surya sedikit geram dengan kelakuan sepupunya itu.
"Lihat, kelakuan anak Mas Surya," balas Narsih, membuat pria itu agak terkejut. "Lihat kelakuan Seruni, Mas."
"Seruni?" tanya seorang wanita yang baru saja keluar dari dapur.
"Ya, Seruni, anak kalian," balas Narsih. "Setelah menghilang karena mencoreng nama keluarga, sekarang dia muncul lagi dengan kelakuan yang lebih buruk lagi."
"Apa maksudmu?" tanya Surya.
"Seruni, dia telah menghancurkan rumah tangga William dan Renata!"
"Apa!"
dikhianati org yg disayang memang amat sangat sulit sembuh, cinta 100% akan berubah menjadi benci 1000%