NovelToon NovelToon
Dear, Anak Tetangga

Dear, Anak Tetangga

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / One Night Stand / Crazy Rich/Konglomerat / Teen Angst / Teen School/College
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: DityaR

Semua ini berawal dari kata sandi sambungan Wi-Fi di rumah gue. Kedengarannya sepele, kan?

Tapi percaya, deh, lo salah besar kalau mengira ini cuma hal kecil yang enggak bakal bisa mengubah nasib seseorang.

Sekarang, kata sandi itu bukan cuma gue yang tahu, tapi juga mereka, tiga lelaki keren dari keluarga Batari yang tinggal di belakang rumah gue.

Bukan karena gue pelit, ya.

Tapi ini masalah yang jauh lebih besar, menyangkut harga diri gue sebagai seorang perempuan. Karena begitu dia tahu isi kata sandi itu, gue yakin hidup gue bakal berubah.

Entah akan jadi lebih baik, atau justru makin hancur.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

First Time

Gue enggak akan bisa membalas ciumannya, kalau gue langsung dorong dia dan kabur. Tapi begitu bibirnya yang lembut menyentuh bibir gue, rasanya semua jadi hilang, waktu, tempat, dan segala-galanya.

Tanpa ragu gue langsung balas ciumannya. Ciumannya itu bukan yang lembut atau romantis, malah penuh tuntutan, penuh gairah, dan posesif. Dia cium gue seolah mau "makan" gue habis-habisan, dan sumpah, rasanya nikmat banget.

Tangan dia membingkai wajah gue, makin memperdalam ciumannya, bibir kita bergerak seirama, lidahnya menggoda, saling bersentuhan.

Napas kita berdua makin berat, dan gue merasa mau ambruk, saking beratnya ciuman ini.

Gue lumer di pelukannya.

Enggak pernah kebayang kalau ada orang yang bisa bikin gue merasakan seperti ini. Seluruh badan gue kayak kesetrum, darah mengalir cepat banget di pembuluh gue, melewati jantung yang berdetak makin gila.

Anan menarik tubuh gue lebih dekat ke dia, bikin gue enggak sengaja mengeluarkan suara kecil yang tenggelam di mulutnya.

Bibirnya makin agresif di bibir gue, lidahnya masuk dan menjelajah, bikin nikmatnya menyebar ke seluruh tubuh gue.

Anan angkat gue, dan otomatis gue melingkarkan kaki gue di pinggangnya. Napas gue habis pas merasa betapa kerasnya dia menempel di gue. Dia enggak berhenti cium gue, bahkan sekejap pun enggak, sambil gendong gue ke sofa.

Dia baringkan gue pelan-pelan di sofa dan naik ke atas gue. Tangan gue merayap ke dadanya yang kekar dan perutnya, merasakan setiap ototnya. Tangan dia masuk ke dalam baju gue, menyentuh dada gue, dan gue enggak bisa tahan suara senang yang keluar.

Anan mundur sedikit, berlutut di antara kaki gue yang masih di sofa, dan dia dengan cekatan membuka celana gue. Melihat dia kayak begitu di depan gue, mata birunya bersinar penuh gairah sambil membuka pakaian gue, bikin napas gue serasa berhenti.

Aneh banget, tapi gue merasa nyaman di dekatnya pas dia tarik celana gue, melemparnya ke samping, dan kembali cium gue.

Tangannya merayap di sepanjang kaki telanjang gue, dan dia mengerang pelan.

"Lo bikin gue gila," katanya.

Gue gigit bibir bawahnya sebagai jawaban.

Akal sehat gue sudah hilang entah ke mana, hormon gue mengambil alih. Dengan buru-buru, gue buka kancing celananya. Dia berdiri, dan celananya jatuh ke lantai bareng sama pakaian dalamnya.

Gue lihat dia sekarang telanj*ng, dan tubuhnya sempurna banget. Setiap otot, tato, semuanya sempurna. Bibirnya merah setelah begitu banyak ciuman, dan gue yakin bibir gue juga pasti sama.

Dia kembali mendekat ke gue, mencium gue pelan tapi penuh gairah, ciuman basah yang begitu dalam dan membakar, nyaris bikin gue gila.

Tangannya menyusup masuk ke celana dal*am gue, dan dia mengerang lagi di mulut gue. Itu suara yang paling seksi yang pernah gue dengar. "Gue suka banget gimana lo basah cuma buat gue."

Gue bisa merasakan betapa kerasnya dia di paha gue, dan gue ingin merasakannya di tempat lain. Jemarinya gerak di titik paling sensitif gue, membelai dalam lingkaran, dan gue enggak bisa tahan buat enggak melengkungkan punggung.

"Oh, Anan! Tolong."

Gue mau lebih. Gue mau semua dari dia.

