Tampan, mapan dan populer rupanya tidak cukup bagi sebagian perempuan. Vijendra sendiri yang menjadi objek dari ketidak syukuran pacarnya, atau mungkin bisa disebut mantan pacar. Ia memilih mengakhiri semuanya saat mendapati perempuan yang ia kasihi selama 3 tahun lamanya sedang beradu kasih dengan laki-laki lain.
Cantik, berprestasi dan setia juga sepertinya bukan hal besar bagi sebagian laki-laki. Alegria harus merasakan sakitnya diputuskan sepihak tanpa tahu salahnya dimana.
Semesta rupanya punya cara sendiri untuk menyatukan dua makhluk yang menjadi korban ketidak syukuran hingga mereka sepakat untuk menjadi TEMAN BAHAGIA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon firefly99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Kedatangan Ayah Ibu
Alegria sedang duduk di gasebo sambil memperhatikan hamparan sawah di depan sana. Tadi Isa menyuruhnya untuk duduk-duduk saja karena kroketnya sudah matang. Ia pun menurut dan kini sedang makan kripik yang ia buat tadi.
"Galau amat." cibir Vajen yang baru ikut bergabung. Entah tadi apa yang ia kerjakan.
"Yee, mana ada orang galau tapi nyaris menghabiskan setoples kripik."
Vajen terkekeh. Tangannya lalu mengambil kroket lalu ia makan. "Gimana?"
"gimana apanya?" heran Alegria.
"Udah siap belum menjadi menantu bunda?" kedua alis Vajen naik turun.
Alegria memasang smirknya, lalu menjawab, "mau dong. Lumayan tuh gak perlu lagi pacaran dan putus cinta."
Tawa Vajen lagi-lagi menggema. "Okay. Siapkan diri Lo untuk itu. Lo gak perlu ngelakuin apapun, cukup gue yang melangkah ke Lo."
"Ternyata omongan lelaki yang putus cinta lebih mengerikan dibandingkan dengan omongan buaya." ucap Alegria.
"Sayangnya lelaki yang putus cinta dan buaya ini serius dengan omongannya."
Alegria mencebikkan bibirnya. Tidak lagi menimpali omongan ngawur Vajen, melainkan memilih untuk mengunyah.
"Asiik bener ngobrolnya." Velma datang dengan raut wajahnya yang sepertinya kelelahan. "Ayo makan dulu, ayah dan bunda sudah menunggu." ajaknya.
"Kapan tibanya kak?" tanya Alegria.
"Belum lama. Tadi kak Vajen yang jemput, tapi kakak ke kamar dulu untuk mandi dan berganti pakaian." jawab Velma.
Tiba di ruang makan, Alegria lebih dulu menyapa Dika, tak lupa melakukan takzim.
"Dek Yaya makin cantik saja." puji Dika.
"Om juga masih muda." balas Alegria.
"nah kan, hanya Yaya yang bisa membalas pujian ayah." ujar Velma.
"Ayo nak, makan dulu." Isa baru saja meletakkan soto ayam di meja.
Mereka lalu makan siang diiringi percakapan yang lebih menjurus ke Alegria dan Velma. Setelah makan, Alegria tentu tak lupa membantu Velma mencuci piring.
"Kalian istirahat saja dulu. Bangun nanti baru bikin asinan." suruh Isa.
"Ayo Yaya!" ajak Velma. Ia menarik tangan Alegria menuju kamarnya.
Rumah Dika dan Isa memang hanya terdiri satu lantai saja dengan ukuran 15 x 30 meter. Terdapat 5 kamar tidur dengan masing-masing kamar mandi di dalamnya, ruang tamu, ruang keluarga dan juga dapur. Kamar Velma sendiri cukup luas, terdapat lemari besar, meja dan kursi make up, satu sofa, TV dan meja belajar.
"Huaah, akhirnya bisa nyentuh kasur." ucap Velma begitu ia sudah berbaring di atas kasur.
"Pasti berat yah kak?" tanya Alegria.
Velma mengangguk. "Berat, tapi tetap dilakukan, candu sih. Namanya juga perjuangan kan yah?"
"Nanti mau ambil spesialis apa kak?"
"Kalau bukan anak, yah gizi. Setidaknya gak sibuk-sibuk amatlah."
"Asyik, anakku nanti bakalan punya dokter sendiri." seru Alegria.
"Dih, baru juga koas. Masih panjanglah perjuangan kakak, Yaya." ujar Velma.
Lama bercakap-cakap, mereka lalu tidur siang di kasur yang sama.
✨✨✨
Sore hari saat Alegria bangun, ia terkejut melihat ayah dan ibunya sedang duduk di gasebo belakang bersama Isa dan Dika.
"Ayah, ibu?"
Keempat orang di sana kompak menoleh.
"Udah bangun yah sayang?" tanya Airlangga.
