"Kamu tahu arti namaku?" Ucap Acel saat mereka duduk di pinggir pantai menikmati matahari tenggelam sore itu sembilan tahun yang lalu.
"Langit senja. Akash berarti langit yang menggambarkan keindahan langit senja." jawab Zea yang membuat Acel terkejut tak menyangka kekasihnya itu tahu arti namanya.
"Secinta itukah kamu padaku, sampai sampai kamu mencari arti namaku?"
"Hmm."
Acel tersenyum senang, menyentuh wajah lembut itu dan membelai rambut panjangnya. "Terimakasih karena sudah mencintaiku, sayang. Perjuanganku untuk membuat kamu mencintaiku tidak sia sia."
Air mata menetes dari pelupuk mata Zea kala mengingat kembali masa masa indah itu. Masa yang tidak akan pernah terulang lagi. Masa yang kini hanya menjadi kenangan yang mungkin hanya dirinya sendiri yang mengingatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Simpati palsu
Zea sibuk menyiapkan makanan di dapur, sementara Alia dan Amel mengobrol dengan Jihan. Mereka berpura pura prihatin mendengar cerita Jihan tentang kasus penganiayaan yang dialaminya.
"Mereka bersimpati atas apa yang dialami Jihan, namun nyatanya mereka melakukan hal yang sama padaku. Sungguh luar biasa keluarga ini. Mengapa aku bisa jatuh cinta sedalam ini pada seorang Akash yang mungkin saja juga hanya berpura pura mencintaiku." gumamnya dalam hati.
Ya, setelah mengetahui beberapa keburukan keluarga Sandrio, Zea mulai berpikir dengan logikanya. Menurutnya sangat mudah bagi Akash untuk bisa menemukannya dan mencari tahu kebenaran tentang perselingkuhan yang dituduhkan padanya. Namun, nyatanya Akash sama sekali tidak pernah mencari keberadaannya dan menerima mentah mentah isu perselingkuhan dirinya yang disebarkan oleh orang lain.
"Jika cintanya tulus untukku, tidak mungkin dia mudah percaya pada isu rendahan seperti itu." batin Zea.
Perlahan tangannya menyentuh liontin kalung yang melingkar dilehernya dan tersembunyi dibalik kerudungnya. Digenggamnya erat liontin itu sambil merasakan betapa perihnya hati yang masih saja merindukan langit senjanya.
"Bunda, bantu aku. Aku harus bertahan sebentar lagi di rumah ini. Aku akan menuntut keadilan atas kematian kak Rudi dan Uma Sanah. Aku tidak peduli jika pada akhirnya aku bernasib sama seperti mereka, selama aku bisa mengungkapkan kejahatan mertuaku pada dunia." tekadnya sudah bulat.
"Zea, apa makan malamnya sudah siap, nak!" Seru Alia dari ruang tengah.
"Sudah ma!"
Alia tersenyum senang, lalu dia mengajak tamunya untuk menuju meja makan. Mereka pun makan malam bersama dan tidak ketinggalan Alia juga mengajak Zea ikut makan bersama mereka di meja yang sama.
"Jihan, makan yang banyak. Kamu butuh energi yang cukup untuk melawan kedzaliman suamimu itu, nak."
Jihan mengangguk sambil tersenyum. Tatapan matanya juga tidak fokus dan dia terlihat gemetar di bagian kakinya. Zea menyadari itu. Dari sorot matanya Zea mulai menerka tentang wanita bernama Jihan ini.
"Dia tidak berbohong. Lalu, apa rencana Mama sebenarnya? Apa Mama benar benar akan membantunya atau malah akan memperalatnya untuk kepentingannya sendiri..." terka Zea dalam hatinya.
Usai makan malam, Jihan dan kedua orangtuanya diantarkan oleh bibik menuju kamar mereka di kamar tamu. Alia dan Amel juga langsung ke kamarnya untuk istirahat. Sementara Zea masih harus membereskan dapur terlebih dahulu atas perintah Alia dan Amel.
Lelah? Sudah pasti. Seharian dia punya banyak kegiatan dan pikirannya yang juga terganggu, sudah tentu sangat melelahkan. Tapi, saat pulang ke rumah bukannya istirahat, dia malah kembali harus mengerjakan pekerjaan rumah. Apa tidak ada pembantu di rumah megah ini? Tentu ada pembantu. Hanya saja mereka semua di beri perintah untuk tidak membantu Zea sama sekali dan mereka hanya bisa patuh tanpa berani membantah.
Yang lebih menyedihkan lagi, saat tadi Zea hendak menuju kamar Acel untuk sholat, seorang pembantu malah mengarahkannya untuk masuk ke kamar lain atas perintah Alia dan kamar itu adalah gudang penyimpanan barang tak terpakai lagi milik Acel. Kamar itu berdebu, bau serta kamar mandinya juga sangat kotor dan berlumut. Sehingga sebelum istirahat Zea harus berbenah dulu untuk menyiapkan tempat tidur dengan menyusun kardus kardus bekas itu menjadi tempatnya berbaring.
.
.
.
Sudah dua hari Acel tidak pulang ke rumah utama, dia hanya terus di perusahaannya sambil mengurus semua hal yang berkaitan dengan bisnis hitam Dandi yang menyeret Sky grup didalamnya.
"Tuan muda, coba lihat ini." Boby memperlihatkan layar laptopnya pada Acel.
