NovelToon NovelToon
Loving You Till The End

Loving You Till The End

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: Hernn Khrnsa

Tujuannya untuk membalas dendam sakit hati 7 tahun lalu justru membuat seorang Faza Nawasena terjebak dalam pusara perasaannya sendiri. Belum lagi, perasaan benci yang dibawa Ashana Lazuardi membuat segalanya jadi semakin rumit.

Kesalahpahaman yang belum terpecahkan, membuat hasrat balas dendam Faza semakin menyala. Ashana dan perusahaan ayahnya yang hampir bangkrut, tak memiliki pilihan selain berkata 'ya' pada kesepakatan pernikahan yang menyesakkan itu.

Keduanya seolah berada di dalam lingkaran api, tak peduli ke arah mana mereka berjalan, keduanya akan tetap terbakar.

Antara benci yang mengakar dan cinta yang belum mekar, manakah yang akan menang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hernn Khrnsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

LYTTE 16 — Love and Hate

Malam harinya, setelah pulang dari pesta itu, Ashana merebahkan dirinya selepas membersihkan diri. Rasanya sangat melelahkan terus-terusan tersenyum di hadapan orang-orang yang bahkan tak dikenalnya.

Semuanya ia lakukan semata untuk menjaga citra dirinya tampak baik meski sebenarnya ia sangatlah malu. Menjadi perempuan dengan gaun merah menyala di antara wanita yang mengenakan gaun berwarna hitam elegan saja cukup membuatnya menjadi pusat obrolan.

“Jika memikirkannya, aku benar-benar sangat kesal. Lihat saja, aku akan membalas kejadian malam ini dengan setimpal,” gumamnya sambil memukul-mukul bantal dengan kuat, seolah dengan itu rasa kesalnya bisa langsung menguap.

bosan berguling-guling di tempat tidur, Ashana memilih untuk beranjak dari tempat tidur lalu menuju meja rias, mengambil buku agendanya, ia mulai menyusun agendanya untuk besok alih-alih memikirkan pria itu.

Setelahnya, ia mulai mengecek kopernya, koper yang berisi barang-barang pribadi miliknya. Siang tadi, ia meminta Bi Asih untuk mengepak koper dan mengirimkannya ke rumah Faza.

Meskipun sebenarnya enggan untuk tinggal satu atap dengan pria menyebalkan itu, tetapi kesepakatan sudah dibuat. Selama pria itu memintanya untuk tinggal, maka Ashana harus mematuhinya tanpa terkecuali.

“Sebenarnya apa maumu, Ashana?!”

Ashana tersentak hingga berjingkat kaget saat Faza memasuki kamar dengan membanting pintu dan berteriak ke arahnya. Di ambang pintu, pria itu berdiri dengan penuh kemarahan sambil melepaskan tautan dasinya kemudian melemparkannya secara asal ke lantai.

Melepaskan dua kancing teratas kemejanya, Faza mendekat sementara Ashana berdiri dari posisi duduknya. Tatapan mata keduanya bertemu untuk beberapa detik.

“Jawablah.”

“Apa yang harus aku jawab?”

“Kau lupa, Ashana? Masalah kita belum selesai!” gertak Faza.

Mengikis jarak di antara mereka, Faza memojokkan Ashana hingga punggung perempuan itu membentur ujung meja. Secara sengaja ia mencondongkan wajahnya agar dapat melihat dengan jelas sorot mata istrinya.

Dari jarak sedekat ini, Ashana dapat melihat dengan jelas sorot mata Faza yang menyiratkan kemarahan dan siap menyemburkan api amarah itu kepada Ashana kapan saja.

“Apa lagi yang ingin kau perdebatkan dengannku?” tantang Ashana berani dan secara sengaja menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

“Berdebat katamu? Aku hanya bertanya, Ashana. Apa alasanmu mengenakan gaun murahan itu?” Faza menarik nafas dalam-dalam. Mencoba mengontrol emosinya sendiri.

