Naas, kemarin Ceren memaksa hatinya untuk menerima Gilang, si teman sekolah yang jelas-jelas tidak termasuk ke dalam kriteria teman idaman, karena ternyata ia adalah anak dari seorang yang berpengaruh membolak-balikan nasib ekonomi ayah Ceren.
Namun baru saja ia menerima dengan hati ikhlas, takdir seperti sedang mempermainkan hatinya dengan membuat Ceren harus naik ranjang dengan kakak iparnya yang memiliki status duda anak satu sekaligus kepala sekolah di tempatnya menimba ilmu, pak Hilman Prambodo.
"Welcome to the world mrs. Bodo..." lirihnya.
Follow Ig ~> Thatha Chilli
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDND ~ Bab 20
...Kiss me in the rain...
...Cerenia...
...----------------...
Gilang melirik jam di dinding, sebelumnya Ceren memang ijin untuk bertemu bapaknya. Tapi di luar sana, langit sudah mulai mendung dan menunjukan aroma-aroma air hujan.
"Ceren kemana ini?" ia masih duduk di atas ayunan favoritnya sambil setia menatap langit yang perlahan memperdengarkan bunyi petir yang bersahutan.
"Loh, non Ceren belum pulang to den?" tanya mbok.
Gilang menggeleng, "Ibu sama bapak kemana, mbok?" tanya Gilang.
"Ibu belum pulang dari butik. Bapak ikut pertemuan bersama orang galery, den. Kalo den bagus Kaisar, katanya tadi sedang berkunjung ke rumah ibunya, den."
Gilang mengangguk paham, hubungan masnya dengan sang mantan istri memang harus kandas karena keegoisan keduanya, tapi tidak menjadikan Kaisar jauh dari ibunya. Dalam seminggu, 2 sampai 3 kali Kai sering dijemput atau bahkan mondok di rumah ibunya.
"Aduhh, pak. Kayanya mau ujan. Aku pulang dulu, Gilang juga udah wa terus nyuruh balik, e..." sesal Ceren mencangklok kembali tasnya di punggung.
"Iya nduk. Naik taksi online saja biar ngga keujanan, dianter sampe rumah juga...ada to uangnya?" tanya bapak.
Ceren mengangguk, "iya pak. Kalo gitu aku pesen dulu...bapak kalo mau duluan balik ke butik lagi, balik aja."
"Beneran?"
Ceren mengangguk, "yo wes. Bapak balik duluan yo, takut telat..."
"Nggih pak."
Seiring kepergian bapak dengan motornya, Ceren memesan taksi online.
Hujan sudah turun membasahi bumi, dan Ceren baru saja sampai di rumah. Sambil berjinjit karena kubangan dan air yang tergenang di depan halaman rumah, Ceren berlari kecil sembari menudungkan jaketnya di atas kepala.
"Makasih pak."
Langkahnya memasuki rumah disambut oleh kondisi sepi, "assalamu'alaikum."
Tak langsung ke kamarnya, Ceren memilih mencari Gilang, "Lang..." kakinya melangkah menyusuri setiap ruangan termasuk mengetuk pintu kamar Gilang namun tak ada.
Ia berbalik mencari ke arah belakang, tempat favorit Gilang. Dan benar saja, pemuda itu sedang asyik membaca buku miliknya.
"Emh, sibuk banget ya pak? Sampe ngga denger salamku?" Ceren duduk di samping Gilang dan membuka sepatunya.
Gilang tersenyum, "ada salam dari Jojo tadi. Katanya mau ngajakin main voli bareng lagi, english club juga kehilangan sosok Gilang katanya..." kekeh Ceren. Gilang tertawa renyah, "wa'alaikumsalam. Tapi aku lebih ngarepin salam dari istriku..."
"Kamu sudah makan? Bapak apa kabar?" tanya Gilang.
"Alhamdulillah udah. Bapak baik, dia pengen kesini jenguk mantunya, tapi ibu limpahin urusan butik sama bapak. Jadinya belum ada waktu jenguk..."
"Ngga apa-apa," tangannya terulur mengelus rambut yang sedikit basah, "kamu keujanan? Naik apa?"
"Sedikit. Barusan aku naik----"
"Onta." tembak Gilang dan Ceren bersamaan, always! Kamus bahasa Ceren yang dihafal Gilang. Keduanya cengengesan bersama, "udah makan?"
