DIBUANG ANAKNYA, DIKEJAR-KEJAR AYAHNYA?
Bella tak menyangka akan dikhianati kekasihnya yaitu Gabriel Costa tapi justru Louis Costa, ayah dari Gabriel yang seorang mafia malah menyukai Bella.
Apakah Bella bisa keluar dari gairah Louis yang jauh lebih tua darinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ria Mariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Bella menatap Louis, menyadari bahwa seluruh tubuhnya terasa aneh dan ada perasaan tenang yang Louis bawa bersamanya. Louis sudah lebih dulu membuka keran air hangat lalu membiarkan uap memenuhi kamar mandi.
"Kamu mau terus berdiri di situ atau bagaimana?" tanya Louis.
"Aku masih tidak percaya kita benar-benar melakukan ini," gumamnya sambil perlahan mulai melepas pakaiannya.
Louis mendekat, meletakkan tangannya di punggung Bella dengan lembut. "Aku janji, kamu akan merasa lebih baik setelah ini."
Bella mendongak, menatapnya sebentar sebelum tersenyum tipis.
Air dari shower sudah mulai hangat, dan Louis melangkah lebih dekat, sambil mengulurkan tangannya pada Bella. "Ayo," kata Louis.
Bella meraih tangannya dan mereka masuk ke bawah aliran air hangat, uap menutupi pandangan sebagian besar ruangan, memberikan mereka privasi dalam suasana yang begitu intim.
"Bagaimana?" tanya Louis.
Bella menutup matanya sejenak, merasakan air hangat membasuh tubuhnya, seakan membersihkan segala ketegangan yang ia rasakan hari ini.
"Aku merasa lebih baik," bisiknya pelan.
Louis tersenyum, tangannya dengan lembut membelai punggung Bella.
"Lihat? Aku tidak bohong."
Bella tertawa kecil. "Kamu selalu tahu apa yang kubutuhkan, ya?"
"Bukan selalu," jawab Louis sambil mengangkat alis. "Tapi kali ini, sepertinya aku benar."
Mereka terdiam sejenak, hanya ditemani suara aliran air dan uap yang semakin pekat di sekitar mereka.
"Aku tahu ini aneh, tapi aku senang kita melakukan ini," kata Bella.
Louis menatapnya dalam-dalam, mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Bella.
"Aku juga," ucap Louis.
Setelah beberapa saat di bawah pancuran air hangat, Bella dan Louis keluar dari kamar mandi. Bella membungkus dirinya dengan handuk besar, sementara Louis sudah berpakaian santai dan tampak sibuk dengan pikirannya.
Bella duduk di tepi tempat tidur, handuk masih terikat erat di tubuhnya.
"Louis, aku masih tidak mengerti. Kenapa kamu memilih aku. Maksudku, setelah semua yang terjadi. Kamu tahu aku pernah bersama Gabriel dan seharusnya pun aku lebih pantas menjadi pelayanmu," kata Bella.
"Apa kamu meragukan keputusanku?" tanya Louis.
"Bukan meragukan, lebih kepada bertanya-tanya. Kamu bisa mendapatkan siapa saja untuk dijadikan istri. Kenapa aku?"
"Aku tidak pernah membuat keputusan tanpa memikirkan segalanya. Kamu mungkin berpikir ini rumit, tapi bagiku, itu sederhana."
Bella menoleh, bingung. "Sederhana?"
Louis mengangguk. "Aku tahu siapa kamu. Aku tahu kamu bukan lagi bagian dari masa lalu Gabriel. Kamu adalah kamu dan secara tidak langsung aku menyelamatkanmu."
"Menyelamatkanku dari apa?" tanya Bella bingung.
"Kamu akan tahu jawabannya suatu saat nanti," jawab Louis.
Bella terdiam, menatap Louis dalam-dalam dan terlihat bingung.
"Tidak perlu dipikirkan sekarang," kata Louis.
Bella menghela napas pelan, akhirnya tersenyum tipis. "Baiklah."
"Sekarang bagaimana? Bella si pemberontak sudah tidak ada?" goda Louis yang menyadari akhirnya Bella luluh juga kepadanya.
Bella tertawa kecil lalu memeluk Louis dengan erat, sepertinya dia mulai aman dan nyaman dengan Louis walau pria di depannya ini sebenarnya menyeramkan dari segi berita serta badannya juga terdapat banyak tatto.
Beberapa saat kemudian.
Bella baru saja selesai berpakaian saat suara bel rumah berbunyi. Dia menoleh ke arah pintu, sedikit terkejut.
"Siapa yang datang?" tanyanya sambil menatap Louis.
"Wedding organizer. Aku sudah minta mereka datang hari ini untuk membicarakan rencana pernikahan kita."
