Kecewa, mungkin itulah yang saat ini di rasakan Donny Adriano Oliver. Bagaimana tidak harapan untuk segera membangun rumah tangga dengan kekasih yang sudah di cintainya selama enam tahun pupus sudah. Bukan karena penghianatan atau hilangnya cinta, tapi karena kekasihnya masih ingin melanjutkan mimpinya.
Mia Anggriani Bachtiar, dia calon istri yang di pilihkan papanya untuknya. Seorang gadis dengan luka masa lalu.
Bagaimanakah perjalanan pernikahan mereka. Akankah Donny yang masih memberi kesempatan kepada kekasihnya bisa jatuh cinta pada istrinya yang awalnya dia perlakukan seperti adik perempuan yang dia sayangi. atau Mia yang sudah lama menutup hati bisa luluh dan jatuh pada perhatian dan kasih sayang yang Donny berikan padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunis WM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Epis. 13 Tamparan untuk Mia
“Brengsek, memangnya siapa dia, punya kekuasaan macam apa sampai bisa bikin orang kehilangan pekerjaan”, maki Mia sambil meletakkan dengan kasar kertas-kertas di mesin foto copy. Dia masih tidak bisa lupa dengan ancaman yang Alfandy katakan padanya. Bukan membuatnya takut malah membuat emosinya jadi tidak terkendali. Padahal Mia adalah gadis yang ramah, bahkan dia baru pertama kali berteriak saat bertengkar dengan Donny malam itu. Dan baru saja dengan Alfandy tadi pagi.
“Dicariin kemana-mana malah lagi disini bertengkar sama mesin foto copy lagi”, seorang gadis berambut panjang warna brown sedang berjalan mendekatinya. Mia melirik sekilas lalu melanjutkan apa yang tadi di kerjakannya.
“Nggak makan siang?” tanya gadis cantik itu “ini udah mau lewat jam makan siang loh”, lanjutnya lagi. Mia menggelengkan kepalanya.
“Tadi kan aku telat, jadi kerjaan numpuk”, katanya dengan mengerucutkan bibirnya sambil merapikan kertas-kertas yang selesai dia foto copy.
“Udah aku duga”, kata gadis cantik yang bernama Cilla itu. Dia yakin Mia akan melewatkan makan siangnya lagi kali ini karena ulah managernya yang memberi Mia setumpuk pekerjaan yang harusnya bisa dia kerjakan.
“Nih”, katanya menyodorkan bungkusan ke Mia. Mia menerima bungkusan yang di yakininya makanan itu dengan suka cita karena sebenarnya dia memang sedang lapar tapi tidak enak dengan managernya bila meninggalkan pekerjaan yang tadi sudah di serahkan padanya yang harus selasai hari ini juga.
“Makasih”, Mia mencium pipi Cilla lalu berjalan menuju mejanya dan kembali melanjutkan pekerjaannya seraya menikmati sandwich kesukaannya pemberian Cilla. Mia kembali larut dengan pekerjaannya dan sejenak melupakan amarahnya yang tadi sedang meluap-luap.
Mia tahu pekerjaan yang di berikan padanya selalu berlebihan dari apa yang harusnya dia kerjakan, bukannya mengeluh Mia malah suka dan dengan senang hati mengerjakan semuanya. Dia sangat suka bekerja, karena dengan bekerja dan sibuk dia bisa melupakan semua yang harus di lupakannya.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam dan semua pekerjaannya sudah selesai. Setelah merapikan meja Mia bergegas untuk pulang karena sudah tidak sabar untuk segera memakan makan malam yang di masak oleh koki yang ada di rumah suaminya dan juga perutnya sudah meronta-ronta minta di isi.
“Semoga enggak ketemu sama sekertaris sialan itu”, gumannya. Mia memang sengaja berlama-lama di tempat kerjanya agar tidak bertemu dengan Alfandy. Mia masih sangat marah tapi tidak tahu bagaimana cara melawan Alfandy. Dia tidak mau melibatkan Donny, suaminya itu pasti tidak tahu apa yang sudah Alfandy katakan padanya. Donny tidak akan sepicik itu membuat orang lain kehilangan sumber pendapatannya, dan bukankah hal yang paling tidak di sukai Alfandy adalah membuat Donny pusing.
Mia menarik nafas panjang sebelum akhirnya memesan ojek online untuk mengantarnya pulang. Tidak berapa lama ojek online pesanannya pun sudah tiba.
Mia bernafas lega ketika tidak melihat mobil yang biasa di pakai Alfandy terparkir. Dengan tersenyum lebar Mia membuka pintu rumah utama sudah tidak sabar untuk melihat menu apa yang dimasak koki untuk makan malam.
Namun langkahnya terhenti saat dia melihat wanita yang sama saat kemarin dia pulang, masih dengan tatapan yang sama Mia menatap wanita itu yang ternyata adalah kakak dari kekasih Donny sekaligus managernya.
