Tak di sangka tak di duga,mereka yang dulu awalnya bermain bersama,bersekolah di sekolah yang sama kini menjadi sepasang suami istri.
Namun bukan restu yang menghalang mereka melainkan perasaan,kedua nya bahkan tidak sadar saling mencintai hingga sama sama merasa kehilangan.
Ria Maheswari,Dendy Prasetya akan kah lamaran Dendy berujung ke pelaminan atau hanya cinta yang beda perasaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ♍Virgo girL 🥀🌸, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 16 Pemakai
Nyatanya Dendy mampu mengendarai mobil membelah jalanan dengan baik,tak seperti yang Ria duga dan prasangka nya salah.Lelaki itu mengemudikan mobil dengan sangat baik,mulus hingga memasuki halaman Nia.
"Makasih ya Den".
Dendy mengerutkan kening mendengar nya.
"Makasih bagaimana,gue ikutlah.Lo balik sama gue lagi.Gimana cerita nya Lo gua tinggal disini."
Tanpa persetujuan Ria,Dendy keluar dari mobil nya.Ia menoleh kesana kemari.
Lingkungan yang begitu amat sepi,perumahan minimalis dengan desain ke barat baratan,di tengah setiap rumah bahkan ada kotak surat,tidak memiliki tembok yang menjulang tinggi.Di halaman sana bahkan pohon dan rerumputan saja,hanya bunga bunga yang membatasi halaman dan irigasi depan.
"Ccckkk...Kan hanya mengantar,bukan ikut ke dalam?!" suara Ria bahkan ketus kalau sedang mode jutek.
"Di sini sepi Ri, Mba nia di dalam kan.Gue takut suami nya macem macem sama Lo,gue ikut aja ya!" ujar Dendy.
"Yang bener aja Dendot! Dia ipar gue mana mungkin berani begitu!"
"Jangan salah, sekarang musim ipar suka adik istrinya!".
"Ahysss primitif!"
Ria pun mengalah,ia mengayunkan tangan seolah berbicara sudahlah.Kedua nya pun mengetuk pintu dan Nia membuka nya.
Wanita itu sempat terkejut dengan Dendy yang berada bersama adik nya.
Ruang tamu minimalis dengan nuansa coklat dan broken white,pintu terbuka suda menampilkan kedua foto keluarga masing-masing,tembok sisi nya lagi ada foto Nia dan Raka saat selesai ijab kabul.
Melewati ruang tamu ada ruang tengah yang sangat plong dengan ukuran kira kira empat kali lima meter,di sana hanya karpet permadani dan juga televisi yang lumayan sangat besar,tak lupa ada beberapa bantal untuk rebahan.
Dari sana juga bisa melihat bagian meja makan dan juga dapur.
"Ih ngapain sih Den,duduk sana!" Ria menyingkirkan tangan Dendy saat ia tahu lengan nya di remas.
"Gue pengin buang air Ri!"
Nia tersenyum "Deket dapur Den,itu WC umum."
Dendy pun mengangguk pergi dari sana.
.
.
.
"Lo kencan Ri".
"Gak.." jawab Ria singkat saat kakak nya bertanya.
"Jangan bohong,dari rumah Ibu ke rumah mba itu cuma tiga puluh menit,kalaupun macet paling satu jam.Lah ini dua jam lebih,yang satu jam di bawa kemana Lo sama dia atau?...."
"Huuusssssstttt!..." Ria mengacungkan jari telunjuk dan memutar di depan wajah berakhir di depan bibir Nia.
"Ishhh apasih!" Nia menyingkirkan itu tapi Ria terkekeh.
"Aku nunggu dia di rumah nya dulu Mba,Dendy kan diminta ayah ke rumah tapi dia gak ke rumah juga jadi aku yang ke rumah nya".
"Ada masalah apa?" tanya Nia lagi.
Mereka sedang menimbang terigu yang akan di buat,di sana sudah ada dua dan masih kurang banyak.
"Nanti saja aku ceritakan!" jawab Ria,bersamaan Dendy keluar dari kamar mandi.Kedua wanita itu pun menoleh.Merasa di perhatikan Dendy sedikit salah tingkah.
"Ada yang perlu aku bantu gak mba?". Tiba tiba Dendy mendekat, Nia pun menoleh pada Ria.
"Gak usah Den,kamu duduk sana aja..."
