Kamila gadis yatim piatu mencintai Adzando sahabatnya dalam diam, hingga suatu malam keduanya terlibat dalam sebuah insiden.
Adzando seorang artis muda berbakat.
Tampan, kaya, dan populer. Itulah kata-kata yang tepat disematkan untuknya.
"Apapun yang kamu dengar dan kamu lihat, tolong percayalah padaku. Aku pasti akan bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan. Kumohon bersabarlah."
Karena skandal yang menimpanya, Adzando harus kehilangan karier yang ia bangun dengan susah payah, juga cintanya yang pergi meninggalkannya.
"Maafkan aku, Do. Aku harus pergi. Kamu terlalu tinggi untuk aku gapai."
"Mila... Kamu di mana? Aku tidak akan berhenti mencarimu, aku pasti akan menemukanmu!"
Kerinduan yang sangat mendalam di antara keduanya, membuat mereka berharap bahwa suatu hari nanti bisa bertemu kembali dan bersatu.
Bagaimana perjalanan cinta mereka?
Mari baca kisahnya hanya di sini ↙️
"Merindu Jodoh"
Kisah ini hanya kehaluan author semata
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 08
...*...
Zando segera turun, begitu mobil yang dikendarai Nino berhenti di depan gedung MW Entertainment. Dengan langkah lebar, ia berjalan menuju ruangan pimpinan agensi tersebut.
Brak
Pintu ia buka dengan kasar lalu mendekat pada seseorang yang tengah duduk di kursi kebesarannya. Tanpa banyak kata dia langsung mencengkeram dada pria itu dan melayangkan tinjunya pada wajahnya.
Buggg
"Ini untuk Kamila!"
Buggg
"Ini untuk kelancanganmu yang telah masuk ke ranah pribadiku!"
Buggg
"Ini untukku yang telah kau permalukan!"
"Shiiit ...!"
Tuan Moreno yang tidak terima mendapat serangan tiba-tiba, berusaha melawan. Akhirnya perkelahian pun tak bisa dihindarkan.
Sementara itu, Nino berlari dan berusaha mengejar langkah Zando, namun dia terlambat. Begitu masuk ke dalam ruangan, dia menyaksikan kedua pria beda generasi itu saling melayangkan serangan.
Zando yang meskipun badannya tak sebesar Tuan Moreno, tapi dia memiliki ilmu beladiri yang tak kalah dengan Adzana kakaknya. Maka dengan mudah dia bisa mengunci pergerakan lawannya.
Nino berusaha melerai dan menyadarkan Zando. Nino tidak ingin Zando tersandung masalah lebih besar lagi.
"Sudah, Do. Cukup ...!!! Jangan kotori tanganmu untuk orang seperti dia. Kendalikan emosimu!"
Nino menarik tangan Zando untuk menjauh. Lalu dia mendekati Tuan Moreno yang masih tergolek di lantai. Nino mengulurkan tangannya dan disambut oleh Tuan Moreno, sehingga pria itu bisa berdiri meski dengan sedikit terhuyung.
"Anda salah memilih lawan kali ini, Tuan! Anda tidak tahu siapa Zando sebenarnya. Jadi siap-siap aja menerima konsekuensinya. Tentu keluarganya tidak akan terima jika ada bagian dari keluarga mereka dipermalukan!" ucap Nino penuh penekanan.
Kemudian pemuda itu meninggalkan ruangan dan bergegas menyusul Zando yang telah berlalu terlebih dahulu, beberapa saat setelah ia menariknya dari perkelahian.
"Shiiit ... Aaaarrgghhh....!"
"Aku akan membuat perhitungan denganmu bocah syalan. Dan kupastikan kamu akan menyesalinya!"
Tuan Moreno melonggarkan dasinya, yang terasa mencekik. Dia tidak terima mendapatkan perlakuan seperti itu. Pria itu terus menggeram dan mengumpat, seolah tidak menyadari bahwa semua masalah bermula darinya. Ibarat kata dia mau menyenggol orang lain tapi tidak mau disenggol balik. Sungguh egois dan licik sekali, manusia seperti ini.
.
