Jesslyn tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis dalam satu malam. Demi menyelamatkan keluarganya dari kehancuran finansial, ia dipaksa menikahi Neo, pewaris kaya raya yang kini terbaring tak berdaya dalam kondisi koma. Pernikahan itu bukanlah perayaan cinta, melainkan sebuah kontrak dingin yang hanya menguntungkan pihak keluarga Neo.
Di sebuah rumah mewah yang sunyi, Jesslyn tinggal bersama Neo. Tanpa alat medis modern, hanya ada dirinya yang merawat tubuh kaku pria itu. Setiap hari, ia berbicara kepada Neo yang tak pernah menjawab, berharap suara dan sentuhannya mampu membangunkan jiwa yang terpenjara di dalam tubuh itu. Lambat laun, ia mulai memahami sosok Neo melalui buku harian dan kenangan yang tertinggal di rumah itu.
Namun, misteri menyelimuti alasan Neo koma. Kecelakaan itu bukan kebetulan, dan Jesslyn mulai menemukan fakta yang menakutkan tentang keluarga yang telah mengikat hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memutuskan Untuk Bertahan
"Hei, lihatlah, cuaca hari ini sangat cerah. Bagaimana kalau aku membawamu jalan-jalan di taman?" Jesslyn berbicara pada Neo yang terbaring tak berdaya disampingnya.
Gadis itu mengambil sebuah kursi roda yang ada di sudut ruangan, dengan benda itu ia akan membawa Neo jalan-jalan menikmati cuaca cerah hari ini.
"Yemi, tolong bantu aku memindahkan dia ke kursi roda." pintanya pada Yemi, pelayan yang memang ditugaskan untuk membantunya.
Yemi mengangguk sopan, "Baik, Nona."
Dengan sedikit bersusah payah, Jesslyn dan Yemi berhasil memindahkan Neo ke kursi roda. Tubuh pria itu terasa berat. Dalam hati dia bergumam, "Ternyata berat juga."
Dia menghela napas dan menatap Yemi yang berdiri di dekatnya. "Aku akan membawanya jalan-jalan sebentar di taman. Matahari pagi sangat baik untuk kesehatan," ucapnya dengan senyum tipis tersungging dibibirnya .
Yemi mengangguk sopan. "Baik, Nona. Jika membutuhkan bantuan, panggil saya."
Jesslyn mengangguk. "Aku tau," dia mendorong kursi roda itu menuju lift. Untung saja rumah keluarga Hou memiliki fasilitas lengkap, sehingga dia tidak perlu repot-repot membawa Neo melewati tangga. Saat mereka tiba di taman, angin pagi yang sejuk menerpa wajahnya. Cahaya matahari memantul lembut di rerumputan yang masih basah oleh embun.
Dia mendorong Neo ke tempat yang teduh, di bawah pohon besar lalu duduk di bangku yang berada tepat di sampingnya. "Baiklah," katanya sambil menatap wajah tenang pria itu, "kita sudah di taman. Aku tahu kau tidak bisa menikmatinya, tapi ini tempat yang bagus. Setidaknya lebih baik daripada hanya berbaring di kamar."
Jesslyn tertawa kecil. "Kau tahu, menjadi istri seseorang yang koma adalah sesuatu yang tidak pernah kubayangkan. Bahkan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk membuat ini terasa masuk akal."
Dia menatap wajah tenang itu dengan pandangan serius. "Tapi setidaknya kau harus tahu, aku sudah memutuskan untuk bertahan. Entah karena aku bodoh, atau mungkin karena aku mulai penasaran apakah kau akan bangun suatu hari nanti."
Jesslyn terdiam sejenak, lalu menatap wajah pria itu dengan senyum tipis. "Jadi, kalau kau mendengar ini, cepatlah bangun. Aku sudah mulai kehabisan bahan obrolan."
***
Sementara itu, di tempat yang sama tapi dilokasi berbeda. Dua wanita berbeda usia menatap mereka dari kejauhan. salah satu di antara mereka membuka suara dan mengakhiri keheningan yang tercipta selama beberapa detik.