"Iya, ayah. Kok bisa di sini?" Herna Alegria.
"Ya bisa dong. Tadi Abang jemput di bandara , terus langsung di bawah kesini, katanya adek berada di sini." jelas Ale.
Alegria mengangguk mengerti. "Adek ke dalam lagi yah, mau bantu kak Velma bikin asinan." pamitnya setelah menyapa ayah dan ibunya.
"Anak kalian buat kami saja yah." pinta Isa sambil melihat langkah riang Alegria yang semakin menjauh.
"Kak Isa kenapa sih? Kenapa natap Yaya kayak gitu?" Ale merasa tidak enak sekarang.
"Kakak hanya khawatir, Le."
"Khawatir kenapa lagi sayang?" tanya Dika pada istrinya.
"Ayah lihat sendiri kan bagaimana Vajen belakangan ini. Aku sampai khawatir liat dia lebih banyak diam. Syukur nya, tadi aku lihat dia tertawa lepas, hal yang tidak kita lihat belakangan ini." Isa menyampaikan ke-khawatiran nya, juga menceritakan kejadian tadi.
"Ketawa karena Yaya?" tanya Dika penasaran.
Isa mengangguk. Bibirnya ikut tersenyum membayangkan kejadian tadi.
Dika lalu menatap Airlangga dan Ale bergantian.
"Jangan natap aku seperti itu." seloroh Airlangga. "Aku gak akan memaksakan kehendak kepada anak-anakku, biarkan dia memilih jalan hidupnya sendiri." imbuhnya.
"Alegria juga belum lama ini mengalami hal yang sama dengan Vajen, sikapnya pun sedikit berubah. Untungnya, setelah pulang KKN, ia cepat pulang ke rumah dan mengeluarkan semua uneg-unegnya meskipun sambil menangis." cerita Ale.
"Nah, ini Vajen tidak mengatakan apapun kepada kami. Ia hanya minta agar kami tenang saat ada berita yang memuat dirinya." ujar Isa lagi.
"Ya beda lah Isa, Yaya tuh perempuan, Vajen kan laki-laki." Airlangga rupanya masih cukup santai.
"Aku berharap banyak ke Alegria. Tolong jangan dihalangi." pinta Isa.
"Sayang." Dika menegur istrinya.
"Doakan saja, kak. Kalau memang takdirnya, pasti akan diberikan kemudahan." Ale menepuk pelan pundak Isa.
Suara ribut-ribut menarik perhatian mereka. Rupanya Alden dan Vajen sudah kembali dari empang.
"Asinan buahnya sudah jadii." seru Velma sambil meletakkan baskom yang berisi asinan mangga dan rambutan.
Alegria ikut meletakkan piring kecil dan juga garpu, lalu ikut duduk di sebelah ayahnya. "Kak Vajen, jangan dekat-dekat. Bajunya kotor itu " omelnya saat Vajen duduk di sebelahnya.
"Jangan gerak, Yaya. Nanti gue jatuh. Kalau gue jatuh, gue akan tarik Lo, supaya jatuh sama-sama." ancam Vajen.
Alden yang sudah mengerti dengan tak tik Vajen hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat situasi di depannya.
"Tabok aja, Yaya. Kakak memang jahilnya gak ketulungan." dukung Velma.
"Kalian ini , sudah besar tapi masih saja seperti toddler." heran Isa.
"Kakak tuh bunda." lapor Velma.
"Ya kan aku hanya duduk, bunda." Vajen membela dirinya.
"Yi kin iki hinyi didik bindi." cibir Alegria.
"Adek Yaya!" tegur Airlangga.
"Siap, ayah. Kak Vajen yang duluan " ucap Alegria lalu memilih untuk makan asinan saja.
Airlangga dan keluarga kecilnya tidak langsung pulang, melainkan makan malam juga di kediaman Dika. Ikan bandeng yang tadi diambil di empang, dibelah lalu diberi bumbu kuning dibagian tengahnya, kemudian di panggang.
"Sering-sering deh seperti ini." ujar Airlangga.
"Makanya kamu jadi besanku dulu. Bisa dipastikan kita akan lebih sering begini." balas Dika.
"Matamu!" sarkas Airlangga.
Hal itu membuat Dika terkekeh kecil. Airlangga ini type ayah yang posesif. "Apalagi yang kamu takutkan? Meskipun tidak sekaya kamu, aku masih bisa menghidupi putrimu kalau menjadi menantuku."
"Bukan begitu, Dika. Yaya saat ini masih sedang proses recovery. Takutnya ia semakin tertekan kalau terus didorong seperti ini."
"Ya, aku mengerti. Semoga memang ada jalannya untuk mereka berdua, untuk kita semua nya." harap Dika.
Mau pantengin terus sampai tamat ahh 😁
Semangat kak bikin ceritanya 🤗 ditunggu sampai happy ending yahh 😘