Tristan dan Amira yang berstatus sebagai Guru dan Murid ibarat simbiosis mutualisme, saling menguntungkan. Tristan butuh kenikmatan, Amira butuh uang.
Skandal panas keduanya telah berlangsung lama.
Di Sekolah dia menjadi muridnya, malam harinya menjadi teman dikala nafsu sedang meninggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Alyazahras, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Acara Keluarga...
Setelah selesai mengajar, tanpa ingin berlama-lama di Sekolah, Reyhan langsung pulang dengan mengendarai motor Ninja berdesain sporty berwarna hitam pekat.
Motornya melaju kencang membelah jalanan.
Reyhan ingin meminta penjelasan pada sang ibu mengenai ucapannya ditelepon.
Di Sekolah. Siska ke luar dari ruangannya dengan merapikan penampilannya. Sebelumnya dia sudah berdandan sebaik mungkin karena dia akan pergi ke rumah Tristan untuk yang pertama kali.
"Seragam sudah rapi. Make up sudah oke. Sempurna," gumam Siska sambil berkaca kembali di kaca jendela dengan menjinjing tas kulit berwarna cokelat susu.
Dia berjalan melewati lorong setiap ruang Guru. Ruang Reyhan berada di paling ujung. Kakinya melangkah ke sana.
"Sore, Bu Siska. Sudah mau pulang?" sapa Damar-Guru BK yang sudah lama menjadi pengagum rahasia Siska.
"Iya, saya sedang buru-buru," jawabnya acuh sambil terus berjalan.
"Buru-buru mau ke mana? Arah pulang kan lewat sini, Bu. Apa Bu Siska lupa?" kata Damar sambil menunjuk arah yang berlawanan.
"Ah, saya mau bertemu dengan Pak Reyhan. Ada yang harus kami bicarakan diluar."
"Reyhan? Sejak kapan Bu Siska dekat dengan Reyhan? Kalian ada hal apa ke luar bersama?" Kening Damar langsung mengerut. Dari raut wajahnya tampak kecemburuan.
"Lho, dia itu kan Guru baru di sini. Saya sebagai senior, dengan berbaik hati membimbingnya. Ada beberapa informasi yang harus saya beritahukan padanya. Sudah ya, Pak Damar. Permisi," ucap Siska acuh tak acuh sambil memaksakan senyum dan mempercepat langkah.
"Eh, tunggu dulu Bu Siska!" teriak Damar sambil mengejar. "Reyhan sudah pulang sejak tadi."
Langkah kaki Siska seketika terhenti. Dia berbalik menatap Damar dengan ekspresi terkejut.
"Hah, sudah pulang dari tadi?" katanya tak menyangka.
"Iya, saat jam mengajarnya selesai, Reyhan langsung izin pulang," jelas Damar dengan tatapan polos.
Siska merasa dikhianati. Dia tak mau percaya begitu saja. Dia pastikan dulu dengan masuk ke ruangan olahraga. Benar saja, Reyhan tidak ada di sana. Siska melihat ke area parkir, motor Ninja yang pagi tadi Reyhan kendarai pun tidak ada.
Kini Siska bukan lagi merasa dikhianati, tapi juga frustrasi. Dia sudah meluangkan beberapa waktu terakhirnya untuk merapikan penampilan dan riasannya semaksimal mungkin, tapi ternyata Reyhan malah meninggalkannya.
Kebersamaannya dengan Tristan dalam imajinasi pun lenyap.
Siska mengepalkan tangannya sambil menggertakkan gigi. Wajahnya memerah, kepalanya mengepulkan asap panas. Dia sedang memendam amarah yang bergejolak, hampir meledak.
Damar yang melihat suasana hatinya buruk secara tiba-tiba, memilih untuk segera berpamitan.
"K-kalau begitu saya pergi dulu. Permisi." Damar langsung mengambil langkah seribu.
"Reyhaannn!!" geram Siska. Seluruh kepalanya merah terbakar.
°°°
Di kediaman Ozdemir.
Reyhan digiring masuk ibunya ke dalam kamar untuk bicara empat mata karena sejak Reyhan datang, dia terus penasaran dengan pernikahan pamannya. Sedangkan di kediaman Ozdemir ada kakek-neneknya dan juga kerabat jauhnya.
Reyhan melepaskan sling bag kulit premium yang melingkar di tubuhnya sejak tadi, lalu meletakkannya di atas meja rias sang Ibu.
"Kamu apa tidak bisa diam dulu, Rey! Sudah tahu di luar sedang banyak orang. Bagaimana kalau kakek dan nenekmu curiga Ibu yang memberitahumu?" geram Rosma sambil memelototi.
