"Kamu harus menikah dengan Seno!"
Alea tetap diam dengan wajah datarnya, ia tidak merespon ucapan pria paruh baya di depannya.
"Kenapa kamu hanya diam Alea Adeeva?"
hardiknya keras.
Alea mendongak. "Lalu aku harus apa selain diam, apa aku punya hak untuk menolak?"
***
Terlahir akibat kesalahan, membuat Alea Adeeva tersisihkan di tengah-tengah keluarga ayah kandungnya, keberadaannya seperti makhluk tak kasat mata dan hanya tampak ketika ia dibutuhkan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Favreaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
Bruk!!
Ana menjatuhkan diri ke lantai, berlutut dengan kedua tangan terkatup di dada. Raut wajahnya tampak cemas, tidak menyangka gadis pendiam yang ia usili mengadu dengan cara halus bahkan ia bisa melihat Alea meliriknya dan tampak mengulum senyum samar.
"Saya minta maaf, Eyang. Saya tidak sengaja!" Ana menunduk dengan raut wajah memelas.
Eyang menatap tajam Ana. "Kamu cuma Beauty Therapist yang aku bayar, tapi kamu berani bertindak sangat lancang. Kamu pikir saya percaya saat kamu bilang tidak sengaja?"
"Maaf, Eyang saya salah." Ana semakin mengatupkan kedua tangannya dan berbicara dengan nada memohon.
"Eyang, ponsel Eyang sejak tadi berbunyi!" Lala yang tidak tahu apa-apa datang dengan wajah sumringah, di tangannya terdapat ponsel milik Eyang yang sedang berdering siap ia berikan pada Eyang.
Eyang menerima ponsel tersebut menatap dan membaca sekilas nama yang tertera di layar lalu mengabaikannya.
Sedangkan Lala merasa tidak nyaman saat ruangan tiba-tiba terasa suram, tidak seperti awal mula ia datang. Ketika pandangannya menyapu sekeliling mencari apa yang berubah, ia terbelalak terkejut melihat Ana berlutut. "Ada apa?" tanyanya melalui isyarat mata.
Ana menggeleng lemah, raut wajahnya tampak tertekan.
"Saya tidak ingin melihat lagi Beauty Therapist bernama Ana di Salon Allure."
Lala dan Ana terkejut, terlebih Ana yang langsung merangkak berlutut tepat di bawah Eyang.
"Eyang, tolong jangan, Eyang. Aku tidak bisa kehilangan pekerjaan, mencari pekerjaan yang cocok dengan bidang yang kita kuasai sangat susah, Eyang!"
Ana beralih pada Alea yang sejak tadi diam bertindak sebagai penonton.
"Nona-... Nona tolong maafkan kelalaian saya. Tolong bantu saya membujuk Eyang, Nona!" Ana berseru dengan panik.
Namun, Alea bergeming dan hanya melihat Ana dengan datar. Selama ini belum ada orang yang terang-terangan merendahkan dirinya sampai berlaku kasar menyakiti fisik selain keluarga Wicaksana. Jadi, saat orang lain melakukannya Alea tidak bisa memaafkan.
"Bagaimana, Della. Apa kamu keberatan dengan permintaanku?" Eyang kembali berbicara, bahkan ia menekan tombol loud speaker agar semua bisa mendengar suara Della pemilik calon kecantikan tempat Ana bekerja saat berbicara.
"Anak itu, benar-benar selalu membuat masalah. Setiap pelanggan yang ditangani olehnya beberapa dari mereka selalu mengeluh, bahkan ada yang sampai mengamuk. Eyang tenang saja, aku akan memecatnya begitu dia kembali, aku pastikan dia tidak akan ada lagi di tempatku!"
Kehilangan satu Beauty Therapist tidak masalah dari pada kehilangan pelanggan, apalagi Della sudah menerima keluhan beberapa kali dari pelanggan tentang sikap Ana yang kadang tidak ramah.