Bella menatapnya dengan mata membesar. "WO? Sekarang?"
Louis mengangguk. "Saatnya mulai merencanakan semuanya."
"Aku tidak tahu harus mulai dari mana," ujarnya sambil tersenyum gugup.
Louis menepuk pundaknya pelan. "Itulah kenapa ada mereka. Kamu hanya tinggal pilih apa yang kamu suka."
Tak lama kemudian, seorang wanita berpakaian rapi masuk bersama timnya, membawa beberapa buku katalog dan bahan-bahan contoh.
"Selamat sore, Tuan Louis, Nona Bella. Kami di sini untuk membantu Anda merencanakan hari besar Anda."
"Terima kasih sudah datang," kata Bella.
Wanita WO itu langsung mengeluarkan beberapa buku besar yang penuh dengan contoh-contoh dekorasi, gaun, dan tema pernikahan.
"Pertama-tama, Nona Bella, apakah Anda sudah memiliki bayangan tentang tema pernikahan yang Anda inginkan?"
"Um... sebenarnya, aku ingin sesuatu yang klasik. Serba putih. Aku selalu suka pernikahan yang elegan, tapi tetap sederhana," jelas Bella.
"Tema klasik putih, pilihan yang sangat bagus. Apakah ada detail spesifik yang Anda inginkan?"
"Aku suka sekali gaun seperti Cinderella. Aku selalu membayangkan gaun pengantin yang besar, dengan rok yang mengembang dan detail indah di setiap sisinya. Gaun yang membuatku merasa seperti seorang putri," ucap Bella.
Louis menatap Bella dengan senyum kecil di wajahnya. "Cinderella?" ulangnya.
Bella tertawa pelan, merasa sedikit malu.
"Ya, aku tahu, mungkin terdengar kekanak-kanakan. Tapi itu selalu menjadi impianku."
"Kalau itu yang kamu mau, aku setuju," jawab Louis.
"Kamu tidak keberatan?"
"Ini pernikahan kita. Yang paling penting adalah kamu merasa bahagia di hari itu. Jika gaun Cinderella yang membuatmu bahagia, maka itulah yang akan kita pilih."
"Terima kasih, Louis. Aku benar-benar ingin itu dan juga aku ingin dekorasi dengan bunga-bunga putih di mana-mana. Meja-meja bundar dengan taplak meja putih, dan lampu-lampu kecil yang berkelap-kelip."
WO mengangguk cepat, mencatat semua detail yang diinginkan Bella.
"Bunga putih dan lampu kecil, itu bisa diatur. Apakah ada preferensi khusus untuk jenis bunganya?"
Bella berpikir sejenak. "Aku suka mawar putih dan mungkin ditambah dengan anggrek atau lili."
Louis menyentuh punggung Bella pelan. "Kamu punya selera yang bagus."
"Dan untuk lokasi? Apakah Anda sudah memikirkan tempat?" tanya WO.
Bella menoleh ke Louis. "Aku ingin tempat yang outdoor, mungkin taman atau area terbuka, tapi aku tidak tahu pasti tempatnya. Ada rekomendasi?"
Louis mengangguk. "Ada beberapa tempat yang bisa kita pertimbangkan. Aku bisa urus itu."
Bella tersenyum. "Oke, lokasinya terserah kamu."
Saat Louis masih sibuk berdiskusi dengan tim WO, Bella perlahan berjalan menjauh, mengambil ponselnya dari saku. Ia melangkah keluar ke halaman, berharap bisa mendapatkan sedikit privasi untuk menenangkan pikirannya. Dengan tangan sedikit gemetar, ia segera menelpon nomor ibunya, menunggu nada sambung yang sudah sangat ia rindukan.
Namun, tak lama setelah ponsel di telinganya berbunyi, suara otomatis terdengar.
"Nomor yang Anda tuju tidak aktif atau berada di luar jangkauan."
Bella mengerutkan kening, merasa tidak percaya. "Tidak aktif?" gumamnya pelan. Ia segera mencoba menelpon nomor ayahnya, berharap kali ini ada jawaban.
Namun lagi-lagi, yang terdengar hanyalah pesan otomatis yang sama: "Nomor yang Anda tuju tidak aktif atau berada di luar jangkauan."
Matanya mulai berkaca-kaca, tetapi ia mencoba menenangkan diri. Ada banyak alasan kenapa nomor orang tuanya mungkin tidak aktif. Mungkin mereka sedang bepergian dan lupa memberitahu, atau mungkin ada masalah dengan jaringan, tapi dalam hati kecilnya, Bella merasa ada yang tidak beres. Dia lantas menatap Louis.
Aku tidak ingin berpikiran buruk tentang Louis, tapi kenapa aku merasa ada yang dia sembunyikan dariku? Gumam Bella.