NovelToon NovelToon
Jejak Langkah Yang Sempat Hilang

Jejak Langkah Yang Sempat Hilang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Widyel Edles

Naidim, Widy dan Grady adalah teman dekat sejak berada di bangku SMP dan SMA. Mereka memiliki banyak kesamaan dan selalu ada satu sama lain. Namun, saat memilih jurusan kuliah, mereka mengambil jalan yang berbeda. Widy memilih jurusan teknik, sedangkan Naidim lebih tertarik pada bidang pendidikan keolahragaan. Perbedaan minat dan lingkungan membuat hubungan mereka renggang. Widy yang selama ini diam-diam menyukai Naidim merasa sangat kehilangan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widyel Edles, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hitung Mundur Menuju Sekolah Baru

Hari-hari terasa seperti halaman buku yang terbalik dengan cepat. Dulu, mereka adalah anak-anak SMP yang riang gembira, mengisi setiap sudut sekolah dengan keceriaan. Kini, koridor SMA terasa lebih luas dan sunyi, namun di saat yang sama, penuh dengan semangat baru. Widy, Naidim, dan Grady, tiga sahabat karib yang tak terpisahkan, tengah merasakan degup jantung yang berbeda. Degup jantung yang menandakan sebuah babak baru dalam hidup mereka, di mana persahabatan yang telah terjalin erat akan diuji oleh waktu dan perubahan.

"Gila ya, bentar lagi kita SMA. Rasanya baru kemarin kita masih pada pake seragam putih abu-abu, sekarang udah mau ganti warna lagi. Sambil menatap langit yang mulai memerah, Widy menghela nafas.Kayaknya banyak banget hal seru yang udah kita lewatin bareng ya, Naid, Grad."ucap Widy dalam sebuah panggilan video

"Iya, bener banget. Masih inget nggak waktu kita pertama kali ketemu di kelas tujuh? Kita langsung akrab kayak udah kenal dari dulu." sahut Naidim

"Haha, jangan inget-inget deh. Untung awet sampe sekarang ya"Grady menggaruk kepalanya.

"Eh, btw, kalian udah punya rencana mau masuk jurusan apa di SMA?"

"Aku sih pengen banget masuk jurusan IPA, kalian gimana?"tanya Widy

"Aku masih bingung, antara IPA sama IPS. Tapi yang pasti, aku lebih suka IPA Wid" jawab Naidim

"Aku sih belum kepikiran jauh. Yang penting bisa sekolah yang dekat rumah aja, biar nggak capek bolak-balik."ucap Grady

"Wah, jangan gitu dong Grad. Masa SMA cuma mau yang dekat rumah aja? Harus punya cita-cita yang lebih tinggi dong

" Iya iya, gue tau. Cuma kan, kita juga harus mikirin orang tua." sahut Widy

Mereka bertiga terdiam sejenak, masing-masing merenungkan masa depan mereka.

"Tapi, apapun yang terjadi nanti, kita janji tetep akan sahabatan kan?" lanjut Naidim

"Tentu dong!" jawab Grady dan Widy bersamaan

Ketiganya tertawa bersama, suara mereka berpadu menjadi satu melodi nostalgia, mengulang kembali setiap momen indah masa SMP. Dulu, mereka adalah anak-anak yang penuh semangat, menjelajahi dunia dengan rasa ingin tahu yang tak terbendung. Kini, di ambang pintu SMA, perasaan gugup dan antusiasme bercampur aduk. Sekolah baru, teman baru, dan lingkungan baru adalah lembaran kosong yang menanti untuk diisi dengan petualangan dan pengalaman baru. Setiap langkah yang mereka ambil terasa begitu berarti, menandai awal dari babak baru dalam hidup mereka.

"Kalian pada deg-degan nggak sih?" tanya Naidim memecah keheningan.

Widy mengangguk, "Jujur aja, gue deg-degan banget. Gimana kalau nggak ada yang mau temenan sama kita?"

Grady menepuk bahu Widy, "Tenang aja, Wid. Kita bertiga kan udah sahabatan dari SMP. Pasti kita bakal baik-baik aja."

Naidim tersenyum, "Iya, bener kata Grady. Lagian, kan kita masih satu lingkungan Wid, jadi otomatis kamu udah punya teman."

Mereka melanjutkan obrolan hingga matahari mulai terbenam. Malam itu, ketiganya bermimpi tentang masa depan mereka di SMA. Mereka membayangkan kelas baru, guru-guru yang asyik, dan teman-teman yang seru.