Seakan mengerti apa yang gue mau, Anan naikkan baju gue sampai bagian dada gue terbebas, menyerangnya dengan lidah dan tangannya yang bebas.

Dengan penuh hasrat, gue ambil dia di tangan gue. Sekejap gue terkejut melihat betapa besarnya, tapi gairah ini terlalu kuat buat dihiraukan. "Anan, tolong."

Gue bahkan enggak tahu apa yang gue minta darinya.

Anan mundur sedikit, matanya menancap di mata gue, jarinya masih bergerak di dalam celana gue. "Mau gue masukin?" Dia gigit bibir bawah gue pelan. "Mau ngerasain gue di dalem lo? Bilang aja."

Gue gigit bibir bawah gue sambil merasakan jemarinya yang bikin gue gila. "Ah! Iya, gue mau lo di dalam gue."

Dia mundur sebentar dan merogoh celananya. Gue memperhatikan dengan deg-degan pas dia mengeluarkan kond*m dan memakainya.

Ya, Tuhan, benaran, nih gue bakal melakukan ini?

Gue bakal kehilangan keperawanan gue sama Anan Batari.

Beberapa detik kemudian, dia ada di atas gue, di antara kaki gue, dan seketika ada rasa takut yang menyusup. Tapi dia cium gue penuh gairah, membuat semua rasa takut itu sirna, bahkan sampai gue lupa nama gue sendiri.

Dia posisikan diri, terus menjauh sedikit buat lihat ke mata gue. "Lo yakin?"

Gue jilat bibir gue dengan gugup. "Iya."

Anan cium gue lagi, dan gue tutup mata, tenggelam dalam kelembutan dan kenikmatan bibirnya. Tapi gue merasakan dia memasukkan dirinya pelan-pelan, dan gue meringis kesakitan.

Air mata mulai muncul di mata gue. "Anan, sakit."

Dia kasih ciuman pendek di seluruh wajah gue. "Shh, enggak apa-apa, sebentar lagi rasa sakitnya hilang."

Dia masukkan sedikit lagi, dan gue melengkungkan punggung karena rasanya kayak ada sesuatu yang pecah di dalam. Dia akhirnya dia masuk sepenuhnya, dan air mata gue mengalir di pipi.

"Cium gue." Dia enggak bergerak, biar gue bisa menyesuaikan. Ciumannya basah, penuh gairah, dan tangannya menyentuh dada gue dengan lembut, membuat gue makin terbang, sampa rasa sakit di tubuh gue hilang.

Dia enggak buru-buru buat bergerak, fokusnya cuma buat membangkitkan hasrat gue lebih lagi, membujuk, mencium, gigit bib*r, leh*r, dan dada gue.

Sakitnya masih ada, tapi lama-lama mulai hilang, tinggal tersisa rasa perih dari sesuatu yang pecah.

Gue mau dia gerak, karena sekarang gue sudah siap.

"Anan," gumam gue ngos-ngosan di bibirnya.

Seakan mengerti apa yang gue mau, dia mulai bergerak pelan-pelan, dan meskipun masih agak perih, gue sudah cukup basah buat merasakan nikmatnya.

Oh, Tuhan, rasanya melebihi apa pun yang pernah gue rasakan.

Dia.

Keluar...

Masuk...

Keluar lagi...

Masuk lagi...

Berulang kali.

Gue mau dia makin cepat, makin dalam. Gue lingkarkan tangan di lehernya dan cium dia sekuat yang gue bisa, mengerang sambil merasakan dirinya yang keras sempurna di dalam gue.

"Anan! Lebih cepat."

Anan senyum di bibir gue. “Lo pingin lebih cepat, ya? Lo suka, huh?” Dia dorong makin dalam sebelum mulai gerak lebih cepat.

“Ya, Ampuuun!”

“Zielle,” bisiknya di telinga gue sementara gue mencengkeram punggungnya, “lo suka ngerasain gue kayak gini, semuanya di dalem lo?”

“Iya!” Gue bisa merasakan puncaknya mendekat, dan gue keluarkan erangan keras, bikin Anan langsung cium gue buat tutupi suara itu.

Tubuh gue meledak. Anan ikut mengerang bareng gue, gerakannya makin acak dan lebih cepat.

Dia selesaikan semuanya sambil jatuh di atas gue. Napas kita berdua yang ngos-ngosan menggema di ruangan, dan detak jantung kita berdebar bareng di dada yang saling menempel.

Saat sisa-sisa orgas*e mereda, kesadaran mulai balik pelan-pelan ke pikiran gue.

Ya, Tuhan!

Gue baru saja tidur sama Anan, baru saja kehilangan keperawanan gue.

Anan pakai tangannya buat bangkit dan kasih gue ciuman singkat, terus melepas dirinya dari gue.