"Udah."Angguk Gilang, "kamunya lama, jadi aku makan bareng cewek lain..."
Alis Ceren mengernyit, namun kemudian ia cekikikan, "mbok?"
"Right! 100 buat cah ayu..." jawab Gilang. Lantas keduanya menatap rintik hujan yang turun berdua seraya menggoyangkan ayunan sehingga membuai keduanya perlahan nan lembut.
Gilang menarik bahu Ceren agar gadis itu bersandar di dadanya. Beban hati yang sudah berkurang mendadak berat lagi.
"Aku sayang kamu, Ren."
Ceren mendongak menatap Gilang, "aku tau. Nanti, kapan-kapan ikut mas Hilman ke gallery sama pabrik gula. Biar nanti bisa ikut urus..." ujar Gilang. Rintik hujan seolah membawa rencana masa depan untuk Ceren yang telah dipersiapkan Gilang.
Ceren tak menjawab, bahkan untuk menelan salivanya saja sungguh terasa berat. Bisakah Gilang tak berkata apapun yang mengingatkan dirinya akan kehilangannya kelak? Bisakah kini mereka nikmati saja waktu bersama.
Gilang mengecup kening Ceren, membuat Ceren semakin dilanda badai kesedihan.
"Bisakah kamu janji jangan meninggalkan aku, Lang?"
Gilang terkekeh sumbang mendengar itu, permintaan Ceren sungguh imposibble, "kalo jodoh. Aku tunggu kamu di jannahnya Allah..."
Ceren membawa serta buku-buku miliknya ke ruang tengah. Sambil menemani Gilang, sambil ia mengerjakan tugas sekolahnya.
"Banyak tugas, ya?" tanya Gilang teralihkan dari fokusnya menatap layar televisi segede layar tancep sembari menikmati keripik kentang.
Ceren mengangguk, tangan Gilang menyodorkan keripik kentang ke mulut Ceren, dan gadis itu melahapnya, "susah banget. Masa aku harus tau harga pasar sebenarnya coba..." keluhnya mengadu.
"Coba," Gilang mengambil alih buku ekonomi milik Ceren dan sebaliknya Ceren mengambil alih toples keripik, "kalo susah udah lah biar aja, ngga akan aku kerjain...paling juga beresin gudang, kecil lah!" ocehnya santai saja dan memilih memindahkan channel pada acara kartun favoritnya.
Ia tertawa-tawa sementara Gilang justru lebih tertarik mengerjakan tugas Ceren. Sesekali Gilang tertular rasa geli karena tawa Ceren yang renyah. Dan pemandangan inilah yang membuat Gilang bahagia.
"Liat coba itu, be go banget ya Allah!" tunjuk Ceren sambil tertawa geli dan Gilang menopang dagunya demi menyaksikan wajah cantik Ceren.
Ceren menutup buku miliknya, setengah tugasnya dikerjakan Gilang, dan sisanya biar besok ia mencontek saja pada Fira.
"Makan yuk!" ajak Ceren kini membantu Gilang bangun dari duduknya.
"Kamu mau aku suapin atau makan sendiri?" tawar Ceren sembari tertawa geli.
"Disuapin boleh juga, soalnya aku belum pernah ngerasain disuapin sama cewek cantik, terlebih halal!" mata Gilang mengedip genit semakin membuat Ceren tergelak.
Dan di malam ini, saat semuanya masih sibuk bersama dunianya, kedua insan ini menghabiskan makan malam berdua tanpa beban masihkah esok keduanya dapat bernafas di dunia yang sama.
"Besok aku mau sekolah ah, takut kamu selingkuh!" seloroh Gilang membuat Ceren mencebik, "aku tau ya, kamu suka nanya sama Jojo selama kamu ngga sekolah...dan dia jadi mata-mata kamu di sekolah!" ujarnya berkacak pinggang lalu mencubit Gilang, tak mau kalah Gilang pun mencubit pipi Ceren membuat keduanya saling cubit.
Dan pemandangan bahagia Gilang itu disaksikan ibu dan bapak yang baru saja datang.
Lirikan mata Gilang sedikit sayu melihat jam dinding, "sudah malam. Besok kita mau sekolah kan..."