Di luar gedung, Zando berjalan cepat menuju parkiran. Tak disangka dia bertemu dengan Shahnaz. Gadis itu bahkan melebarkan senyumnya ketika berada di dekat Zando.
"Hai, Do! Apa kabar?" tanya Shahnaz.
"Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja," jawab Zando.
"Oh, ya Do. Bisa bicara sebentar gak? Aku janji gak akan lama, please!" mohon Shahnaz.
"Naiklah ke mobil, aku tidak mau keberadaan kita menjadi konsumsi publik," titah Zando.
Dia kemudian membuka pintu mobil yang ternyata tidak terkunci. Mungkin karena terburu-buru sehingga Nino lupa menguncinya.
Zando dan Shahnaz masuk ke dalam mobil, namun berbeda tempat. Jika Zando duduk di kursi penumpang samping sopir, maka Shahnaz duduk di kursi tengah.
Sementara itu Nino yang baru datang dan melihat keduanya masuk ke dalam mobil, ia pun menunggu di luar sambil berjaga-jaga dan mengawasi sekeliling. Akan tetapi, Nino tidak menyadari jika dari tadi ada yang mengawasi pergerakan mereka dengan kamera mode on.
"Katakan ada apa? Apa kamu terlibat dengan semua kekacauan ini?" tanya Zando dingin.
Shahnaz menggeleng ribut seraya menggoyangkan kedua tangannya.
"Justru kedatanganku kemari ingin bertanya tentang berita itu. Maaf, Do! Tapi sungguh aku tidak tahu apa-apa." Shahnaz menatap Zando sekilas.
"Memang waktu itu, Tuan Moreno pernah bertanya padaku, 'Nas, apa kamu mau aku buatkan berita yang jadi tranding untuk mendongkrak penjualan albummu?' itu yang dikatakannya padaku," ucap Shahnaz.
"Sungguh, Do. Aku tidak pernah menyangka kalau Tuan Moreno sampai sejauh ini melibatkan dirimu."
"Apa kamu tahu, siapa orang yang telah mencampurkan obat syalan itu ke minumanku?"
"Hahhh ... maaf sekali lagi, tapi aku benar-benar tidak tahu menahu soal itu. Aku bahkan malam itu langsung terbang pulau B, begitu acara selesai karena besoknya aku ada acara di sana."
Zando menatap ke arah Shahnaz, yang kebetulan juga menatapnya, sehingga keduanya beradu pandang. Namun Zando segera memutuskan pandangan itu dan beralih menatap ke arah luar.
"Kalau kamu tidak percaya, aku bisa menunjukkannya padamu. Nah ini...!" Shahnaz menunjukkan tiket online, tanggal keberangkatan dirinya ke pulau B bersama asistennya.
Zando mengambil ponsel Shahnaz lalu meneliti apa yang tertulis di layar ponsel tersebut. Setelah memastikan kebenarannya, Zando mengembalikan ponsel itu pada pemiliknya.
"Mungkin aku akan pindah agensi, setelah kontrakku selesai lima bulan lagi. Aku pikir, rasanya sudah tidak nyaman lagi berada di agensi ini. Maafkan aku ya, Do. Aku siap jika kamu butuh saksi di persidangan nanti." ucap Shahnaz.
"Ya sudah, hanya itu yang ingin kusampaikan padamu. Permisi." sambungnya
Shahnaz lantas keluar dari mobil, dan menganggukkan kepala pada Nino. Lalu gadis itu kembali ke mobilnya sendiri.
Nino pun segera masuk ke mobilnya di bagian kemudi, lalu bergerak meninggalkan gedung agensi MW Entertainment.
.......
.......
.......
.......
.......
Di tempat yang berbeda
Waktu menunjukkan pukul sebelas lewat empat puluh menit, ketika bus yang ditumpangi Kamila tiba di rest area.
"Nak Mila, ibu bareng, ya!" pinta ibu Rahayu ketika Kamila akan turun.
"Iya, Bu." sahut Kamila.