Masih ada rasa perih, tapi enggak terlalu sakit buat ditahan. Gue lihat ada sedikit darah di kond*m, dan langsung mengalihkan pandangan sambil duduk.

Dia buang kond*m itu ke tempat sampah, pakai celananya, dan kasih gue baju gue. Dia duduk di pinggiran sofa dan cuma memperhatikan gue tanpa ngomong apa-apa.

Dia enggak kasih ucapan romantis, enggak merangkul gue atau yang lain. Kayak dia malah lagi tunggu gue buat pergi.

Sunyi, bikin gue enggak nyaman. Jadi gue buru-buru pakai baju.

Sudah selesai, gue bangkit, dan merasa agak nyeri.

“Lo enggak apa-apa?”

Gue mengangguk.

Mata Anan mengarah ke sofa di belakang gue, dan gue mengikuti pandangannya. Ada noda darah di sofa dan itu lumayan kelihatan. Anan sadar kalau gue malu. “Tenang aja, gue bakal nyuruh buat dicuciin.”

Gue taruh tangan di depan gue. “Gue... mending cabut aja.”

Dia enggak ngomong apa-apa, dan itu menyakiti hati gue. Enggak ada kata-kata “Jangan pergi,” atau “Kenapa lo pergi?”

Gue mulai jalan ke pintu dengan hati sesak. Ada rasa ingin menangis, tapi gue tahan biar enggak keluar. Gue pegang kenop pintu, dan akhirnya dia buka suara.

"Tunggu!"

Ada secercah harapan yang muncul di hati gue, tapi langsung berubah jadi kecewa pas lihat dia jalan ke arah gue sambil bawa kotak HP.

"Tolong, terima ini. Jangan gengsi."

Gerakan kecil itu malah bikin perasaan gue makin hancur, kayak dia lagi bayar buat apa yang baru saja terjadi.

Air mata mulai menggenang di mata gue, dan gue bahkan enggak jawab. Gue buka pintu dan cepat-cepat keluar dari sana.

"Zielle! Jangan pergi kayak gitu! Zielle!"

Gue masih bisa dengar suaranya teriak di belakang gue, tapi tanpa sadar gue sudah lari keluar. Gue tabrak pelayan, tapi gue cuek dan terus jalan.

Begitu gue di luar, air mata mengalir bebas di pipi gue. Gue tahu, ini salah gue juga. Dia enggak memaksa gue buat melakukan ini, tapi tetap saja, enggak bikin rasa sakitnya berkurang.

Gue baru saja kehilangan sesuatu yang penting banget buat gue, tapi buat dia, itu sama sekali enggak ada artinya.

Selama ini, gue selalu membayangkan kalau gue bakal jadi momen pertamanya yang spesial, momen yang penuh keajaiban.

Gue pikir, cowok yang melakukan ini bareng gue bakal menghargainya, paling enggak punya perasaan buat gue. Tadi rasanya memang luar biasa, tapi perasaan gue ke dia malah jadi makin dalam sampai enggak bisa dikendalikan. Tapi buat dia, semua itu enggak berarti apa-apa, cuma sekadar pemuas hasratnya.

Dia sebenarnya kasih tahu gue dari awal tentang apa yang dia mau, tapi gue masih saja bodoh dan kasih hal yang paling berharga gue ke dia.

Gue terus lari sambil menangis, paru-paru gue serasa terbakar karena kelelahan dan air mata yang enggak berhenti keluar.

Begitu gue sampai rumah, gue langsung melempar tubuh bodoh ini ke kasur dan menangis sejadi-jadinya.

...🖋️~~ "Kala itu matahari memberi jalan pada rembulan, lalu menghilang. Mereka berjanji agar tak saling bertemu, tetapi tetap berbagi langit yang sama, langit yang sama saat pertama kali dia membagikan waktu yang kini menjelma sebagai rindu."...

1
Muhammad Habibi
Luar biasa
nuna
bwa sini bwt ak ja/Grin/
Delita bae
👍👍💚🙏
nuna
pulang!!!!!/Awkward/
Delita bae
💪💪💪💪💪💪💪💪💪💪💪👍👍🙏
Delita bae
💪💪💪💪💪🙏
Delita bae
👍👍👍💚🙏
Delita bae
💪💪💪💪👍👍🙏
nuna
ko bisa?/Hey/
Delita bae
👍👍💪💪😇🙏
🌟~Emp🌾
/CoolGuy//CoolGuy//CoolGuy/ wah si anan liat
🌟~Emp🌾
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
🌟~Emp🌾
ya iya lah tremor 🤦
putri cobain 347
di tunggu updatenya kak
nuna
nmbjir, ngkak/Facepalm/
Delita bae
💪💪💪💪💪💪🙏
Azmori
di tunggu upnya kk
putri cobain 347
absen kk
putri cobain 347
Semangat up kak
putri cobain 347
absen kk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!