Begitu pun dengan Ashana, ia menarik nafas dalam lalu berkata dengan lemah, “Harus berapa kali lagi aku katakan bahwa aku mengenakan apa yang kau minta.”

Ashana mendorong pria itu menjauh agar bisa bernafas dengan lebih leluasa. “Jangan bersikap seolah kau tidak mengetahui apa-apa, Tuan Faza Yang Terhormat.”

“Tunggu dulu, aku masih tidak mengerti maksudmu, katakan dengan lebih jelas,” pinta Faza yang justru merasa bingung.

“Apalagi yang harus aku katakan?” Ashana membuang muka, semakin malas menghadapi Faza.

Pria itu menyugar rambutnya ke belakang lalu berkata, “Percuma menanyakan hal seperti kepadamu, tak ada gunanya!” makinya lalu pergi keluar kamar dengan kekesalan yang meluap.

“Apa sih mau dia sebenarnya?!” geramnya dengan kekesalan yang sama. Hatinya berdenyut sakit. “Kenapa? Kenapa kau harus membuatku merasa sebodoh ini?”

Baik hati dan lambungnya terasa sakit secara bersamaan. Apakah ia telah salah membuat keputusan?

***

“Kenapa perempuan harus membuat segalanya jadi rumit, sih?!” teriaknya membanting pintu. Tensinya benar-benar naik hingga kepalanya terasa akan meledak.

Ashana membuatnya menjadi orang bodoh yang berusaha mencari kebenaran. Semua keangkuhan dan keras kepala yang dimiliki perempuan itu membuat Faza habis kesabaran.

“Dulu kau tak sekeras kepala ini, Ashana. Kau selalu menjadi perempuan yang baik dan selalu menuruti semua perkataanku,” gumam Faza memijat pelipisnya sendiri.

Berjalan ke arah sofa, Faza memilih membaringkan tubuhnya sendiri di sofa beludru warna biru di ruang kerjanya. Kepalanya berdenyut sakit memikirkan semua masalah yang terjadi di antara Ashana dan dirinya.

Tujuh tahun lalu, ia memiliki Ashana dan merasa sangat bahagia, dulu mereka saling mencintai. Kini ia memiliki Ashana kembali, tetapi yang tersisa hanyalah kebencian.

Faza mulai meraba kembali perasaannya yang sudah terkubur jauh di dasar hatinya. Dan ia yakin bahwa ia membenci perempuan itu. Namun, saat mengingat kembali perkataan Indira saat di pesta tadi, membuat keyakinannya itu sedikit goyah.

“Mungkinkah apa yang dikatakan Indira itu benar? Mungkinkah aku masih mencintainya? Tapi kenapa?” gumamnya merasa bingung.

Jujur saja saat melihat Ashana bersama dengan Abimanyu, hatinya terasa panas dan terbakar. Ia tidak menyukai pria yang bergelar dokter spesialis jantung itu, apalagi saat Abimanyu tersenyum penuh arti pada Ashana.

Demi apapun, Faza rasanya ingin menarik Ashana dari pandangan pria itu dan menyimpannya untuk dirinya sendiri. Belum lagi gaun yang dikenakan perempuan itu terlihat sangat cantik dan cocok di tubuh Ashana. Meski harga gaunnya murah, tapi istrinya tetap terlihat berkelas dan Faza tak bisa menampik hal itu.

“Aku bisa gila jika terus memikirkannya!” sentaknya terbangun dari posisi tidurnya. “Sedang apa dia sekarang?”

***

Faza berjalan dengan sangat pelan saat kembali ke kamarnya, setelah menimbang dan berpikir dengan kepala dingin, sepertinya ia terlalu keterlaluan pada perempuan itu.

Memegang knop pintu dan mendorongnya pelan, Faza sudah bertekad untuk meminta maaf. “Ashana, aku minta maaf. Aku rasa … astaga!” pekiknya langsung meraih Ashana yang terbaring meringkuk.

