Haura, seorang gadis pengantar bunga yang harus kehilangan kesuciannya dalam sebuah pesta dansa bertopeng. Saat terbangun Haura tak menemukan siapapun selain dirinya sendiri, pria itu hanya meninggalkan sebuah kancing bertahtakan berlian, dengan aksen huruf A di dalam kancing itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MGTB And CEO BAB 32 - Membuka Tabir Masa Lalu
Darius mengepalkan tangannya kuat, wajahnya memerah menahan amarah. Ia keluar dari ruangan Adam dengan emosi yang membuncah.
Kesialan ini tidak akan terjadi jika Monica menceritakan semuanya lebih dulu.
"Wanita sialan!" geramnya dengan suara yang tertahan.
Ia bersujud dihadapan Adam, dilihat oleh Luna dan bocah kecil itu. Ucapan Adam tak main-main tentang niatnya mengakuisisi perusahaan Darius.
Tahu tak cukup kuat untuk melawan Adam, terpaksa Darius bersujud. Meletakkan kepala di atas lantai.
"Badjingan!" umpatnya lagi tak habis-habis. Yang ingin Darius lakukan kini hanya satu, mencekik Monica hingga napasnya habis.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di dalam ruangan Adam.
Luna beserta kedua sekretarisnya pun keluar, meninggalkan Adam bersama kedua anaknya dan juga Arrabela.
Sebelum keluar Luna terlebih dulu meminta maaf pada ketiga anak itu atas tindakan kekerasannya tadi.
Adam duduk diantara ketiga bocah itu, mereka sedikit terkejut dengan kejadian yang barusan terjadi.
"Tante Luna kuat sekali," takjub Arrabela, sesaat ia ingin jadi seperti Luna, tak hanya cantik dia juga ahli dalam bela diri.
"Siapa paman itu tadi Ayah? apa dia mengenal ibu?" tanya Azzura, pertanyaan yang sama seperti yang ada di benak Azzam.
Adam tak langsung menjawab, ia masih berpikir bagaimana cara menjelaskannya. Azzam dan Azzura masih terlalu kecil untuk mengerti semua ini.
"Nanti, saat kita pulang ayah akan menjelaskan ini semua, bersama dengan ibu Haura juga," jawab Adam, mengulur waktu. Ia pun tak kuasa untuk banyak bicara tanpa persetujuan Haura.
Azzura mengangguk setuju, juga Azzam yang diam-diam mengangguk kecil.
Jam 3 sore, Mereka mengantar Arrabela lebih dulu untuk pulang ke rumah Adam. Arrabela mengatakan jika ia ingin pulang saja dan tidur.
Dan disinilah kini Adam berdiri bersama kedua anak, berdiri didepan teras pintu rumah Haura. Sekali, Adam menekan bell rumah itu, lalu menunggunya terbuka.
Dan tak lama kemudian, pintu itu terbuka, Haura yang membukakannya.
Haura tersenyum saat melihat Azzam dan Azzura berdiri di sana. Jujur saja, dalam hati kecilnya ia masih mengira jika Adam akan membawa kedua anaknya pergi.
"Masuk dulu, Mas," pinta Haura pada ayah dari kedua anaknya.
Panggilan itu sontak membuat Adam membeku, Mas Mas Mas panggilan itu terus berputar di kepalanya.
Seolah tak percaya, Adam menatap kedua mata Haura dengan lekat.
"Masuklah Mas," ucap Haura untuk yang kedua kali.
Tak hanya Adam, Azzura dan Azzam yang melihat sang ibu mulai bicara lembut pada ayahnya pun merasa bahagia.
Mereka yakin, ayah dan ibunya sudah tidak bertengkar lagi.
Mereka semua masuk, meninggalkan Adam sendiri duduk di ruang tamu. Haura lebih dulu membuatkan segelas kopi panas untuk Adam, sementara Azzam dan Azzura bergegas ke kamar untuk mandi dan mengganti baju.
"Di minum Mas," ucap Haura seraya meletakkan segelas kopi bawaannya dihadapan Adam.
Diperlakukan seperti itu, hati Adam mendadak merasakan kehangatan. Seolah hati itu tak lagi dingin membeku, namun sudah mencair dan menghangat.
"Terima kasih, Haura," jawab Adam.
Entah kenapa, tiap kali mendengar Adam menyebut namanya seperti itu, ada geleyar aneh di hati Haura, seolah ingin terus mendengar Adam menyebutkan namanya, Haura Haura Haura.
"Ada yang ingin aku bicarakan padamu," jelas Adam.
Dilihatnya Haura bergeming, hanya membalas tatapannya tak kalah dalam.
"Ini tentang malam itu, maukah kamu mendengarkan alasanku?" tanya Adam sungguh-sungguh, terlebih Haura tak pernah menanyakan perihal ini, kenapa ia sampai melakukan tindakan bejat itu.