"Ma, sepertinya kali ini kita tidak salah memilih lagi. Dia gadis yang baik, bahkan memperlakukan Neo secara manusiawi. Sikap dan perilakunya sangat berbanding balik dengan Amanda," ujar wanita itu Yang pastinya adalah nyonya Veronica.
Nyonya Maria menghela nafas panjang. "Ya, Mama juga memiliki pendapat yang sama. Jesslyn, memang berbeda dari Amanda. Hanya dengan melihatnya sekali saja, Mama bisa langsung tau jika dia tulus,"
"Aku berharap suatu saat nanti Neo bisa bangun dan melihat ketulusannya, dan melupakan Amanda." ucap Veronica.
Nyonya Maria terdiam seperti memikirkan sesuatu. "Vero, ada sesuatu yang membuat Mama sangat cemas," katanya dengan nada berat. "Ini bukan hanya tentang kondisi Neo sekarang, tapi tentang sesuatu yang lebih dalam."
Veronica menoleh, menatap ibunya dengan alis sedikit berkerut. "Maksud Mama apa?"
Nyonya Maria tidak langsung menjawab. Tatapannya kembali tertuju ke Jesslyn yang sedang berbicara kepada Neo, seolah pria itu bisa mendengar setiap katanya. "Kelainan itu, Vero. Mama takut. Jika suatu hari dia akhirnya bangun kembali, tiba-tiba muncul sosok yang lain, apa menurutmu Jesslyn bisa menghadapinya? Dia tidak tahu apa-apa."
Nyonya Veronica mengepalkan tangannya, cemas terlihat di wajah cantiknya. "Mama benar, sebenarnya itu juga yang aku cemaskan. Kelainan yang dimiliki Neo tidak bisa hilang begitu saja, apalagi itu terbentuk dari berbagai emosi yang dia miliki. Kita hanya bisa berdoa semoga semua baik-baik saja,"
Nyonya Maria menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan pikirannya. "Itu yang membuat Mama tidak tenang. Dia gadis yang baik, tapi beban ini berat sekali. Bahkan untuk kita, keluarganya."
Sesaat, hening melingkupi mereka. Di bawah sana, suara tawa kecil Jesslyn terdengar, bercampur dengan riuh dedaunan yang tertiup angin. Nyonya Maria hanya bisa berharap dalam diam, jika waktu dan keajaiban bisa membawa jawaban untuk semua ini.
***
Jesslyn menggenggam tangan Neo yang terasa dingin. "Matahari sudah semakin tinggi, sebaiknya kita masuk ke dalam, sudah cukup untuk hari ini. Kau pasti lelah karena terlalu lama duduk." ucapnya sambil berdiri. Jesslyn membawa Neo kembali ke dalam rumah. Dia tau kondisi pria ini tidak memungkinkan untuk duduk terlalu lama.
Setibanya di dalam kamar, Nyonya Veronica menghampirinya dan membantu Jesslyn memindahkan Neo ke tempat tidur. "Kau melakukan begitu banyak hal untuknya," ucapnya lembut.
Jesslyn tersenyum simpul. "Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan,"
"Jesslyn, Kau adalah gadis yang baik. Kami sungguh-sungguh menyesal karena membiarkanmu terjebak dalam situasi ini. Jika kau ingin marah, atau membenci kami berdua, Mama tidak akan pernah keberatan." ujar Nyonya Veronica dengan penuh penyesalan.
Jesslyn menggeleng. "Untuk apa menyesalinya, semua sudah terjadi dan tidak ada yang perlu untuk disesali. Ma, siang ini aku harus pergi keluar. Kalian mengijinkannya bukan?"
Nyonya Veronica mengangguk. "Tentu saja, kau bisa pergi kemanapun yang kau inginkan. Asalkan kembali lagi kemari. Sopir akan mengantarkanmu."
Jesslyn tersenyum tipis. "Terimakasih, Ma."
***
"Kau siapa? Ke-Kenapa kau sangat mirip dengannya?"
***
Bersambung
Hai pembaca tercinta. Jangan lupa tinggalkan like dan komen setelah membaca 🙏🙏