Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
"Besok libur kan?" tanya Ibu, mengiringi kedua anaknya itu di ambang pintu, pagi ini Rosa dan Hana berangkat berjalan kaki.
Rosa mengangguk, mengiringi langkah Hana yang kecil. Sekilas Ros menoleh rumah sebelah, pintunya sudah terbuka. Tapi kemudian melihat sang ibu berdiri di ambang pintu, ternyata wanita yang tak lagi muda itu juga memandangi rumah yang sudah beberapa tahun kosong, kini tampak berpenghuni, dan sebuah mobil terparkir di halamannya.
"Itu, kalau ibu lihat Dokter Adrian gimana ya reaksinya?" kata Rosa, sambil terus berjalan pelan, melewati pagar rumahnya.
"Tak tau. Akak nak cerite pun, bingung." jawab Hana.
"Sama, Ros aja bingung mau ngomongnya. Soalnya Ibu kan sangat mendukung Kak Hana menikah sama ustadz Fairuz. Kalau dia tahu Dokter Adrian ada di samping rumah, apakah ibu akan tetap mendukung Kak Hana sama ustadz Fairuz?" tanya Rosa.
"Kalau Rosa pikir nih ya, itu si dokter Adrian pindah ke rumah di samping kita bukan suatu kebetulan." sambung Rosa lagi.
Hana menggeleng, lalu kemudian menarik nafas beratnya. "Akak tak tahu."
Seketika Rosa menoleh, semakin mendekatkan dirinya kepada Hana. "Apa nggak mau nyoba deket-deket sama Adrian yang ganteng itu?" bisiknya.
"Hah!" Hana terkejut hingga mengehentikan langkahnya.
"Aku rasa sih, dia juga suka sama Kak Hana!"
Hana terkekeh, lalu melanjutkan langkah mereka.
"Satu je lah! Itu pun tak tahu akan di bawa kemana hubungan ini. Macam jalan di tempat, tak sampai-sampai."
Rosa terkekeh mendengar jawaban kakak iparnya yang polos itu. "Bukankah kemarin si Fairuz itu yang ngebet ngajakin kak Hana untuk segera menikah?"
"Hem! Tapi die cakap Abah die masih ade kerja yang rumit. Nak tunggu hal itu selesai, barulah nak menikah dengan Akak." jelas Rosa.
"Kok, aneh." Gumam Rosa, Hana pun mengangguk setuju.
"Apa bapaknya itu nggak setuju sama kak Hana?" tanya Rosa, menatap wajah Hana dengan menyelidik.
"Entah." jawab Hana, enggan membahas tentang Fairuz lagi.
Tin!
Suara klakson mobil mengejutkan keduanya yang tengah asyik mengobrol.
Kaca mobil berwarna hitam itu pun terbuka, menampakkan sosok tampan yang sudah fresh memegangi setir dengan gaya cool-nya.
"Ayo masuk!" titahnya kepada Rosa.
"Udah Deket." kata Rosa. Mengacuhkan Adrian.
Tapi baru beberapa langkah, Rosa pun menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Oke lah, aku mau." ucapnya, membuka pintu mobil Adrian tanpa rasa canggung sedikitpun.
"Kak Hana juga?" tanya Rosa, sambil memegangi pintu mobil.
Adrian tak menjawabnya. Ia malah keluar dan membukakan pintu di sampingnya untuk Hana.
"Tak payah, kedai Hana dah dekat." ucapnya menolak.
"Kebetulan aku belum sarapan, dan akan membeli makanan." kata Adrian meyakinkan Hana.
Hana melihat Rosa ingin meminta pendapat, tapi gadis itu sudah masuk dan duduk di kursi belakang, tanpa peduli pemiliknya masih ada di luar. Hana sampai menarik nafas melihat kelakuan adiknya yang begitu berani.
"Masuklah." titah Adrian, kemudian Hana mengangguk setuju.
"Kita seperti keluarga yang lengkap." ucap Rosa tiba-tiba, ketika sudah duduk dan siap melaju.
Hana dan Adrian menoleh gadis yang berseragam putih itu bersamaan.
"Hehe." Rosa duduk manis dengan nyali menciut.
Seketika pula Adrian dan Hana jadi saling pandang, sejenak terpaku lalu berakhir dengan salah tingkah.
"Rosa, dimana makanan yang enak?" tanya Adrian membuka obrolan ditengah perjalanan yang melaju sangat pelan.
"Lurus aja Dok." titahnya, seolah tahu kalau laki-laki yang sedang menyetir itu ingin berlama-lama dengan kakak iparnya.
"Oke." jawab Adrian.
"Hana berhenti di depan saja." pinta Hana.
Namun Adrian tak menurutinya, malah terus melaju menelusuri jalanan yang lumayan ramai. Membiarkan janda cantik di sampingnya tak bisa berkata-kata.
"Ini serius? Aku jadi ikutan telat?" kata Rosa, ketika mobil mereka melaju lumayan jauh.
"Kau bersamaku." ucap Adrian.
"Baiklah." Rosa kembali sibuk memainkan ponselnya, tak peduli dua orang di depannya tampak kikuk, sesekali saling mencuri pandang lalu pura-pura tak melihat.