Ana terbelalak lalu berteriak. "Tidak, Madam!... Madam!"
Lala hanya bisa menghela nafas prihatin.
Benar-benar tidak ada harapan lagi untuk Sinta, karir gadis itu telah tamat.
"Sial!" Ana menghentakkan kakinya kesal dan menyeret koper dengan wajah masam, melewati koridor kamar hotel menuju lift yang akan membawa mereka ke lantai satu.
"Aku sudah bilang jangan macam-macam, kamu sudah beberapa kali mendapat surat peringatan dari Madam Della, tapi kamu tetap saja tidak bisa merubah sikapmu!"
"Aku tidak suka wanita-wanita yang ingin cantik tapi bukan dari usahanya sendiri
Lala menghela nafas jengah. "Itu bukan urusanmu. Tugas kita hanya melayani mereka bukan menilai mereka, kalau sudah begini, kamu yang rugi karena kehilangan pekerjaan!"
"Ck! ... Penampilannya udik, kampungan, wajahnya polos dan pendiam. Aku nggak tahu kalau dia berani mengadu pada Eyang dengan cara seperti itu, tapi aku lebih kesal dengan reaksi Eyang yang berlebihan!"
Lala hanya geleng-geleng kepala. Sejak dirinya masuk dan bekerja menjadi salah satu Beauty Therapist di Salon dan Klinik kecantikan milik Madam Della, sikap Ana memang seperti itu. Bukan hanya banyak pelanggan yang mengeluh, tapi sesama karyawan pun tak jarang yang resign karena tidak betah pada Ana. Sekarang gadis itu di pecat, Lala yakin banyak yang bersorak atas kepergiannya.
"Sayang, Eyang minta maaf, ya!" Eyang menggenggam kedua tangan Alea.
"Tidak apa-apa, kita tidak punya kuasa untuk mengontrol sikap dan tingkah laku seseorang!"
Eyang mengulum senyum. "Padahal Eyang ingin kamu merasa nyaman dan rileks, kulit bersih dan cantik. Tapi malah jadi memar!"
"Tidak apa-apa!"
"Tunggu, biar Eyang hubungi Ilyas supaya dia mencarikan salep pereda nyeri!"
Eyang mulai mengotak-atik ponselnya menghubungi Ilyas dan mengatakan apa keinginannya ketika panggilan tersambung.
Tidak ada aktivitas apapun yang mereka lakukan hari ini, mereka hanya bercengkrama dan bercerita. Alea juga mulai lebih nyaman dan sedikit terbuka pada Eyang.
Eyang juga bertanya banyak hal, tapi Eyang tidak bertanya hal sensitif yang menyangkut masalah keluarga karena takut menyinggung perasaan Jelita.
"Jadi kamu wisuda tahun depan?"
Alea mengangguk dan tersenyum.
"Eyang bisa mendampingi Alea?" Kata-kata yang terlontar begitu saja dari mulut Alea tanpa ia sadari.
"Tentu, tentu saja Eyang mau. Eyang janji akan jadi orang pertama setelah suamimu yang akan memberi selamat!"
Alea sempat tertegun dengan pertanyaannya sendiri dan reaksi Eyang.
Namun, pertanyaannya tidak bisa lagi di tarik dan mendengar jawaban Eyang, harapan mulai tumbuh di dalam hatinya setelah beberapa kali dikecewakan oleh harapannya sendiri. Kelulusan sekolah dasar, menengah pertama dan terakhir menengah atas, Alea tidak pernah didampingi siapapun.
Alea membuang pandangannya ke arah lain menghindari bertatap mata dengan Eyang. Matanya memanas dan mulai berembun, keantusiasan Eyang yang ingin mendampinginya nanti saat hari wisuda, membuat perasaannya menjadi emosional.
Beruntung ketukan pintu menyelamatkannya.
"Biar aku yang buka, Eyang duduk dan tunggu saja di sini!" Alea berbicara dengan suara yang sedikit parau, berharap Eyang tidak menyadarinya.