Sebenarnya bukan Haura tak ingin bertanya, namun ia ingin mengubur dalam-dalam kenangan buruk itu. Tak ingin kembali membukanya sedikitpun.
"Kenapa?" tanya Haura setelah cukup lama terdiam.
"Karena aku tidak ingin Azzam dan Azzura menilaiku buruk, sama seperti penilaianmu selama ini padaku," jelas Adam.
Lagi, Haura bergeming. Ya, selama ini ia memang selalu berpikir dari sudut pandanganya sendiri. Tidak pernah sedikitpun memikirkan bagaimana jika ia jadi Adam. Kenapa Adam sampai melakukan itu, berkata tentang tanggung jawab lalu pergi. Dan setelah kepergiannya itu ia kembali mencari Haura.
Mau tidak maupun akhirnya Haura mengangguk pelan, kembali membuka tabir masa lalu yang isinya adalah luka. Berharap setelah terbuka, luka itu akan segera mengering dan menghilang.
Mendapat persetujuan dari Haura, Adam mulai buka suara. Ia tak hanya bisa bicara, namun juga menunjukkan beberapa bukti.
Tentang pengakuan Monica dulu, juga tentang kedatangan Darius hari ini. Semua bukti itu sudah tersusun rapi, disiapkan oleh Luna dalam sebuah dokumen di ponsel Adam.
"Aku salah, Haura. Aku salah karena menarik mu dalam masalahku, dan aku tidak akan berkelit akan hal itu," ucap Adam setelah ia selesai bercerita.
Cerita utuh tak ada yang kurang sedikitpun.
"Dan sampai detik ini, aku masih ingin bertanggung jawab padamu, menikahi mu," terang Adam lagi.
Setetes air bening jatuh dari pelupuk mata Haura. Entah kenapa ia menangis, padahal hatinya merasa begitu sangat lega.
Ayah kedua anaknya bukanlah pria iblis, seperti yang diyakininya selama ini.
"Setelah aku menyelesaikan perceraian ku, maukah kamu menikah denganku?" tanya Adam, matanya menatap Haura penuh dengan ketulusan.
Namun jawaban Haura tak seperti yang diharapkan oleh Adam. Dilihatnya wanita ini menggeleng pelan.
"Dulu, aku begitu mengharapkan kamu menepati janjimu itu. Setiap hari, aku menunggu meski dengan hati yang terluka. Aku sangat berharap, sebelum Azzam dan Azzura lahir kamu datang," jawab Haura diantara isak tangis yang coba ia tahan.
"Tapi takdir tidak merestui harapanku itu, bahkan kita butuh waktu 6 tahun untuk kembali bertemu. Dan saat ini, aku sudah tidak mengharapkanmu atas diriku. Tunjukkanlah rasa tanggung jawabmu itu hanya pada Azzam dan Azzura," ucap Haura lagi.
Adam tergugu, napasnya tercekak. Mendapat penolakan dari Haura, ternyata rasanya sesakit ini. Tapi Adam tak punya nyali untuk menuntut, mendapatkan maaf Haura pun ia sudah sangat bersyukur.
"Mas Adam tidak perlu khawatir tentang mereka, kita bisa katakan jika dulu kita saling mencintai. Namun karena sesuatu hal akhirnya aku pergi. Dan sekarang kita sudah berpisah, tidak bisa lagi tinggal bersama ..."
"Mereka anak-anak yang pintar Mas, mereka pasti akan mengerti," ucap Haura yang suaranya sudah mulai kembali normal.
"Kita bisa menjadi teman," putus Haura dengan tersenyum.
Adam mengangguk, setuju. Ia sudah pernah sekali memaksa Haura dan kini ia tak akan ulangi lagi. Teman bukanlah awal yang buruk untuk memulai sebuah hubungan.
Dengan waktu, Adam akan menunjukkan ketulusannya. Hingga lambat laun, Haura bersedia untuk menikah dengannya.
Tak lama setelah pembicaraan itu usai, Azzam dan Azzura menghampiri keduanya.
Melihat kedua mata sang ibu yang basah, Azzam tahu ibunya pasti habis menangis. Namun anehnya, sang ibu tersenyum begitu lebar.
Seolah tangis yang baru ia keluarkan adalah tangis bahagia.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sapa Author 👋
Jangan lupa dukungannya ya, Insya Allah Adam dan Haura akan up setiap hari jam 5 subuh.
Jika berkenan, terus berikan dukungannya ya, like dan komen sebanyak-banyaknya, Vote dan juga Hadiah.
Karena dengan dukungan kalian, buat author jadi semangat nulis, meski hujan badai ataupun panas terik 🙈😆
Salam AH ( Adam & Haura) 🌹