Ceren mengangguk menyetujuinya, "kamu istirahat, aku juga istirahat. Besok aku bakal bangun lebih pagi, biar bisa siapin bekel kamu dulu," ujar Ceren diangguki Gilang, "makasih sayang."
Keduanya berpisah di depan kamar Ceren, "jangan lupa cuci kaki, cuci tangan, gosok gigi, dan do'a....mimpiin aku," ucap Gilang.
"Siap bos!" angguk Ceren, begini rasanya jatuh cinta, hatinya mendadak jadi kebon bunga.
Keduanya berpisah disini, pintu itu belum tertutup sampai Ceren mengecup punggung tangan Gilang, "assalamu'alaikum suamiku..."
Gilang tertawa renyah, "wa'alaikumsalam bojo anyar...." jawab Gilang, Ceren menutup pintunya.
Dan Gilang melangkah berbalik ia menghela nafasnya menahan rasa sakit di kepala dan dada, rasanya ia sudah tak kuat lagi untuk berdiri dan ingin segera merebahkan diri.
"Bu, pak...jangan tidur terlalu malam. Aku masuk kamar dulu..."
"Iya, le. Istirahat ya...."
Gilang menularkan senyumannya dan masuk ke dalam kamar setelah berpamitan.
.
Ceren bangun seperti biasanya, dilihatnya mbok yang masih menyiapkan sarapan, ia tak langsung masuk ke dalam kamar Gilang, mengingat Gilang pasti sedang berpakaian.
Ia lebih memilih mendekati tempat kotak makan dan mengambil bekal secukupnya untuk Gilang dan dirinya.
"Mbok, kalo mas Gilang sukanya makan apa?" ia baru menyadari jika sampai detik ini ia bahkan tak tau apapun tentang Gilang.
"Apapun den bagus suka, ndak pilih-pilih anaknya den ayu." jawab simbok sambil menata piring.
"Eyang!!! Pa'lekkk! Bu'lekkk!" pekik Kaisar menyerbu rumah dan ruangan makan.
"Hati-hati le, jangan lari-lari!" tegur Hilman.
"Hay Kai! Mau ikut sarapan disini?" tanya Ceren diangguki bocah itu, bocah itu celingukan mencari seseorang, "loh, pa'lek mana bu'lek?"
"Kayanya masih di kamar, ke kamarnya yuk!" ajak Ceren menaik turunkan alisnya berinisiatif setelah selesai menutup kotak bekal keduanya diangguki Kaisar usil. Keduanya berlari kecil menuju kamar Kaisar sementara Hilman duduk di ruang makan, "mbok, minta kopi ya..."
"Siap den."
"Permisi eyang, Kai sama bu'lek mau ke kamar pa'lek."
Ibu tersenyum, "hati-hati yo."
Ceren dan Kai sudah berada di gawang pintu kamar Gilang, "coba aku buka, dikunci apa engga ya..." bisik Ceren diangguki bocah berseragam oranye itu.
Ceklek...
"Eh, ngga dikunci..." tumben sekali....Ceren cukup dibuat mengernyit meskipun tak sampai berpikir apa-apa.
Sedikit demi sedikit daun pintu dilebarkan, keduanya berjinjit masuk ke dalam.
"Loh?!" Ceren mengernyit melihat sosok Gilang masih tidur di atas ranjangnya.
"Pa'lek males banget, jam segini belum bangun!" bisik Kai.
Merasa ada yang aneh, Ceren mengguncang dan mencolek Gilang, "Lang...katanya mau sekolah?"
Namun nihil, Gilang sama sekali tidak terusik. Ceren memegang dahi Gilang sambil kembali mengguncang Gilang, lama-lama hatinya mulai berdebar tak karuan, engga....jangan!
"Lang!" Ceren menurunkan punggung jemarinya ke lubang hidung Gilang dan beralih memegang leher Gilang dimana denyutan nadi akan terasa disana.
Matanya seketika terasa kabur, "Lang, jangan giniiii! Gilangggg!"
"Pa'lek kenapa bu'lek?" tanya Kai. Bumi benar-benar runtuh untuk Ceren, Gilang sama sekali tak bernafas.
"Ibuuuu!"
"Gilanggg!"
Hilman, ibu dan seisi rumah tersentak kaget mendengar teriakan Ceren.
.
.
.
.
.
.
dapat lawan si ceren🤣🤣🤣
bengek dibuat Kaisar 😂😂😂