"Pulang kalau perlu,dari pada di sini bosen nanti lu!" Ria menyahuti nya,Nia kembali menoleh.
"Duduk sana aja Den!" ucap Nia lagi,lelaki itu pun mengangkat alisnya.Ia kembali ke ruang tengah duduk di bawah beralaskan karpet bulu,awalnya hanya memegang ponsel lama lama ia meraih remote televisi dan berbaring.Dendy pun tak tahan memejamkan mata nya mengantuk.
Tiga puluh menit hingga hampir dua jam,berloyang loyang sudah tertata di meja dapur.Hari mulai petang,Nia sudah mulai membagikan ke tetangga dekat hingga blok sebelah.
"Total nya berapa tadi mba?" tanya Ria.
"Dua lima,yang dua lu bawa pulang.Buat ibu sama calon mertua.." bisik Nia kemudian,suara nya lirih pas di telinga adiknya.Ia pun cekikikan melihat ekspresi Ria.
Memasuki kembali rumah,ternyata Dendy belum bangun padahal hari sudah mulai gelap.
.
.
Dua cangkir kopi menemani sepiring bolu di rotan yang biasa mereka sebut lincak,kedua nya berada di sana,Ria berbaring dengan memainkan ikat rambutnya di tangan sementara Nia duduk di pinggiran pantat nya persis di sebelah perut Ria.
"Jam segini mas Raka belum pulang Mba?"
"Sebentar lagi mungkin!"
"Disini meski pemandangan nya hanya rumput,jemuran,dan juga bunga bunga yang tak berarti tapi lumayan ya Mba,bisa untuk buang waktu sambil menikmati angin sepoi-sepoi euy..." Ria terpejam memajukan wajah nya seolah menikmati.Nia tersenyum tipis.
"Eh mba..."
"Eh Ri..."
Kedua nya bersamaan seolah akan menanyakan sesuatu.
"Mba dulu lah!"
"Kamu dulu lah!" ucap Nia.
"Ya udah..Ehekmmmm.." Nia berdehem lalu membenarkan dirinya duduk di sebelah Nia persis.
"Rasa nya bagaimana Mba?"
Sontak membuat Nia menoleh,Ria yang memainkan alisnya pun semakin membuat aneh Nia.
"Sakit gak Mba?"
Bertanya sendiri,terbahak sendiri,dan menutup mulut nya sendiri karena kegelian.Pertanyaan yang aneh,Nia bahkan belum menjawab tapi Ria masih tertawa terpingkal.
"Gimana mba,sakit gak.Aku nunggu jawaban nya nih.Rasanya gimana Mba?"
Nia yang risih ditanya tentang malam pertama nya pun akhirnya menjitak kepala Ria.
"Ngapain Lo tanya begituan,nanti Lo ngerasain sendiri bocil,nikah makanya!"
"Nikah nanti yang penting kawin dulu kan mba?" ucap Ria,ia seakan tahu kakak nya tidak bisa bercanda.
"Awas aja Lo MBA,gua suruh Ibu sama ayah buang Lo ke kota lain!"
"Jahat bener..." gumam Ria.
"Ri,sama Dendy.Minta di hamili dia, Mba yakin Ibu dan Ayah langsung setuju!"
Ria menoleh ke arah dalam,meski tidak terlihat ia takut jika Dendy sudah bangun dan menguping.
"cckkk mba,dia sudah ungkapin perasaan nya sih tapi aku gak yakin!"
"Gak yakin kenapa?" tanya Nia,ia semakin mendekat pada adik nya.
"Dendy make mba.."
Nia tidak mengerti,ia mengerutkan kening nya.
"Dia make semenjak tahu aku punya pacar,mu ngkin dia juga sadar kalau selama ini tidak pernah mengutarakan perasaan nya sampai aku punya pacar yang lain.Laaa itu salah dia kan mba,tadi nih ya waktu mau ke sini.Aku nunggu dia sadar dulu,badan nya sudah merah menggigil.."
"Kamu tidak takut?" tanya Nia, Ria pun menggeleng.
"Aku lebih takut kalau dia mati Mba..."
Nia menghela nafas akan jawaban Ria adik nya.
Mengetahui orang yang sedang kritis dan kita hanya lah diam adalah sebuah kesalahan fatal jika kita tahu penawar nya.
.
.
.
To be continue