Niat hati memberikan kejutan kepada sang kembaran atas kepulangannya ke Jakarta, Aqilla justru dibuat sangat terkejut dengan fakta menghilangnya sang kembaran.
“Jalang kecentilan ini masih hidup? Memangnya kamu punya berapa nyawa?” ucap seorang perempuan muda yang dipanggil Liara, dan tak segan meludahi wajah cantik Aqilla yang ia cengkeram rahangnya. Ucapan yang sukses membuat perempuan sebaya bersamanya, tertawa.
Selanjutnya, yang terjadi ialah perudungan. Aqilla yang dikira sebagai Asyilla kembarannya, diperlakukan layaknya binatang oleh mereka. Namun karena fakta tersebut pula, Aqilla akan membalaskan dendam kembarannya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Sakit Sekali!
“Halo semuanya? Aku Aqilla atau Qilla. Aku kakak sekaligus kembaran Chilla.”
“Sebelumnya, aku ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Kalian sudah membantu dan membuat kasus yang menimpa adik sekaligus kembaranku jadi viral.”
“Kita sama-sama tahu, semua yang tidak viral, tidak akan pernah ditindak lanjuti. Sekalipun itu kezaliman yang berlindung di balik uang dan kekuasaan.”
“Sehubung apa yang terjadi pada kemajuan kasus Chilla, sementara pelaku justru dilindungi!”
“Terakhir, rumah om dan tanteku diserang preman dalam tanda kutip, hanya karena itu menjadi tempat tinggal sementara aku dan adik-adikku.”
“Jadi, aku kembali memohon bantuan kalian. Mohon bantu kembali viralkan. Karena Chilla sungguh tidak baik-baik saja. Chilla kami sangat butuh bantuan kalian untuk mendapatkan keadilan!”
“Apa yang Rumi, Liara, dan lainnya lakukan kepada Chilla, bukan hanya keusilan biasa. Atau perundungan biasa. Semuanya sungguh sudah terencana!”
Berderai air mata, Qilla merekam videonya. Perlahan, ia membuka ruang rawat di mana sang adik sekaligus sang kembaran, ditangani.
Pak Zeedev dan ibu Akina ada di sana. Keduanya yang duduk bersebelahan, menunduk lesu meratapi keadaan Asyilla. Kehadiran Aqilla membuat keduanya langsung terkejut. Namun karena di tangan kanan Aqilla ada ponsel dan tengah merekam, keduanya sengaja melipir.
Keadaan Asyilla masih memprihatinkan. Kepala dan bahkan wajahnya diperban. Begitu juga dengan kedua tangan maupun kedua kakinya. Sementara untuk bernapas, Asyilla harus memakai bantuan ventilator. Selain itu, bunyi bab bib bab bib dari mesin EKG di sana membuat keadaan jadi mengerikan. Hidup dan mati Asyilla seolah sudah ada di pelupuk mata.
“Gadis malang yang dulunya sangat ceria ini sungguh membutuhkan kita. Dia bukan korban keusilan teman sekolah. Mereka sungguh bukan teman Chilla. Bahkan Rumi, dia terlalu dengki kepada Chilla, dan sengaja berlindung di balik kata persahabatan agar dia menjadi yang paling berprestasi. Bukti-bukti sudah aku dapatkan. Termasuk untuk kejahatan dari Liara dan teman-temannya.”
“Itu kenapa, tolong, ... aku benar-benar mohon dengan sangat, bantu kembali viralkan ini! Bantu aku memperjuangkan keadilan untuk adik sekaligus kembaranku!” Aqilla tersedu-sedu dan perlahan mengakhiri rekamannya.
“Setelah ini, masihkah kalian bisa mengelak?” batin Aqilla yang menunduk loyo membelakangi Chilla.
Tak lama kemudian, ibu Akina dan sang suami, mendekap Aqilla dari belakang kanan kiri, secara bersamaan.
“Makasih banyak, Kak! Kakak hebat! Kakak hebat banget!” ucap ibu Akina. Air matanya berlinang membasahi pipi. Bibirnya mendarat di ubun-ubun Aqilla sangat lama.
Kegaduhan di jagad internet sudah langsung terjadi. Karena video unggahan Aqilla sudah langsung disebarkan oleh pihak keluarga, relasi, kenalan, bahkan banyak orang yang memantau jalannya kasus.
Walau ada hilal mereka-mereka yang bersalah akan segera kembali diproses, Aqilla belum bisa sepenuhnya merasa lega. Karena yang Aqilla inginkan, ialah menghabisi Liara dan pelaku lainnya menggunakan kedua tangannya.
Kehadiran Stevan membuat pak Zeedev dan ibu Akina, memahaminya. Keduanya memberi Stevan waktu khusus, dan sengaja keluar dari sana.
“B—Beb ...?” panggil Stevan benar-benar lirih.
Stevan mendekati Chilla dengan langkah yang benar-benar pelan. Air matanya berlinang, sementara hatinya tersayat pedih dan sangat sakit. Sakit sekali. Kondisi Chilla yang sangat memprihatinkan menjadi alasan ia mengalaminya.
