NovelToon NovelToon
Simpanan Tuan Anjelo

Simpanan Tuan Anjelo

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ama Apr

Zeona Ancala berusaha membebaskan Kakaknya dari jeratan dunia hina. Sekuat tenaga dia melakukan segala cara, namun tidak semudah membalikan telapak tangan.

Karena si pemilik tempat bordir bukanlah wanita sembarangan. Dia punya bekingan yang kuat. Yang akhirnya membuat Zeona putus asa.

Di tengah rasa putus asanya, Zeona tak sengaja bertemu dengan CEO kaya raya dan punya kekuasaan yang tidak disangka.

"Saya bersedia membantumu membebaskan Kakakmu dari rumah bordir milik Miss Helena, tapi bantuan saya tidaklah gratis, Zeona Ancala. Ada harga yang harus kamu bayar," ujar Anjelo Raizel Holand seraya melemparkan smirk pada Zeona.

Zeona menelan ludah kasar, " M-maksud T-Tuan ... Saya harus membayarnya?"

"No!" Anjelo menggelengkan kepalanya. "Saya tidak butuh uang kamu!" Anjelo merunduk. Mensejajarkan kepalanya tepat di telinga Zeona.

Seketika tubuh Zeona menegang, mendengar apa yang dibisikan Anjelo kepadanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 10

"Nta, namanya Zeona dan dia benar-benar istriku. Tadi malam, kami berdua menikah secara siri karena suatu hal yang belum bisa aku ceritakan sekarang. Nanti saja kuceritakan secara detail kalau aku punya waktu luang. Tolong rahasiakan hal ini dari semua orang terutama dari Mama. Hanya kamu dan Eric yang tahu akan hal ini. Awas kalau sampai rahasia ini bocor ke mana-mana. Aku go rok kamu dengan katana!" 

"Ya Tuhan ... Mas Anjel. Aku nggak nyangka kalau kamu nekat berpoligami. Tapi itu jauh lebih baik sih, daripada mengumbar naf su dan melakukan zin*." Meta bermonolog sendiri setelah mengingat kembali perkataan Anjel beberapa menit yang lalu, sebelum lelaki berparas tampan itu berangkat ke kantor. "Aku jadi penasaran alasannya apa? Apa gadis tadi hamdul ya?" Ah, tapi nggak deh. Soalnya pas tadi aku periksa, dia cuma demam biasa. Nggak ada tanda-tanda kehamilan. Lagian, tadi di bawah bagian intinya ada noda darah." Otaknya langsung terkoneks ke hal yang panas-panas. 

"Anjay! Berarti tadi malam Kakak sepupu gue habis menjebol goa bersegel." Gadis berkaos putih polos lengan panjang itu heboh sendiri bergumam ke sana ke mari. "Ih pantesan gadis itu sampe demam. Mas Anjel pasti menggempur dia habis-habisan. Kasihan banget!" pungkasnya seraya menatap nanar pada Zeona yang masih terlelap dalam tidurnya. 

Sesekali, Zeona mendesis seperti sedang menahan perih. Hal itu membuat Meta mendekatinya dan kembali menyentuh dahi Zeona. "Panasnya udah turun. Tapi dia kayak masih kesakitan. Apa bagian intinya masih sakit ya?" Perlahan Meta menyingkap selimut, untuk memeriksa hal tersebut. 

Namun terhenti karena Zeona bergerak dan langsung mengeluarkan suara. "Aakkh! Ss-sakit," desisnya memegangi kepala. 

"Syukurlah. Akhirnya kamu bangun juga." Mata Zeona hampir loncat dari tempatnya. Dia kaget setengah mati mendapati ada wanita lain di kamar yang ia tempati. Buru-buru dia menarik selimut sampai ke leher, tapi detik selanjutnya ia kembali membeliakan mata karena kini dirinya sudah mengenakan kemeja oversize berwarna putih yang jelas bukan baju miliknya. 

"Tenang, Zeona. Kamu jangan takut! Kenalkan ... namaku Meta Arunika. Aku adik sepupunya Mas Anjel," ungkap Meta mengulurkan tangan kanannya pada Zeona yang masih memegang selimut dengan erat. Gurat syok terlihat jelas di wajahnya. 

Dengan gerakan sangat lambat, Zeona menjabat tangan Meta. 

"Tadi pagi, Mas Anjel meneleponku. Dia menyuruhku datang ke sini untuk memeriksa keadaanmu." Meta menjelaskan semuanya setelah jabatan tangan mereka terlepas. "Tadi pagi, badan kamu panas banget. Sekarang udah agak mendingan 'kan?" 