"Memang Ibu yang memberitahuku, kan?"
Rosma menepuk keningnya. "Iya, tapi pernikahan pamanmu adalah sesuatu yang sangat-sangat rahasia. Kalau orang lain selain keluarga kita mendengarnya, bisa kacau akibatnya. Kamu mengerti Ibu tidak sih, Reyhan?!"
"Huft, iya, iya. Maaf. Aku begitu penasaran jadi tidak menyadari situasi sekitar," ujar Reyhan sambil menjatuhkan tubuhnya di ranjang sang Ibu.
"Kalau begitu, sekarang katakan ... sejak kapan Paman menikah? Dengan wanita seperti apa? Kenapa kalian menyembunyikannya dariku? Apa aku bukan siapa-siapa dikeluarga ini?" tanya Reyhan bertubi-tubi.
Rosma duduk di samping Reyhan dan menatap matanya dalam. "Ibu hanya mengatakan seperlunya saja. Selebihnya biarkan pamanmu sendiri yang memberitahu. Malam ini dia akan datang membawa istrinya. Kamu pura-pura terkejut dan tidak tahu apa-apa ya, nanti! Awas saja kalau kamu mengacau."
"Ah, baiklah, baik. Aku akan menahan rasa penasaranku sampai nanti malam," kata Reyhan sambil memeluk dan bermanja-manja dengan ibunya.
"Oh iya Bu, hari ini Paman tidak masuk. Katanya sakit. Kalau sakit, sepertinya dia tidak akan datang," ungkap Reyhan.
"Dia sakit? Haha, mana mungkin. Pamanmu itu orang yang mengutamakan kesehatan, dia jarang sakit," kata Rosma sambil menepuk bahu Reyhan dengan senyum tertahan.
"Kalau tidak sakit, lalu kenapa Paman tidak ke Sekolah?"
"Bukan dia yang sakit, tapi istrinya. Ibu dengar dari Pak Muh, katanya istrinya jatuh di toilet. Kakinya hanya terkilir, tapi Tristan langsung membawanya ke rumah sakit dan minta dokter ortopedi terbaik yang menanganinya. Dia itu benar-benar sedang dimabuk asmara, hahaha ...." Rosma tertawa gemas karena perlakuan Tristan yang penuh perhatian itu sangat jarang ditemui.
"Hm, kalau istrinya yang sakit, besar kemungkinan juga mereka tidak akan datang."
"Ibu sudah menghubunginya barusan. Tristan akan mengusahakan datang. Kamu tenang saja. Sudah, sekarang cepat mandi dulu, lalu siap-siap dan turun ke bawah. Banyak kerabat Kakek-Nenekmu yang ingin bertemu denganmu," ucap Rosma sambil mendorong anak tampan semata wayangnya keluar.
°°°
Mid Level.
"Tan, sudah kubilang, kakiku masih sakit. Aku tidak akan pergi ke mana-mana dari sini. Kamu dengar sendiri kan, apa kata dokter ortopedi terbaik saat memberitahu masalah kakiku?" gerutu Amira sambil melipat kedua tangannya di atas perut dengan bibir mengerucut.
Dia sedang bersandar di ranjang sambil memeluk guling dengan mengerahkan segala upaya agar tidak pergi ke acara keluarga.
"Saya tahu kamu berbohong. Tidak ada yang namanya terkilir sampai harus mengancam nyawa," celetuk Tristan yang tengah berganti pakaian di ruang ganti khusus.
Apa? Jadi, dia tahu aku membohonginya sejak tadi? (Batin Amira ketar-ketir)
"Ugh!" Amira termenung sejenak. Dia merasa sangat malu dan bodoh. Tentu saja Tristan tahu, dia adalah Guru Biologi lulusan Sains terbaik. Susunan dan kerangka tubuh sampai sebab-akibat dari suatu penyakit sudah pasti dia kuasai.
Tristan ke luar dari ruang ganti. Dia berlalu sambil menyunggingkan senyumnya saat melirik Amira yang sedang gigit jari di ranjang.
"Kamu pikir saya bodoh?" ejek Tristan. Dia menyodorkan sebuah gaun selutut lengan panjang berwarna putih seputih gading pada Amira. "Mau saya yang pakaikan?" godanya.
"Cih!" desis Amira sambil menatapnya sinis. Dia rampas gaun itu secara kasar, lalu mengulurkan tangannya. "Bangunkan aku."