Berjalan menuju pintu, menghela nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan, merasa sudah lebih tenang Alea membuka pintu. Tampak Ilyas berdiri dengan sebuah kantong hitam di tangan lalu disodorkan ke arahnya.
"Salep yang diminta Eyang!"
Alea menerimanya. "Terima kasih!"
Ilyas mengangguk kecil dengan sopan lalu pergi dari sana setelah Alea menutup pintu.
"Dari Ilyas!" Alea menyerahkan kantung hitam tadi pada Eyang.
"Cepat sekali, apa dia tidak bekerja?"
Eyang bergumam seraya membuka kantung tersebut dan mengeluarkan isinya.
"Berbaring telungkup, Sayang. Biar Eyang yang mengoleskannya untukmu!"
Eyang tidak membawa pelayan saat memutuskan pergi dari rumah dan bersembunyi di sini. Apalagi saat Alea datang, ia semakin tidak ingin ada pelayan di sekitarnya, ia ingin membangun kedekatan dan hubungan yang baik dengan Alea. Eyang hanya memesan pelayanan kamar yang lebih istimewa, tentu saja dengan tambahan harga dari yang seharusnya.
"Seharusnya bukan hanya di pecat, dia harus mengganti rugi akibat perbuatannya. Serangkaian perawatan tubuh yang kamu lakukan seharusnya membuat kulitmu menjadi lebih baik dan cantik, bukan memar begini!"
Sama seperti wanita pada umumnya, mengomel tanpa henti jika ada sesuatu yang membuatnya tidak senang. Setelah Eyang selesai mengoleskan salep, Alea mengenakan pakaiannya kembali.
"Eyang minta maaf kalau tiga hari kedepan sampai hari pernikahan tiba Eyang mengurungmu di sini. Ada satu dan lain hal yang tidak bisa Eyang jelaskan, tapi Eyang harap kamu mengerti dan tidak keberatan!"
Alea hanya mengiyakan, karena Eyang bukan meminta pendapatnya tapi sekedar memberitahunya.
"Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan apapun, Ilyas sudah meminta izin atas namamu di kampus!"
"Dan mereka mengizinkan?"
Dahi Eyang berkerut heran. "Tentu, kenapa?"
"itu!" Alea menggeleng. "Ternyata semudah
Eyang Elaine tertawa. "Kamu akan paham seiring berjalannya waktu!"
Alea paham ucapan Eyang Elaine mengandung makna yang luas. Tidak perlu penjelasan sedemikian rupa karena seiring berjalannya waktu, Alea akan paham dengan sendirinya. Ia bisa menilainya sendiri tanpa harus mendengar pendapat orang lain.
Sesuai apa yang dikatakan Eyang, Alea benar-benar di kurung dan tidak diizinkan keluar dari kamar. Ia hanya bisa melihat cahaya lampu di dalam ruangan dan cahaya matahari dari jendela yang di buka tirainya. Meskipun Alea sangat bosan dan jenuh ia menahannya. Untuk mengurangi rasa bosan Eyang Elaine mendatangkan beauty therapist untuk melayaninya melakukan perawatan wajah dan rambut.
Sedangkan keluarga di keluarga Wicaksana, sedang terjadi perdebatan.
"Aku sudah bilang, perusahaan hampir bangkrut. Aku tidak punya uang sebanyak itu !"
"Jangan berbohong, Ka. Kita semua tahu perusahaan baru saja mendapat suntikan dana dari keluarga Ravindra, bagaimana mungkin perusahaan bangkrut!"
Arka berdecak. "Uang itu baru satu bulan yang lalu, tidak mungkin aku bisa memulihkan kondisi perusahaan, memutar modal menjadi keuntungan yang berlimpah dalam waktu kurang dari sebulan. Aku butuh waktu, Ma!"