“Semua ini ulah Liara? Benar, ini ulahnya? Aku pastikan, dia akan mendapatkan balasan setimpal, Beb!” ucap Stevan yang kemudian menempelkan bibirnya di kening Asyilla yang tertutup perban.
Kedua mata Asyilla baru terbuka, setelah gadis itu yakin, tidak ada orang lain, apalagi Stevan di ruang rawatnya. Dari kedua ujung matanya yang masih lebam parah, butiran bening mengalir.
“Sakit sekali! Kalian jadi sangat sedih gara-gara aku!” batin Asyilla.
***
“Ayo kita sama-sama balas dendam!” ucap Stevan sengaja menghampiri Aqilla yang menyendiri dari keluarganya, di ruang tunggu.
Ruang tunggu yang luas dan agak jauh dari ruang rawat, penuh dengan keluarga pasien. Beberapa dari mereka masih merupakan orang Indonesia. Walau mata-mata mereka sipit dan kulit juga putih khas orang tionghoa, mereka tak segan menyapa dengan bahasa Indonesia. Beberapa dari mereka juga sempat memberikan dukungan. Karena mereka mengikuti kasus Chilla dan diperjuangkan secara khusus oleh Aqilla.
“Aku sudah menunggu ini sejak awal,” ucap Aqilla masih menyikapi Stevan secara dingin.
Stevan tetap berdiri di hadapan Aqilla yang duduk di bangku tunggu.
“Maafkan aku,” ucap Stevan masih menatap Aqilla yang terus mengabaikannya.
“Untuk semuanya,” sergah Stevan lantaran Aqilla mendadak akan meninggalkannya.
Detik itu jug Aqilla menoleh kemudian menatap Stevan. “Cukup berguna saja agar dalam kasus ini, Chilla yang memenangkannya!”
“Tentu!” sergah Stevan sungguh-sungguh menatap Aqilla.
“Aku akan langsung balik ke Indo. Jika kamu berkenan, tolong temani Chilla. Chilla pasti akan senang jika kamu menemaninya,” sergah Aqilla.
“Aku akan menemuinya lagi. Dan akan kembali setelah aku berhasil menjebak Liara. Karena aku yakin, Liara akan memilih bersembunyi, atau malah disembunyikan oleh orang tuanya. Saat itu terjadi, aku akan menariknya keluar dari persembunyiannya!” tegas Stevan.
“Masuk akal, ... benar. Aku sangat butuh bantuanmu!” sergah Aqilla sambil mengangguk-angguk dengan gayanya yang sangat maskulin.
Gaya khas mereka yang pandai menyembunyikan luka, dan Stevan sangat paham itu.
Aqilla dan Stevan sama-sama pamit kepada pak Zeedev dan ibu Akina. Kebetulan, Chilla sedang diajak komunikasi oleh keduanya. Chilla tak lagi pura-pura belum sadarkan diri.
“Haiii ... katakan sesuatu,” manis Stevan kepada Asyilla.
Pak Zeedev dan ibu Akina, tersenyum hangat karenanya. Terlebih, ulah Stevan sukses membuat Asyilla tersipu malu.
Kebahagiaan Chilla karena kehadiran Stevan juga turut Aqilla rasakan. Namun, Aqilla sengaja pamit. Ia mendekap erat tubuh sang papa yang kemudian sampai agak mengangkat tubuhnya.
“Jaga adik-adik,” ucap ibu Akina kepada Aqilla.
Aqilla mengangguk-angguk. “Oma, Opa, dan juga Mbah, ... mereka akan ke rumah. Jadi mungkin besok juga, kami kembali tinggal di rumah.”
Stevan dan Aqilla kembali ke Indonesia menggunakan helikopter yang sama, bersama pak Dharen. Seperti saat keberangkatan, keduanya kompak diam. Namun ketika Aqilla berakhir ketiduran, Stevan justru mengawasinya dengan leluasa.
“Auranya, aura luka, ya? Lihat dia rasanya sesak banget. Padahal, Chilla yang terluka parah. Namun, aku justru lebih khawatir ke Qilla,” batin Stevan.
Di kamar mewah yang masih dihuni Liara dan kedua orang tuanya, ketiganya yang dikawal polisi, masih menikmati makan malam mewah mereka. Karena walau harus melakukannya di meja sebelah tempat tidur. Hidangan di sana hidangan elite semua. Selain itu, Liara dan kedua orang tuanya juga tidak ada yang memegang ponsel. Dan mungkin karena itu juga, keduanya belum ada yang tahu, apa yang terjadi di luar sana.
Stevan bikin repot aja sih... g sadar apa kelakuanya bisa bikin perang saudara...
ah iya... Qila nikah keluar negri aja... nanti nikahnya sama Bule ya... biar punya anak kayak Kimi & Briela...
kan gemesin tuh... 😍
🤣🤣🤣🤣🤣
😏😏😏
iya juga yaa,, kalo sdh singgung k Mbah Kakung,, memoriq tiba2 jadi blank🤭😅
ini angkatan siapa ya... 🤣🤣🤣
kayaknya aq harus bikin silsilah keluarga mereka deh... 🤣🤣🤣