Tristan genggam tangan mungil Amira dan dia tarik pelan-pelan. Amira pun berdiri, tapi keseimbangannya goyah.
Dengan cepat, Tristan melingkarkan tangan berototnya di pinggang Amira sebelum dia jatuh.
"Hati-hati," bisiknya.
"Sana ah, jangan pegang-pegang. Bukannya tadi kamu bilang aku membohongimu? Seharusnya biarkan saja aku jatuh. Kenapa susah payah menolong?" gerutu Amira ketus dengan mulut komat-kamit.
Tristan mengulum senyum. "Memang benar kamu terkilir, tapi tidak begitu parah sampai mengancam nyawa. Kakimu jika salah melangkah lagi, bahkan sampai jatuh atau tersandung cederanya akan semakin parah. Menurutlah, Amirah."
"Hmmm ... iya, iya." -_-
Amira menyeret kakinya yang terkilir masuk ke ruang ganti. Mau tak mau dia harus melawan rasa takut. Takut bertemu dengan Reyhan dan takut jika Reyhan memberitahu Tristan bahkan seluruh keluarga Tristan kalau mereka sudah saling mengenal sejak lama dan hubungan mereka sudah sejauh apa.
"Tenang, Amira, tenang. Masih ada cara lain. Ayo, pikirkan! Ayo, ayo!" ucap Amira gelisah tidak tenang sampai keringat dingin mulai bermunculan.
Dia mondar-mandir di ruang ganti. Rasa sakit pergelangan kaki sudah tidak dia rasakan lagi.
Sekelilingnya adalah lemari pakaian yang tinggi dan besar, memenuhi seluruh dinding ruangan.
"Kumohon, bekerjalah otak, kumohon! Ya Tuhan, tolong bantu aku!" rengek Amira dengan jantung berdebar tak karuan diiringi napas naik turun.
°°°
Di kediaman Ozdemir. Mengusung tema rumah Timur Tengah modern dengan cat putih kecoklatan. Gaya Timur Tengah terasa kian pekat karena adanya tambahan elemen eksterior berupa tanaman di halaman depan yang cukup luas.
Tanaman yang menunjukkan ke-khas-an Negara Timur Tengah seperti beberapa pohon palem dan kurma tumbuh berjajar di sana.
Amira yang sudah sampai merasa seperti dia sedang diundang oleh kerajaan Dubai, Mesir dan semacamnya. Meski Amira sudah 3 kali menjejakkan kakinya di kediaman Ozdemir, rasa takjubnya masih tetap sama.
Tristan lahir dari darah campuran. Dubai ada, Turki ada, bahkan Eropa pun ada. Tidak heran, wajahnya setampan dewa.
Tristan dengan setelan jas hitam serta tatanan rambutnya yang bervolume mengulurkan tangannya. Dia akan menggandeng Amira masuk ke dalam.
Namun, Amira masih termenung menatap keseluruhan rumah mewah keluarganya dengan ekspresi tegang campur cemas.
"Amirah?" panggil Tristan lirih sambil menggoyangkan tangannya yang sejak tadi masih terulur, minta disambut.
"Ah, iya, kenapa?" tanyanya gelagapan sambil berkedip cepat.
"Ada apa? Wajahmu jadi pucat saat turun dari mobil. Kakimu yang terkilir sakit lagi, kah?" tanya Tristan perhatian.
Amira meremas gaun cantik dengan kerlip diseluruh bagian gaun. Telapak tangannya berkeringat. Perutnya terasa sakit melilit.
"Amirah, kamu baik-baik saja?" tanya Tristan lagi. Amira jadi diam tak berkutik, membuatnya semakin cemas.
"I-iya, aku baik-baik saja, hehe. Aku ... ehem ... aku hanya sedang mengkhawatirkan diriku. Bagaimana nasibku nanti setelah cerai darimu. Apa aku bisa mendapatkan pria kaya sepertimu lagi untuk menyambung hidup," bual Amira. Dia berusaha semaksimal mungkin menutupi apa yang sebenarnya terjadi.
Tristan yang mendengarnya terkekeh geli. Dia peluk Amira dan mengecup keningnya dengan mata terpejam.
"Kalau begitu jangan bercerai. Saya juga tidak akan kehabisan uang jika hidup lebih lama denganmu," bisiknya penuh sensual. "Ayo, masuk. Jangan biarkan keluarga saya terlalu lama menunggu."
....
BERSAMBUNG!!!
Mohon dukungannya dengan cara Like & Komentar ya..
tp amira tnpa sepengetahuan ibunya dia lnjutin sekolh,,
iya kah thor