Detik-detik memasuki SMA semakin dekat, membuat hari-hari terasa berlalu begitu cepat. Rasa gugup bercampur dengan rasa antusiasme memenuhi hati mereka. Dengan penuh semangat, mereka mulai mempersiapkan segala sesuatunya, mulai dari membeli seragam baru yang membuat mereka merasa lebih dewasa, memilih buku-buku pelajaran yang menarik, hingga melengkapi perlengkapan sekolah lainnya. Selain itu, mereka juga tak sabar untuk menjelajahi berbagai ekstrakurikuler yang ditawarkan, berharap bisa menemukan komunitas baru dan pengalaman yang tak terlupakan.

Dengan semangat membara, ketiganya mulai sibuk mempersiapkan diri menyambut hari pertama di SMA. Toko seragam menjadi destinasi pertama mereka. Setelah seragam, mereka beralih ke toko buku. Deretan buku pelajaran yang tebal membuat mata mereka berkunang-kunang. Dengan bantuan orang tua, mereka memilih buku-buku yang diperlukan untuk tahun pertama di SMA. Tak lupa, mereka juga membeli berbagai macam alat tulis yang lucu dan menarik.

Setelah selesai berbelanja perlengkapan sekolah, ketiganya duduk di sebuah kafe sambil menikmati minuman dingin. Mereka saling bertukar cerita tentang persiapan mereka dan harapan mereka untuk masa SMA.

"Gue nggak sabar pengen cepat-cepat kenalan sama teman-teman baru," ujar Naidim dengan semangat.

"Iya, pasti seru banget bisa punya banyak teman baru," sahut Widy.

Grady mengangguk, "Gue juga berharap bisa ikut banyak kegiatan ekstrakurikuler yang seru."

Selain membahas pelajaran dan tugas sekolah, mereka juga membayangkan petualangan baru yang menanti di SMA. Mungkin mereka akan menemukan hobi yang tak terduga, bergabung dengan klub yang seru, atau bahkan merasakan deg-degan cinta pertama. Namun, mengingat Widy sudah merasakan manis pahitnya jatuh cinta saat SMP, apakah ia akan kembali merasakan hal yang sama di SMA? Atau justru ia akan lebih fokus pada pengembangan diri dan meraih prestasi?

"Tentu saja, aku sangat menantikan semua kemungkinan yang ada di SMA," sahut Widy sambil tersenyum penuh arti. Raut wajahnya memerah sedikit saat mengingat seseorang.

Naidim dan Grady saling berpandangan dalam diam, tatapan Widy menusuk hingga ke relung hati Naidim. Sejak masa-masa remaja di bangku SMP, Widy memang sudah menyimpan sejuta rasa kagum dan sayang pada sahabatnya itu. Namun, perasaan itu selalu terpendam dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Keduanya belum pernah menemukan keberanian untuk saling mengungkapkan perasaan yang sebenarnya, membuat suasana di antara mereka terasa begitu canggung namun penuh harapan.

"Jadi, gimana kabarnya yang kamu taksir itu? Udah daftar di SMA yang sama?" tanya Naidim tidak tahu siapa yang dimaksud oleh Widy.

Grady yang sedari tadi mengamati kedua sahabatnya itu hanya tersenyum geli. Ia sudah lama menyadari adanya benih-benih perasaan di antara Widy dan Naidim.

Widy mengangguk pelan, "Iya, dia juga akan masuk SMA ini. Tapi aku belum tahu kelasnya."

Grady tersenyum nakal, "Wah, ini menarik nih. Jangan-jangan kalian bakal satu kelas."

Hati Widy bagai kupu-kupu yang terperangkap dalam sebuah kepompong. Ia ingin sekali keluar dan terbang bebas, mendekati sosok yang telah memikat hatinya. Namun, rasa takut akan kegagalan membuatnya enggan membuka sayapnya.

Widy terus bergelut dengan pikirannya. Ia membayangkan indahnya dunia di luar kepompong. Cahaya matahari yang hangat, angin sepoi-sepoi yang membawa aroma bunga, dan sosok yang ia kagumi tengah tersenyum padanya. Namun, bayangan kegagalan itu selalu menghantuinya.

Widy menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir bayang-bayang ketakutan yang terus menghantuinya. Ia menggenggam erat pensilnya, matanya menatap kosong pada buku catatan yang terbuka di hadapannya. Tulisan-tulisan yang ia buat tadi pagi kini terlihat buram, tak lagi memiliki makna.

"Apa jika aku membuka sayapku, aku akan jatuh dan terluka?" gumamnya lirih.

"Bagaimana jika dia tidak menyukaiku? Aku akan merasa sangat malu."