Mia membuang wajahnya dengan angkuh saat tatapan mereka kembali bertemu, dia mbisa melihat dengan ekor matanya wanita itu menatapnya penuh amarah.
Mia tidak memperdulikannya, dengan cepat dia berjalan ke dapur. Tidak perlu bersih-bersih atau menunggu Donny pikirnya.
“Nona Natasya memang sangat serasi dengan Tuan”,samar-samar Mia mendengar seseorang sedang berbicara bisik-bisik di dapur.
“Benar, istri Tuan yang sekarang tidak ada apa-apanya di bandikan Nona Natasya”, Mia mendengar suara lain ikut berkomentar. “sama sekali bukan level Tuan dan Nona Natasya”, lanjutnya lagi. Mia mengepalkan tanggannya, matanya kembali berkilat penuh amarah. Ini sebuah hinaan untuknya, mereka tidak tahu Mia terpaksa melakukannya. Dia juga tidak ingin menjadi istri dari seorang yang memiliki kekasih.
“Paling juga sebentar di tendang keluar sama Nona Natasya”, mereka lalu tertawa bersama setelah mengatakan hal itu. “sstt.. ayo lanjut nyiapin makan malam, katanya Nona Natasya mau ikut makan malam”.
Rasa lapar Mia hilang seketika, dia bukan gadis lemah yang hanya bisa menagis ketika ada orang yang menghinannya, namun dia juga tidak mau merendahkan dan mempermalukan dirinya sendri dengan marah-marah sambil menampar pelayan yang sudah menggunjungkannya tadi. Bukankah apa yang merak katakan sebuah kebenaran. Dia dan Donny tidak berada di level yang sama.
Dengan amarah yang membucah Mia berjalan dengan cepat, dia akan pergi lagi kemanapun untuk menghilangkan amarahnya. Dia tidak ingin melampiaskannya pada siapapun.
“Mia”. Mia menghentikan langkahnya, dia menarik nafas dalam sebelum berbalik, dia tahu itu suara siapa.
“Kenapa pulang telat?” suara itu semakin mendekat, dan benar saja Donny sekarang berada di depannya tepat saat Mia berbalik. Mia berlari menuju kamar mereka tanpa menjawab Donny dia tidak mau terlihat menyedihkan sebagai istri yang tidak di anggap di depan kekasih Donny itu yang Mia lihat sudah duduk manis di meja makan bersama wanita tadi yang berada di ruang tamu.
Donny segera menyusul Mia, dia akan minta maaf dengan apa yang terjadi tadi malam walaupun bukan sepenuhnya kesalahannya dan juga Donny akan mengenalkan Mia dengan Natasya. Donny mendapati Mia sudah berganti pakaian dengan dress hitam di bawah lutut, rambut coklat yang terurai dan dengan bibir merah muda yang menggoda. Donny terkejut melihat penampilan berbeda istrinya malam ini.
“Kamu mau kemana?” tanya Donny mengernyitkan dahinya.
“Bukan urusan Mas Donny!” Mia menjawab dengan ketus membuat Donny lagi-lagi mengernyitkan dahinya. Donny menarik tangan Mia saat gadis itu berjalan melewatinya yang hendak keluar kamar. Mia manarik tangannya dengan kasar.
“Kamu kenapa lagi?”
“Enggak usah sok perduli, mending Mas Donny urusi saja perempuan itu!” Mia kembali melangkah tapi langkahnya kembali berhenti saat Donny lagi-lagi manarik tangannya.
“Maksud kamu, Natasya”.
“Pelayan Mas bilang saya enggak selevel sama dia, memang benar saya enggak seleval sama perempuan murahan kayak gitu!” ujar Mia sarkas, wajah Donny yang tadinya lembut berubah menjadi dingin, tatapannya tajam seolah akan menusuk Mia tepat di jantungnya mendengar apa yang baru saja dia ucapkan istrinya itu.
“Apa kamu bilang?” dan emosi Donny pun tersulut.
“Apa ada perempuan baik-baik yang akan datang kerumah laki-laki yang sudah menikah, bahkan di rumah itu ada istrinya, apalagi kalau bukan perempuan murahan!”
“Aku juga nggak nyangka kalau Mas Donny ternyata suka main perempuan”.
Plaakkkk…
Satu tamparan keras mendarat di pipi Mia, begitu kerasnya tamparan itu Mia bahkan harus menyeimbangkan tubuhnya agar tidak tumbang.
Mia memegang pipinya yang panas berdenyut nyeri, dari sudut bibirnya mengalir darah segar. Mia berlari menuju kamar mandi dan mengunci pintunya dia bersandar di balik pintu itu lalu kemudian tubuhnya merosot hingga akhinya terduduk dengan kaki yang menekuk.
Bayangan masa lalu kembali hadir sama-samar seperti video usang yang di putar dalam ingatannya.
“Ayah…”lilrlihnya. Tidak bisa menahan lagi, air matanya mengalir perlahan lalu jatuh dengan deras.