Zeona mengangguk kecil. "Ss-sudah. T-terima kasih, Kak Meta." Dia berujar sambil menundukkan kepala. Rasa malu menelusup kalbu. Meta kah atau Anjelo yang telah mengganti bajunya? Ingin menanyakan hal itu, tapi lidahnya terasa kelu. 

"Sama-sama, Zeona. Oh, ya, kamu mau sarapan apa? Biar aku pesenin lewat aplikasi. Supaya setelah makan, kamu bisa langsung minum obat." 

Zeona menggelengkan kepala. Rasa malunya semakin menggebu-gebu. Bahkan kini bertambah dengan rasa sungkan. "T-tidak usah, Kak. Ak-" 

"Heh!" Meta menikung ucapan Zeona. "Kamu harus makan biar cepet sembuh. Nggak baik memelihara penyakit. Cepetan! Kamu mau makan apa?" Meta mendesak Zeona seperti seorang Kakak pada adiknya. Seketika Zeona langsung teringat pada Kakaknya. 

Dia tidak boleh sakit karena sebentar lagi, dia akan tinggal bersama lagi dengan Sang Kakak. 

"N-nasi rames saja, Kak." Zeona pun menyebut makanan favoritnya. 

"Ok Zeo! Tunggu ya, aku pesenin dulu!" 

_________

Sepanjang melakukan meeting dengan rekan bisnisnya dari Itali, pikiran Anjelo terus tertuju pada Zeona. Batinnya berisik dan terus bertanya-tanya. 

Apakah Zeona sudah sembuh?

Apakah gadis itu baik-baik saja? 

Apakah Meta benar-benar menunggui dan menjaganya? 

Aneh memang, kenapa dia jadi ingin segera menyelesaikan semua pekerjaannya dan ingin segera pulang ke apartemen untuk menemui Zeona. 

Meeting selesai bertepatan dengan istirahat makan siang. Anjelo masih duduk di kursi kebesarannya. Dia merogoh ponselnya dan menelepon adik sepupunya. 

Suara cempreng mengumandang. Memekakan telinga Anjelo. [Ada apa Mas?]

[Kamu masih di apartemenku, 'kan?]

[Masih.]

[Bagaimana keadaan dia?]

Kekehan kecil mengudara dari seberang sana. [Cieee ... yang cemas sama keadaan istri muda.] Bukannya memberikan jawaban yang diinginkan. Meta malah melemparkan guyonan pada Kakak sepupunya dan membuat Anjelo mendengus sebal. 

[Jawab pertanyaanku dengan benar, Nta!]

[Ok Mas! Ok. Sabar dong, jangan emosian begitu. Sensi amat sih pengantin baru!] Meta kembali melontarkan candaan. 

[META!]

Jika suara Anjelo sudah naik satu oktaf, maka lelaki itu sudah hampir mencapai puncak kekesalan. 

[Maaf Mas. Gitu aja marah.] Meta menghentikan candaannya. Dia kembali ke mode serius. [Keadaan Zeona sudah membaik. Demamnya udah turun. Dia juga udah makan. Udah mandi. Udah ganti baju juga. Sesuai perintah Mas, aku tadi pakein dia baju milik Mas. Dia sekarang lagi makan siang.] Meta menjelaskan secara detail. [Ada lagi yang mau ditanyakan nggak?] pungkasnya mengakhiri penjelasan. 

[Tidak ada.] Jawab Anjelo singkat. Namun dia kembali bersuara. [Nta! Bilang padanya untuk jangan ke mana-mana! Aku akan segera pulang.] Tidak ingin diolok-olok lagi oleh adik sepupunya itu, Anjelo lekas memutus panggilan. 

"Kenapa aku harus bilang begitu?" Anjelo bermonolog sendiri. Cukup lama ia tertegun, sampai tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Iris hitam kelamnya sontak menatap ke arah pintu. 

"Hai Honey! Kamu sudah makan siang belum?" Anjelo menipiskan bibir sebelum menjawab pertanyaan Vivian. 

"Belum. Ini baru mau ke restoran. Tumben kamu datang ke sini, ada perlu apa?" Memicingkan mata, itulah yang dilakukan Anjelo karena sang istri tiba-tiba datang ke kantor tanpa memberitahunya terlebih dahulu.

Vivian berdecap lidah, "Aku lagi kangen aja sama kamu. Emangnya nggak boleh ya, aku kangen sama suami aku sendiri?" Setelah menjawab pertanyaan Anjelo, Vivian balik bertanya. 