"Mas, lalu kita harus bagaimana. Tidak mungkin kita memakai pakaian biasa-biasa saja, ini keluarga Ravindra, Mas- Keluarga Ravindra!" Raya berseru gemas.
"Mama benar, Pa. Mereka hanya mengundang tamu-tamu penting, bahkan Papa juga mengundang klien dan relasi penting perusahaan 'kan? Apa jadinya tanggapan tamu undangan Papa dan tamu penting mereka kalau kita tampil biasa-biasa saja, harga diri keluarga kita akan diremehkan!" BIanca menimpali dengan sangat meyakinkan.
Arka diam, sejujurnya ia juga berpikir demikian. Tapi, perusahaannya memang belum stabil dan benar-benar pulih, mereka masih kekurangan modal dan mencari investor tidak semudah mencari wanita penghibur.
"Lalu aku harus bagaimana?"
"Uang dari mereka sudah terpakai semua ?" tanya Nyonya Camelia.
Arka menghela nafas. "Belum, masih setengah!"
"Kita ambil setengah dari seperempatnya 1"
Dengan lesu, Arka menghubungi bagian keuangan untuk mengirimkan dana sejumlah 250 juta ke rekeningnya.
"Tenang, Mas. Aku yakin jika mereka tahu keluarga kita berbesanan dengan keluarga Ravindra, mereka akan berbondong-bondong mendekati keluarga kita. Status sosial keluarga kita naik dan mereka semakin menghormati keluarga kita. Bianca juga akan lebih mudah mencari jodoh dari kalangan atas!"
Arka berpikir sebentar. Benar, semakin tinggi status sosial seseorang semakin dihormati pula ia di depan orang lain.
"Baiklah. Kita harus tampil maksimal di pernikahan Alea, kalian bisa berbelanja menggunakan uang itu!" Arka menyodorkan kartu debit miliknya pada Raya.
"Tapi kamu jangan lupa, Ka. Kita harus terlihat seperti keluarga yang rukun, jangan sampai publik menilai kita memaksa Alea menjalani pernikahan ini."
"Aku tahu, Ma!"
Setelah perdebatan singkat mereka, dadakan hari itu juga mereka mencari gaun ke butik yang menyediakan gaun kualitas premium karya salah satu desainer ternama tanah air. Uang 250 juta habis tak tersisa, bahkan Raya harus menambah kekurangannya.
Hari ini, pernikahan Alea dan Seno dilaksanakan. Prosesi ijab kabul dilaksanakan pagi hari dan hanya di hadiri oleh dua keluarga besar sebagai saksi yakni keluarga inti Ravindra dan keluarga Wicaksana.
Menggunakan jasa rias MUA terkenal di kota itu ditambah telah menjalani serangkaian treatment kecantikan bersama Eyang, penampilan Alea berubah drastis dan tampak sangat memukau, jika tidak memperhatikan dengan seksama siapapun tidak akan bisa mengenali.
"Ya ampun sayang, kamu cantik sekali!"
Eyang memegang kedua lengan Alea lembut seraya menatapnya haru.
Alea hanya mengulum senyum, perasaannya campur aduk tidak percaya jika hari ini ia akan benar-benar menikah dan akan menjadi istri dari pria yang tidak ia cintai.
"Waah, kamu cantik sekali, Alea!" Bianca yang baru datang menimpali ucapan Eyang.
"Lihat, benarkan apa kata Eyang!"
Bianca mengulum senyum paksa, dalam hati ia mengumpat habis-habisan. Dirinya yang sudah berias sejak pagi karena ingin terlihat lebih menonjol dari sang pengantin, malah mendapati penampilan dan makeup Alea sangat luar biasa.
Ia juga mengutuk Eyang Elaine dalam hati karena menyewakan MUA yang terbaik untuk Alea. Walau hatinya sedang marah, Bianca tetap menampilkan senyum terbaiknya.
"Biar Bianca yang mendampingi Alea untuk melakukan prosesi ijab qobul, Eyang. Kita berdua saudara jadi sepertinya Bianca yang lebih pantas!"