Ada video rekaman cctv yang baru dikirimkan Mike. Dalam rekaman itu terlihat dua orang pria berpakaian serba hitam, menutup wajah mereka dengan topeng kepala macan. Dua pria itu menuju gedung Sky grup tepatnya di parkir mobil bawah tanah.
"Apa itu om Dandi?" Acel mem-pause video untuk melihat lebih jelas postur tubuh lelaki yang ditemui dua pria bertopeng macan itu.
"Sepertinya bukan, Tuan muda." sahut Lui yang kemudian menscan gambar itu dan mencari data lengkap lelaki itu menggunakan kemampuannya dibidang teknologi khusus pencarian identitas.
"Lelaki ini anak tunggal Tiger, pimpinan mafia." Ucap Lui.
"Apa yang dia lakukan di sky grup?"
"Sayangnya rekaman cctv hanya sebatas itu, Tuan muda. Rekaman berikutnya sepertinya sengaja dihapus untuk menghilangkan jejak."
"Apa Mike tidak bisa mencari tahu?"
"Mike masih berusaha, Tuan muda. Mungkin membutuhkan waktu dua puluh empat jam untuk bisa mengembalikan rekaman yang telah dihapus." sahut Boby menjelaskan yang diangguki oleh Lui dan Acel.
"Berapa hari tersisa sampai hari pelantikan?"
"Lima hari lagi, Tuan muda." jawab Lui.
"Tuan muda tidak usah khawatir, Sky grup akan tetap menjadi milik Tuan muda, karena sudah memenuhi persyaratan."
"Saya setuju dengan Boby, Tuan muda."
Sebentar Acel terdiam, dia baru menyadari lagi bahwa dia telah menikah.
"Lui, besok pulanglah ke rumah utama. Awasi nona Zea secara diam diam."
"Baik, Tuan muda."
Boby tersenyum senyum menatap Acel setelah memberi perintah pada Lui untuk mengawasi istrinya itu.
"Ada apa dengan senyummu itu, Boby!"
"Tidak, Tuan muda. Aku hanya merasa sepertinya akan ada cinta lama yang bersemi kembali."
"Jaga ucapanmu, Bob. Aku tidak akan pernah mencintai pengkhianat."
"Tapi, bagaimana kalau ternyata nona Zea tidak pernah mengkhianati, Tuan muda?"
"Kamu ngomong apa sih, Bob."
"Ya, hanya sekedar berucap. Setelah kemarin aku melihat lagi nona Zea... aku rasa ada begitu banyak hal yang dia sembunyikan dari Tuan muda."
"Cukup, Bob. Aku tidak ingin membahas tentang dia. Banyak hal penting yang harus aku urus."
"Baiklah..." ujar Boby patuh.
.
.
.
Pagi pagi sekali Lui sudah tiba di rumah utama. Kedatangannya disambut oleh Ayahnya yang juga baru tiba di rumah utama.
"Kamu datang sendiri?"
"Iya, Yah. Tuan muda masih ada urusan. Aku mampir mengambil sesuatu."
"Apa ada hal yang tidak beres dengan perusahaan?"
"Gak ada, Yah. Semuanya baik baik saja." kilahnya berbohong pada Ayahnya. Bukan karena dia tidak percaya, hanya saja dia harus menepati janjinya pada Acel untuk tidak memberitahu siapapun tentang masalah yang sedang dihadapi Acel saat ini.
"Kak Lui!" Sapa Amel yang baru pulang dari joging.
"Pagi, nona Amel."
"Kak Lui datang sendiri?"
"Iya, Nona."
"Pasti Kak Acel malas pulang karena ada perempuan murahan di rumah ini." ucapnya sesuka hati menebak alasan ketidak pulangan kakaknya dan Lui hanya diam saja.
"Kak Lui sarapan disini ya!" rengeknya sambil merangkul lengan Lui yang membuat Lui mendapat tatapan tajam dari Handi.
"Loh ada Lui, Acel mana?" tanya Alia yang keluar dari rumah menghampiri mereka.
Dengan cepat Lui melepas rangkulan tangan Amel darinya dan itu membuat Amel sedih.
"Maaf Nyonya, Tuan muda tidak akan pulang sampai hari penobatan."
"Apa ada masalah di perusahaan?"
"Tidak Nyonya, Tuan muda hanya butuh waktu untuk sendiri."
"Ya, saya paham. Dia pasti tertekan karena harus memilih menikahi wanita yang telah mengkhianatinya." Ucap Alia seolah mengerti perasaan putranya.
"Kalau begitu mari kita sarapan dulu!"
"Maaf, Nyonya. Saya datang hanya untuk mengambil sesuatu di kamar Tuan muda."
"Oh begitu. Ya sudah silahkan."
Lui pun segera masuk ke rumah diikuti oleh Amel yang sengaja melangkah berdampingan dengan Lui.
"Kamu harus memberitahu Lui agar dia tidak menyukai Amel lebih dari seharusnya!" Seru Alia menegaskan pada Handi.
"Saya sudah memberitahu Lui tentang itu, Nyonya. Sepenglihatan saya, justru nona Amel yang terus terusan mendekati Lui disetiap ada kesempatan. Jadi, bagaimana kalau Nyonya yang memberitahu Nona Amel untuk tidak mendekati Lui." jawab Handi yang membuat Alia kesal.
"Sampai kapanpun Amel sama Lui tidak boleh saling mencintai!" Tegasnya.