Pertanyaan itu hanya dibalas deheman pelan oleh Anjelo. Beranjak dari kursi kebesarannya. Anjelo mengayun langkah untuk mencari makan siang. Vivian tak tinggal diam, dia memeluk Anjelo dari belakang sebelum suaminya itu keluar dari ruangan. 

"Aku butuh modal untuk mendirikan bisnis baru. Tidak banyak, Honey. Hanya dua milyar," beri tahu wanita bermata bulat itu dengan enteng. 

Anjelo berdecih seraya melepas rengkuhan Vivian di tubuhnya. "Minta saja pada Papimu, Vivi!" tukasnya bersiap melanjutkan langkah. 

Namun Vivian kembali merengkuh tubuhnya. Kali ini sangat erat. "Sudah, Anjel. Tapi perusahaan Papiku sedang tidak baik-baik saja. Ada penggelapan dana di sana. Jangan pura-pura tidak tahu, Anjel. Kamu juga 'kan yang menyuntikan dana ke perusahaan Papi. Jadi, ayolah bantu aku!" Vivian menciumi punggung Anjelo. Kedua tangannya mulai turun dari pinggang ke area di antara selangkangan.

Secepat kilat, Anjelo menepis kedua tangan nakal Vivian. Dia menyentak jemari lentik itu hingga benar-benar terlepas dari tubuhnya. Membuat Vivian sedikit terhenyak. 

"Stop menghambur-hamburkan uang Vivi! Bisnis yang kau bangun akhir-akhir ini hanya menghasilkan kerugian. Jalankan saja bisnis yang sudah ada! Butik, salon, showroom dan juga bisnis perhiasan, apakah itu belum cukup bagi dirimu?!" 

Vivian mati kutu. Bibir bergincu merahnya mengatup rapat. Rahangnya mengeras ketika Anjelo pergi begitu saja tanpa sedikit pun menoleh ke arahnya. 

"Aargh! Kenapa sih sekarang Anjel jadi pelit?!" Vivian menggeram frustrasi. Hentakan kaki menjadi pengiring kepergiannya dari ruangan itu. 

Vivian merogoh ponselnya dan mengetikan pesan kepada seseorang. 

Vivian: Papi, bisakah kita bertemu sekarang? Aku ingin membicarakan sesuatu. 

Pesan tersebut langsung dibalas. 

Papi: Tidak bisa, Vi. Papi sedang sibuk. 

Lagi-lagi Vivian menggeram. Tidak suaminya, tidak Ayahnya ... dua-duanya sibuk dengan urusan masing-masing.

Akhirnya, perempuan berambut pirang sepunggung itu pergi dari kantor suaminya dengan perasaan dongkol yang amat menggelegak. 

Setir mobil menjadi pelampiasan amarahnya. Kalau sudah begini, hanya satu orang yang bisa menampung semua kekesalannya. "Aku harus ke tempat Raka. Cuma dia yang selalu mengerti dan peduli padaku." Mobil lamborghini berwarna merah itu melesat pergi dari parkiran kantor Holland Corporation. 

________

"Ya Tuhan ... kenapa panggulku sakit sekali?" Zalina merintih sembari memegangi panggulnya. Dia terduduk lesu di atas tempat tidurnya. Mengurut panggul itu dari atas ke bawah. "Apa gara-gara tadi malam terlalu banyak mela yani pelang gan?" tebaknya melirih. 

"Aakkh ... sakit sekali." Zalina kembali merintih. Dia berjalan tertatih menuju kamar mandi. Tangan kanannya memegangi panggul dan tangan kirinya berpegangan pada dinding. 

Dia duduk di kloset dan membuka cd-nya. Kandung kemihnya sudah terasa penuh. Lagi, Zalina merintih saat air seni keluar dari pintunya. "Kenapa sakit sekali?" Dia sampai mengeluarkan air mata. "Apa pussy-ku luka?" Iseng dia meraba pintu surganya. Mengangkat telapak tangan itu dan selanjutnya, kedua pupil matanya langsung melebar. 

"Da-rah?"

1
Diah Salwa Nabila
maaf bukan menyaperi thor tapi menghampiri🙏
Ama Apr: Siap Kak☺
ke depannya aku ganti deh🤭
Diah Salwa Nabila: Iyah sama2 cuman kaya kurang cocok maaf cuman saran yah thorr hehe 🙏
total 3 replies
Gato Piola
Menyentuh banget.
Ama Apr: Makasih Kakak🥰
total 1 replies
Ama Apr
Siap Kak🥰
Makasih udah baca😊
Ma.Cristina Alvaro
Jangan lupa update setiap hari, saya suka banget dengan ceritanya 👏
Ama Apr: Insya Allah, siap Kak.
Makasih udah baca🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!