Eyang Elaine terdiam tampak berpikir.
"Kamu benar, Eyang juga harus mendampingi Seno." Eyang baru teringat jika cucu kandung satu-satunya itu sudah tidak memiliki orang tua.
"Kalau begitu Eyang pergi dulu, titip Alea, ya!" Eyang Elaine menatap Bianca dan seorang asisten MUA bergantian.
Bianca tersenyum lalu mengangguk begitu pula dengan asisten MUA tersebut.
Bianca bersedekap menatap angkuh asisten MUA tersebut lalu berbicara sembari memberi isyarat melalui gerakan kepala. " Kamu, keluar!"
"Tapi, saya--."
"KE-LU-AR!!" Bianca kembali berbicara penuh penekanan dalam setiap kata.
Wanita itu melirik Alea, saat Alea mengangguk wanita itu berjalan dengan kepala tertunduk menuju pintu dan keluar dari sana.
"Tutup pintunya!" Bianca kembali memerintah dengan ketus.
"Baik!" jawabnya pelan dan pintu benar-benar tertutup. Kini hanya ada Bianca dan Alea dalam satu ruangan.
"Bagaimana perasaanmu sekarang, bahagia, bangga atau malah sedih dan frustasi?" tanyanya lalu di susul tawanya yang terdengar meledek.
"Dari jauh-jauh hari sejujurnya aku tidak akan membiarkan pernikahanmu berjalan dengan mulus, apalagi tampilanmu yang seperti ini membuatku muak!"
Bianca serius dengan ucapannya, pertama kali ia masuk dan melihat penampilan Alea yang sangat memukau, Bianca iri dan tidak terima, tangannya gatal ingin merusak wajah Alea. Namun, setelah mengingat kembali Seno yang buruk rupa perasaannya menjadi lebih baik, secantik apapun penampilan Alea malam ini tidak akan berguna.
"Tapi karena calon suamimu sangat jelek dan tidak pantas, aku membiarkanmu berpenampilan semewah dan seindah ini sekali dalam hidupmu! ... Toh nanti yang akan menjadi pusat perhatian adalah wajah buruk rupa suamimu!"
Bianca terkikik sendiri dengan khayalannya. Suara ketukan pintu terdengar membuat Bianca meredakan tawanya.
"Ada apa?"
"Nona, Nona Alea sudah diminta keluar, prosesi ijab sudah akan dilakukan!"
"Aah, padahal aku masih ingin meledekmu. Tapi ya sudahlah, ayo keluar anak haram yang sebentar lagi berubah status!" Bianca menarik lengan Alea kasar agar berdiri, menuntunnya menuju tempat proses ijab dilakukan.
"Oh, aku hampir lupa menyampaikan perintah Papa. Bersikaplah yang baik, jangan membuat hubungan kita sekeluarga terlihat buruk, apalagi sampai tercium media, kamu akan mendapatkan konsekuensinya!"
Alea hanya tersenyum sinis tanpa mengatakan apa-apa.
Tidak banyak yang hadir, hanya Eyang Elaine, Paman Emir dan Ilyas dari pihak keluarga Ravindra. Sedangkan keluarga Wicaksana, ada Arka, Raya, Nyonya Camelia dan Bianca.
"Itu calon suami kamu!" Bianca terkikik geli.
Punggung tegap dan kokoh dalam balutan jas hitam, entah mengapa semakin menatapnya jantung Alea semakin berdetak tak terkendali.
Bianca mendudukkan Alea di samping Seno lalu berjalan memutar ingin mengabadikan momen ijab qobul Alea dan Seno.
"Sudah siap?"
Seno mengangguk sedangkan Alea terus menunduk. Ia merasa malu dan gugup.
"Kalau begitu mari kita mulai!"
Seno dan wali hakim, keduanya sudah berjabat tangan. Namun, tiba-tiba terdengar suara pekikan seorang wanita.
"TUNGGU!!"