Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepala Kerbau
"Pak Dhe, tolong bantu aku!" pekik Andre berjongkok di pelataran rumah Hendra.
Tabah yang sudah berdiri di depan motor pun menoleh. Laki-laki itu menyipitkan mata. Berusaha melihat dari kejauhan apa yang sedang dilakukan Andre. Rupanya petugas yang masih betah melajang itu sedang menggali tanah dengan tangan kosong.
"Apa yang kamu lakukan Ndre?" tanya Tabah kembali melangkah mendekati Andre.
"Aku menemukan sesuatu. Percayalah. Ini adalah sesuatu yang seharusnya tidak dikubur di depan rumah," jawab Andre. Dia menarik-narik benda cokelat kehitaman yang melengkung dari dalam tanah.
"Tanduk?!" pekik Tabah heran.
Tabah pun ikut berjongkok, membantu Andre menarik tanduk yang berukuran cukup besar. Meskipun sudah mengerahkan seluruh tenaga, dua petugas kepolisian itu tetap kesulitan untuk mengeluarkan tanduk dari dalam tanah. Andre kemudian berlari menuju truk yang terparkir. Dia menemukan cangkul yang diletakkan pada bak truk yang terbuka.
Andre memanjat bak truk, mengambil cangkul lalu melompat turun dengan terburu-buru. Sekuat tenaga Andre mengayun cangkul pada tanah di sekitar tanduk yang terkubur. Tanah jenis lempung merah yang kenyal dan lengket. Setelah bermandikan keringat barulah tanduk itu berhasil dikeluarkan dari dalam tanah. Tanduk yang masih menempel erat pada tulang tengkorak hewan berukuran besar.
"Kerbau. Dan aku yakin ini kebo bule," ucap Andre sembari mengatur napas.
"Jelaskan padaku Ndre. Aku tidak mengerti kenapa ada orang yang mengubur kepala kerbau di halaman rumahnya." Tabah meminta penjelasan. Dia duduk di tanah dengan perut besarnya yang kembang kempis mengatur napas.
"Pak Dhe, dulu setelah rumahmu selesai dibangun apakah keluargamu diminta untuk melakukan ritual khusus?" Andre balik bertanya. Tabah berpikir sejenak.
"Ah, maksudmu brokohan, makan-makan dengan tetangga sekitar bukan?" tebak Tabah antusias.
"Kata kakekku dulu, setiap jengkal tanah yang kita tempati ada perjanjiannya. Biasanya kita cukup menyembelih ayam, atau kambing. Tapi yang ada di hadapan kita saat ini sesuatu yang berbeda Pak Dhe. Kepala kerbau yang ditanam di depan rumah. Seingatku yang demikian itu bertujuan untuk mencegah sesuatu masuk ke dalam rumah. Sesuatu yang jahat, ditakuti dan dihindari oleh pemilik rumah ini," jelas Andre sedikit ragu.
"Ada yang meneror Hendra? Semacam santet?" tanya Tabah penuh selidik.
"Entahlah. Aku perlu membaca catatan milik kakek jika pulang nanti. Pak Dhe boleh percaya boleh tidak. Menurutku kasus yang kita tangani kali ini lebih rumit dan sulit. Bahkan mungkin juga sangat berbahaya." Andre bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Tabah menelan ludah. Dia tidak ingin mempercayai perkataan Andre. Namun bayangan perempuan berkebaya putih tiba-tiba saja mengganggu pikirannya. Mungkinkah teror perempuan itu datang karena Tabah menangani kasus kematian Hendra?
"Melati, perempuan yang kita temukan di villa kemarin mengatakan jika dirinya takut pada sosok perempuan. Aku memiliki sebuah dugaan. Jangan-jangan Hendra dan Melati merupakan korban dari sosok perempuan yang belum kita ketahui ini," lanjut Andre. Tabah terhenyak kaget.
"Perempuan? Bagaimana ciri-cirinya? Bagaimana pakaiannya? Kebaya putih?" desak Tabah meminta penjelasan. Andre tampak kebingungan.
"Kebaya? Apa maksudmu Pak Dhe? Aku pun tidak tahu sama sekali soal perempuan itu. Melati tidak mau mengatakan detailnya," kilah Andre kebingungan.
"Ah tidak. Lupakan saja," sergah Tabah. Untuk kesekian kalinya dia berusaha menyangkal rasa takutnya yang dihantui perempuan berkebaya putih. Tabah terus berusaha meyakinkan diri bahwa dia harus mempercayai dan mengutamakan fakta-fakta logis dalam setiap tindakannya.