Menolehkan pandangannya, Ashana menatap Faza dengan lemah, wajahnya pucat dan berkeringat.

“Kau kenapa? Apa yang terjadi padamu? Apakah asam lambungmu naik lagi?” tebaknya dan langsung diangguki oleh Ashana.

Untuk memastikan, Faza memeriksa kondisi Ashana, “Kau bawa obatmu?”

Ashana menggeleng lemah, “Aku lupa membawanya. Aku … aku tidak apa-apa,” kata Ashana lalu kembali meringkuk untuk menahan perih di bagian lambungnya.

“Bagaimana bisa kau lupa membawa obat sepenting itu?!” teriaknya marah. Namun dengan siaga, Faza menarik Ashana keluar dari selimut dan menyandarkannya pada sandaran dipan.

“Tahan sebentar, aku akan panggil pelayan.”

Ashana hanya bisa pasrah saja mendengarkan Faza. Tak lama setelah itu, Faza kembali dengan seorang pelayan yang membawakannya air hangat juga bubur untuk dimakan.

“Luna, kau bantu dia. Aku akan keluar sebentar untuk membeli obat.” Sang pelayan itu mengangguk.

Faza beralih pada Ashana, “Bisa kau katakan apa obat yang biasanya kau minum?” tanyanya seraya mengenakan jaketnya.

Setelah mendapatkan nama obat yang harus ia beli, Faza langsung mengendarai mobilnya menuju sebuah apotek. Syukur malam itu jalanan cukup lengang sehingga ia tidak perlu bergelut dengan ramainya pengemudi lain.

“Aku harap dia baik-baik saja, dulu seingatku sakit lambungnya tak separah ini. Entah apa yang terjadi, dia pasti masih belum bisa melepaskan kebiasaan buruknya sampai sekarang,” omelnya entah pada siapa.

“Dia benar-benar keras kepala dan tidak perhatian pada tubuhnya sendiri. Katanya dokter tapi abai pada kesehatan diri sendiri.”

Sesampainya di apotek , Faza langsung memesan obat yang tadi ditulis Ashana pada seorang apoteker yang berjaga. Ia bersyukur karena masih ada apotek yang buka selama 24 jam.

“Ini, minumlah dulu obatmu,” titah Faza sambil membantu Ashana untuk bangun sekembalinya ia dari apotek.

Ashana hanya menatap obat yang ada di tangan Faza tanpa berniat mengambilnya. “Aku … aku butuh permen,” katanya malu.

Faza tercengang, “Apa? Kau masih membutuhkan permen untuk minum obat sekecil ini? Hei, Ashana, kau ini seorang dokter kan?”

“Tentu saja, seorang dokter juga manusia, lagipula obat itu sangat pahit. Aku tidak bisa menolerir rasa pahitnya,” aku Ashana tanpa merasa malu.

Faza tahu kebiasaannya minum obat, dan pria itu tak pernah mempermasalahkan hal itu. Alih-alih memberinya permen, Faza justru tertawa pelan. Tawa yang selama ini Ashana rindukan. Mungkin.

“Aku tidak punya permen, tapi aku tahu apa yang bisa membuatmu melupakan rasa pahit obat ini, pejamkan matamu.”

Ashana tak protes, ia pun memejamkan matanya sementara Faza melakukan aksinya. Pria itu meletakkan obat yang harus diminum Ashana lalu menarik tengkuk lehernya.

Ujung ibu jarinya membuka mulut Ashana lalu mengecupnya. Dalam satu kecupan dan tarikan nafas, Ashana menelan obatnya tanpa perlu mengunyah permen. Karena, rasa manis permen itu sudah digantikan oleh rasa bibir Faza yang manis.

Ashana mematung di tempat, sedikit tak percaya dengan apa yang baru saja dilaluinya.

“Minumlah air hangatnya.” Faza menyodorkan segelas air hangat, kemudian Ashana meneguknya hingga habis setengah.