Turun dari bus, keduanya masuk ke toilet, setelah itu menuju mushola untuk menunaikan sholat dzuhur, karena sudah masuk waktu dzuhur. Selesai sholat keduanya masuk ke tempat makan dengan memperlihatkan kupon makan. Kemudian mengambil menu makanan sesuai selera. Dan kedua wanita yang sudah seperti ibu dan anak itu makan dengan lahap. Usai makan siang, mereka kembali lagi naik ke dalam bus.
"Nak Mila, kampungnya di mana?"
Kamila menggeleng. "Saya tidak punya kampung, Bu. Orangtua sudah tidak ada, nenek pun tak ada. Rumah kami satu-satunya ditinggali sama ibu tiri, dan saya tidak mungkin ke sana."
Kamila membuang nafas kasar. Terlihat dari wajahnya kesedihan itu begitu nyata. Lalu ia menundukkan kepala.
"Mungkin nanti saya akan mencari tempat kost, kemudian baru mencari pekerjaan."
Ibu Rahayu mengelus lengan Kamila lembut. Sepertinya wanita paruh baya itu merasa terenyuh dengan gadis manis yang duduk di sampingnya. Beberapa kali, ia memperhatikan Kamila terus menghela nafas seolah ada beban berat yang ditanggungnya.
"Kalau tidak keberatan, bagaimana jika Nak Mila ikut tinggal bersama ibu saja. Kebetulan ibu juga sudah tidak punya keluarga," cetus Ibu Rahayu.
Kamila menolehkan pandangannya ke arah wanita paruh baya itu, untuk memastikan keseriusan ucapannya.
"Ibu serius, Nak Mila. Dengan adanya Nak Mila tinggal bersama ibu, jadi ibu merasa punya anak, tidak sendirian lagi."
Kamila menimbang-nimbang antara menerima dan menolak. Sebagai seorang dokter, tentu ia tahu orang yang tulus dan tidak. Dan akhirnya dia menerima tawaran Ibu Rahayu untuk tinggal bersama di rumahnya nanti.
"Saya mau, Bu."
Ibu Rahayu merasa senang, langsung merangkul Kamila dari samping. Dia seolah bertemu kembali dengan anak gadisnya yang telah lama menghilang.
Enam belas jam berlalu, bus berhenti terakhir di terminal kota M. Dan waktu saat ini menunjukkan pukul delapan malam.
Penumpang hanya tinggal Kamila dan Ibu Rahayu, karena penumpang lain sudah pada turun sebelum sampai di terminal.
Kamila segera beranjak turun mengikuti Ibu Rahayu yang berjalan duluan.
"Nak Mila, ayo kita makan. Ibu lapar," ajak Ibu Rahayu.
"Iya, Bu."
Ibu Rahayu mengajak Kamila singgah di warung makan yang ada di terminal. Keduanya duduk bersisihan, dan lantas memesan menu makanan untuk makan malam mereka.
"Pemirsa ... artis penyanyi tampan dan bersuara merdu, siapa lagi kalau bukan Zando Arrayyan, ternyata diam-diam telah melangsungkan pernikahan dengan kekasihnya. Diduga sang kekasih saat ini tengah berbadan dua, makanya mereka buru-buru menikah."
Begitulah kira-kira perkataan host acara gosip, yang tayang di televisi pada malam itu.
Kamila mengangkat kepalanya, dan menatap ke arah televisi yang tergantung di tembok. Matanya mulai berembun. Bohong jika Kamila tidak merasakan hatinya berdenyut nyeri, menyaksikan tayangan yang ada di depan matanya.
"Maafkan aku, Do. Aku harus pergi, kamu terlalu tinggi untuk aku gapai. Dan ternyata keputusanku memang benar. Semoga kamu selalu bahagia bersama pilihanmu."
Kamila berusaha menelan makanannya dengan susah payah. Padahal menu yang dipilihnya adalah soto ayam. Lalu ia menambahkan satu sendok makan sambal ke dalam mangkoknya. Kemudian menyantapnya berbarengan dengan airmata yang terus meluncur deras dari kedua pelupuk matanya.
.......
.......
.......
jederrr... Ikhsan menjatuhkan minunan dan makanan yg berada di tangannya.. syok berat🤣🤣🤣
.. aahhh... lama lama aku demo beneran ini/Scream//Scream/