"Ros, kite nak makan ke, tak?" tanya Hana, sudah beberapa tempat makan yang mereka lewati, namun Rosa tak peduli sama sekali.
"Hah! Heheh." Rosa jadi bingung sendiri, lupa dimana tempat makan yang dia maksudkan. Malah keasyikan membiarkan mobil berjalan kemana saja.
Hingga tiba di sebuah rumah makan tradisional yang nyaman, Adrian membelokkan mobilnya. Sekilas ia menatap sekeliling, cukup indah dengan banyak lesehan terbuat dari bambu berjejer di sekitar taman buatan, rumputnya hijau bersih dan rapi seluas mata memandang. Pohon buah-buahan pun tak kalah memperindah tempat tersebut, membuat udara terasa segar dan sejuk di pagi hari.
Kruuukk
Hana dan Adrian menoleh kebelakang, dimana Rosa berdiri dengan tersenyum malu.
"Ikan gurame bakarnya bikin laper." Rosa menunjuk gambar menu andalan di rumah makan tersebut.
Benar saja, aroma bumbu tradisional yang menggugah selera sudah tercium ketika menginjakkan kaki di sana.
"Biar Akak belikan banyak-banyak. Buat ibu dan bapak sekalian." ucap Hana meraih tangan Ros dan menggandengnya.
Sejurus kemudian, mereka sudah duduk di lesehan yang paling dekat dengan pohon kelengkeng yang berbuah.
"Boleh di makan ke?" tanya Hana, mendongak buah yang menjulur diatas kepala mereka. tampak menggiurkan, buah segar dan matang.
Adrian langsung mengambilkan setangkai buah yang matang tersebut. Lalu meletakkan di atas meja, lebih tepatnya di depan Hana.
"Aku juga mau lah." Ros langsung mencomot dan mengupasnya.
"Ros, tunggulah pemilik kedai tu datang." cegah Hana, namun buah yang manis tersebut sudah terlanjur masuk ke dalam mulutnya.
"Tidak apa-apa, aku akan membayarnya nanti." kata Adrian. Ikut mengambil satu dan memakannya.
Tak butuh waktu lama, hanya hitungan menit buah tersebut sudah habis, tersisa satu. Rosa sudah bersiap mengambilnya, tapi Adrian Sudah mengambilnya lebih dulu.
"Dokter benar-benar kelaparan?" kesal Rosa.
"Kau juga." jawabnya, membuang biji kelengkeng tersebut di depan Rosa.
"Emang!" Jawab Ros lagi.
"Masih mau?" tanya Adrian menunjuk buah di atas kepala mereka lagi. Ros pun mengangguk.
"Dah tu!" Hana meraih tangan Adrian yang sudah siap memetik lagi.
"Tapi dia masih menginginkannya." ucap Adrian menunjuk Rosa. Dia membiarkan tangannya di tahan Hana sejenak.
Hana mendesah kesal. "Nanti buah ni habis." ucapnya dengan bibir mengerucut.
"Kalau habis kita pindah ke sebelah sana." ucap Adrian, dia jadi gemas melihat Hana menggerutu.
Hana meringis, menatap wajah pria yang mirip suaminya itu. Lalu memalingkan pandangannya ke arah lain.
Makanan yang mereka pesan pun akhirnya sudah datang, dihidangkan dengan nasi hangat yang mengepul lengkap dengan lalapan. Tak lupa sambal pare yang pahit, kesukaan Hana ikut di hidangkan.
Ketiga orang tersebut akhirnya menikmati hidangan yang lezat itu.
"Ros pikir, dokter itu sarapannya hanya pakai roti dan susu." ucap Rosa ketika mereka selesai makan.
"Kau tahu sejak kemarin aku belum makan." jawab Adrian, Rosa pun mengangguk.
Mereka sudah bersiap untuk pulang, Hana memesan beberapa ikan gurame bakar untuk ibu dan ayah mertuanya di rumah. Sedangkan Adrian malah benar-benar membeli buah-buahan segar untuk di bawa pulang. Hana sampai heran melihat kelakuan Dokter tersebut.
Tapi setelah tiba di toko Hana, pria itu ikut turun dan meletakkan kantong berisi buah-buahan itu di toko Hana.
"Dokter, ini terlalu banyak." ucapnya.
"Aku membelinya untukmu." ucap Adrian, kemudian berlalu masuk ke dalam mobil. Seperti biasa dia berpura-pura tak peduli, tapi berkali-kali melirik Hana melalui kaca mobil. Sebuah senyuman tipis terukir di wajahnya.
"Kau tahu, aku sangat penasaran mengapa aku bisa begitu mirip dengan kakak mu." kata Adrian tiba-tiba.
Ros tak menjawabnya, tapi memandangi dokter Adrian melalui kaca depan.
"Dan anehnya lagi, aku dan kakakmu terlahir di bulan yang sama."
Ros pun memajukan posisi duduknya, lebih condong ke depan lalu bertanya. "Dokter serius?"
Adrian melirik Rosa dari kaca depan pula, lalu mengangguk.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..