Hari demi hari berlalu, Widy semakin tersiksa. Ia ingin sekali merasakan kebebasan, namun rasa takut itu bagai rantai yang mengikatnya. Hingga suatu hari, seorang kupu-kupu tua datang menghampirinya.

"Nak, mengapa engkau bersedih?" tanya kupu-kupu tua itu lembut.

Widy menceritakan semua kegelisahannya. Kupu-kupu tua itu tersenyum bijaksana.

"Nak, kegagalan adalah bagian dari hidup. Tidak ada yang bisa menghindari itu. Namun, ketakutan akan kegagalan justru akan menghalangimu untuk meraih kebahagiaan. Ingatlah, kupu-kupu terindah adalah yang berani keluar dari kepompongnya."

Kata-kata kupu-kupu tua itu menusuk hati Widy. Ia sadar, ia harus mengambil keputusan. Dengan mengumpulkan seluruh keberaniannya, Widy mulai menggerakkan sayapnya. Awalnya terasa sulit, namun lama-kelamaan ia semakin percaya diri.Akhirnya, dengan sekuat tenaga, Widy berhasil keluar dari kepompongnya. Cahaya matahari menyinari tubuhnya yang indah. Ia terbang tinggi di angkasa, merasakan kebebasan yang selama ini ia dambakan.

Dengan penuh semangat, Widy terbang menuju sosok yang ia kagumi. Hatinya berdebar kencang, namun ia berusaha untuk tenang. Saat ia sampai di hadapan sosok itu, ia mengucapkan kata-kata yang selama ini terpendam di hatinya.

"Aku menyukaimu," ucap Widy dengan suara lembut.

Jawaban sosok itu membuat Widy terkejut sekaligus bahagia. Ternyata, perasaan itu saling memahami. Mereka berdua akhirnya bisa bersama, saling berbagi kebahagiaan.

Mata Widy terbuka lebar, jantungnya berdebar kencang. Senyum mengembang di wajahnya saat menyadari itu hanyalah mimpi. Namun, rasa hangat dan bahagia masih terasa jelas. Mimpi itu begitu nyata, seolah-olah benar-benar terjadi.

Widy duduk di ranjang, memikirkan kembali setiap detail mimpinya. Sosok yang ia sukai itu, tatapan mata yang penuh kasih, dan ungkapan cinta yang membuat hatinya meleleh. Seketika, senyumannya memudar. Ia menyadari bahwa itu semua hanyalah khayalan.

"Ah, kenapa sih aku harus mimpi beginian?" gumamnya pelan, sambil menggelengkan kepala.

Widy bangkit dari ranjang dan berjalan ke jendela. Cahaya matahari pagi menyinari kamarnya. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir perasaan sedih yang mulai menyeruak.

"Sudahlah, Widy. Ini cuma mimpi," gumamnya lagi, berusaha meyakinkan diri sendiri.

Namun, seberapa keras ia mencoba, bayangan mimpi itu terus menghantuinya sepanjang hari. Ia jadi sering melamun, membayangkan bagaimana rasanya jika mimpi itu menjadi kenyataan.

Widy merasa kecewa. Ia berharap ada sedikit tanda bahwa perasaan itu saling berbalas, seperti dalam mimpinya. Namun, kenyataan berkata lain.

Widy semakin tenggelam dalam lamunan. Setiap sudut ruangan, setiap suara yang terdengar, seolah-olah menjadi potongan puzzle yang membentuk mimpi indahnya. Ia mulai mencari cara untuk mewujudkan mimpinya itu.

Widy menggosok matanya, berusaha mengusir sisa-sisa mimpi buruk yang masih menghantuinya. Ia menatap keluar jendela, mengamati burung-burung yang berkicau riang di pepohonan. Suara burung itu seolah menjadi pengingat bahwa kehidupan masih berjalan, meski hatinya sedang kalut.

Dengan langkah gontai, Widy berjalan menuju kamar mandi. Air dingin yang membasahi wajahnya sedikit demi sedikit membuatnya merasa lebih segar. Saat berdiri di depan cermin, ia tersenyum tipis.

"Hari ini harus lebih baik," bisiknya pada diri sendiri.

1
Nona Laura
bagus, kira kira terinsipirasi dari mana ya🫢???
Ira Sitinjak
Semangat thor
Pak Herda Sitinjak
👍
Ira Sitinjak
Keren thor
Diana (ig Diana_didi1324)
hallo thor salam kenal ya
jika berkenan mampir juga dikarya baruku trimakasih😊
valeria la gachatuber
Keren thor, semoga bisa lanjut sampai ke akhir cerita!
Bé tít
Nggak bosan-bosan deh baca karyamu thor, semoga semakin sukses! ❤️
bintang: terimakasih ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!