"Ndre, meskipun kali ini aku tidak ingin mendebat pendapatmu tapi kita harus ingat dalam pekerjaan ini mengedepankan fakta-fakta yang didasarkan pada logika berpikir. Jangan sampai kita terjebak pada anggapan-anggapan yang menyesatkan. Pelaku kejahatan pastilah manusia. Menyalahkan sosok dari kehidupan lain hanya akan membuat kita dianggap gagal menyelesaikan kasus," jelas Tabah bersungguh-sungguh. Dia berdiri dari duduknya. Menepuk-nepuk celana yang berdebu.
"Lalu, bagaimana dengan kepala kebo ini Pak Dhe?" tanya Andre kemudian. Tabah berpikir sejenak, kemudian menghela napas.
"Yasudah biarkan saja disitu. Secara teori, kepala kerbau itu tidak ada hubungannya dengan kasus," jawab Tabah. Andre terlihat kecewa kali ini. Bagi Andre, pemikiran Tabah terlalu dangkal jika mengabaikan sesuatu yang tidak lazim di depan mata.
"Sekarang kita coba cek silsilah keluarga Hendra ke dinas kependudukan," perintah Tabah.
Andre terdiam. Dia teringat informasi yang diberikan Lilis.
"Bagaimana jika sebelum itu kita berkunjung ke rumah babinkamtibmas Desa Karang? Aku mendapat informasi jika laki-laki itu beberapa hari terakhir tidak mengisi absensi, tidak masuk kerja. Tidak mungkin kan semua itu hanya kebetulan? Semua yang berhubungan dengan Desa Karang perlu kita selidiki Pak Dhe," usul Andre. Tabah berpikir sejenak. Setelah menghela napas dia mengangguk setuju. Kebetulan memang tempat tinggal BKTM desa Karang searah dengan jalur ke kota yang akan Tabah lewati.
Tepat tengah hari, Andre menghidupkan motornya dan membonceng Tabah meninggalkan rumah terbengkalai milik Hendra. Dan sekali lagi motor matic itu mengerang hebat, tetapi bergerak lambat.
Setelah kepergian Tabah dan Andre, dua pekerja kebun tebu kembali dari ladang. Peluh membasahi keringat mereka selepas memotong batang tebu yang siap panen. Sopir truk dan pemuda bertopi jeans duduk di bawah pohon asem untuk berteduh.
"Bekal hari ini lauk cumi pedes ada di dasboard truk. Ambil sana," perintah sopir truk. Sebagai bawahan, pemuda bertopi jeans menurut. Berjalan tergopoh-gopoh untuk mengambil bekal makan siang.
Sopir truk mengatur napas sambil menggerutu soal cuaca yang terik hari ini. Bukankah kemarin mendung seharian? Kenapa hari ini matahari terasa di ubun-ubun?
Perhatian sopir truk teralihkan oleh tengkorak bertanduk besar di depan rumah Hendra. Ada bekas galian tanah, juga cangkul miliknya yang tergeletak begitu saja.
"Pak, ini bekalnya," ujar pemuda bertopi jeans menyodorkan makanan terbungkus kertas minyak.
"Lihatlah. Apa yang dilakukan polisi tadi? Menggali halaman rumah orang? Dan lagi, apa itu? Kepala kerbau?" tanya Sopir truk penasaran. Pemuda bertopi jeans tidak menyahut. Pandangannya malah fokus pada cangkul yang tergeletak di tanah.
"Dasar petugas sesuka udelnya. Lihat Pak mereka pinjam cangkul tidak dikembalikan. Bahkan tidak ijin pula. Sama orang kecil kok semena-mena," gerutu pemuda bertopi jeans seraya melangkah pergi untuk mengambil cangkul.
Sopir truk meraih botol air minum kemudian meneguknya dengan rakus. Dia mengabaikan pemuda bertopi jeans dan memilih membuka bungkusan bekal yang sudah disiapkan istrinya pagi tadi. Betapa terkejutnya sopir truk saat bungkusan kertas minyak itu dibuka, bukan cumi pedas yang dia dapatkan. Tetapi gerombolan ulat dan belatung yang menggeliat di atas nasi. Sopir truk melempar bungkusan bekalnya. Pada saat yang sama terdengar teriakan dari pemuda bertopi jeans.
Sopir truk menoleh dan menemukan pemuda bertopi jeans merangkak di tanah sembari jari tangannya menunjuk ke dalam rumah Hendra. Terlihat sesuatu yang bergerak di dalam rumah melalui kaca jendela depan yang lebar. Seorang perempuan berkebaya putih dengan tatapannya yang tajam dan tawa meringkik yang melengking di antara bunyi angin menerpa daun tebu yang hijau.
lanjut bung...tetap semangat....
jngn jngn ini dukunn nya ntar lawannya Mbah Tejo.
ahh komentar ku jngn jngn mulu wkwkwkwk.
Aku curiga sama Lilis omm... bkn suudzon tapi ntahlah Lilis kek manipulatif.
hmmm,,, aq masih blm bisa terima bang Andre sama Lilis ....,,