“Te-terima kasih. A-aku … aku akan tidur sekarang!” katanya setengah gugup sambil menarik selimut, menutupi hampir seluruh tubuhnya. Sungguh, ia malu sekali sekarang ini hingga rasanya ia tak akan sanggup untuk melihat wajah Faza.

Faza terkekeh pelan lalu meletakkan kedua tangannya ke atas tempat tidur untuk menyangga kepalanya sendiri. Ia juga tak paham mengapa ia bersikap impulsif seperti itu.

Yang ia sadari sekarang, perasaannya terhadap Ashana sangatlah rapuh. Padahal, hanya sebuah kecupan singkat, tapi mampu membuat sesuatu dalam dirinya menggelegak.

Mungkin, perasaan cinta dan benci yang ia miliki untuk Ashana tidaklah sesederhana itu. Masih ada sesuatu hal yang lain yang membuat kedua perasaan itu jadi samar-samar.

Dan Faza sudah berniat untuk meluruskan segala kesalahpahaman yang terjadi antara dirinya dan Ashana, semata agar ia bisa dengan lebih jelas melihat perasaannya sendiri.

Tapi, bagaimana caranya?

1
EsTehPanas SENJA
3 bulan itu bisa ketinggalan banyak gosip lho ses... percaya deh ses 😌😶
‎ᴸᶠܔ➻🍾⃝ ͩ ᷞHͧSᷡ ͣ🍒⃞⃟🦅
emang dudul jadi laki🤭 udah tahu masih cinta malah egois... 😌
‎ᴸᶠܔ➻🍾⃝ ͩ ᷞHͧSᷡ ͣ🍒⃞⃟🦅
emang dudul jadi laki🤭 udah tahu masih cinta malah egois... 😌
〈⎳Mama Mia
sukurrrrr
〈⎳Mama Mia
enak amat punya teman km ginj
〈⎳Mama Mia
sapa lagi tuh
🦆͜͡⍣⃝ꉣꉣUmu⒋ⷨ͢⚤Ꮶ͢ᮉ᳟🤎§͜¢●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Kenangan dengan orang-orang yg kita cintai tidak mudah untuk dilupakan begitu saja walaupun sudah puluhan tahun terlewati
EsTehPanas SENJA
nah nah nah .... apa? masih cinta? 😳😧
EsTehPanas SENJA
hmmmm bapake ashana penyebabnya... 😳
〈⎳Mama Mia
sopo maneh sehhh
〈⎳Mama Mia
Si Asih tenar banget yakk /Facepalm//Facepalm/
〈⎳Mama Mia
wooo bpk nya ternyata biangnya
‎ᴸᶠܔ➻🍾⃝ ͩ ᷞHͧSᷡ ͣ🍒⃞⃟🦅
huf menggantung banget 🥴
‎ᴸᶠܔ➻🍾⃝ ͩ ᷞHͧSᷡ ͣ🍒⃞⃟🦅
no comment bab inii 😳
✍️⃞⃟𝑹𝑨 ••iind•• 🍂🫧
Kenapa sama nel, punyaku peran Mbok Asih juga sama 🤣🤣
EsTehPanas SENJA
hmmm iya yah... tapi bukan berarti langsung di tentang 🤔🤔🤔
‎ᴸᶠܔ➻🍾⃝ ͩ ᷞHͧSᷡ ͣ🍒⃞⃟🦅
kau masih mencintainya Faza gitu ajaa nggak paham🙄
HK: Kudu disembur dulu kayaknya
total 1 replies
‎ᴸᶠܔ➻🍾⃝ ͩ ᷞHͧSᷡ ͣ🍒⃞⃟🦅
emang salah paham 😫😫
‎ᴸᶠܔ➻🍾⃝ ͩ ᷞHͧSᷡ ͣ🍒⃞⃟🦅
kenapa tidak k nyaa bedaa font 🥴
✍️⃞⃟𝑹𝑨 ••iind•• 🍂🫧
Huh atau hah? 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!