Kelanjutan Novel 'Sepucuk Surat'
Khusus menceritakan kisah kakak Ifa, putri pertama Farel dan Sinta. Namun, Alurnya akan Author ambil dari kisah nyata kehidupan seseorang dan di bumbui pandangan Author untuk menghiasi jalan cerita.
Semoga kalian suka ya🥰🥰
------------------------
"Haruskah aku mengutuk takdir yang tak pernah adil?"
Adiba Hanifa Khanza, Seorang gadis tomboy tapi penurut. Selalu mendengarkan setiap perkataan kedua orang tuanya. Tumbuh di lingkungan penuh kasih dan cinta. Namun, perjalanan kehidupan nya tak seindah yang di bayangkan.
"Aku pikir menikah dengannya adalah pilihan yang terbaik. Laki-laki Sholeh dengan pemahaman agama yang bagus tapi ..., dia adalah iblis berwujud manusia."
Mampu kan Ifa bertahan dalam siksa batin yang ia terima. Atau melepas semua belenggu kesakitan itu?
"Kenapa lagi, kau menguji ku Tuhan?"
Ikutin kisahnya yuk, jangan sampai ketinggalan.
Salam sapa Author di IG @Rahmaqolayuby dan Tiktok @Rahmaqolayuby0110
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahma qolayuby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Liburan
Akmal mendatangi rumah Adam Hawa, guna ingin bicara pada Ifa. Sebagai laki-laki sejati, Akmal harus menemui Ifa. Mereka butuh bicara.
Pesan dan telepon tak ada satupun yang Ifa balas dan angkat. Akmal sangat kesal hingga nekad datang.
Akmal tak mau pisah dengan Ifa. Sampai kapanpun Akmal tak ingin.
Namun, rumah Ifa nampak terlihat sepi seolah tak ada penghuni.
Tak ada mobil yang berjajar rapi di area parkir. Membuat Akmal mengerutkan kening.
"Kemana, mereka?"
Gumam Akmal merasa heran melihat kediaman Adam Hawa tidak ada satupun penghuninya.
Bagaimana caranya Akmal membujuk Ifa jika Ifa tak ada. Dan, Akmal pun tidak tahu dimana keberadaan Ifa sekarang.
Akmal pun tak ingin mendatangi saudara-saudara Ifa karena takut Ifa tak ada di sana dan malah dapat pertanyaan-pertanyaan baru. Akmal malas menjelaskan dan berurusan dengan saudara Ifa yang lain. Mengingat, tahu bagaimana karakter mereka.
Jika sudah tahu, kenapa berperilaku bodoh yang akan menyulitkan diri sendiri. Sudah tahu, keluarga Ifa sangat terpandang dan di hormati. Malah memperlakukan Ifa tak baik.
Andai Akmal memperlakukan Ifa dengan baik. Mungkin dia tak akan kehilangan kenikmatan yang baru Akmal rasakan. Dan, Ifa pun akan berusaha menerima Akmal. Karena sejak awal memang Ifa sudah berusaha menerima Akmal. Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Semua tak bisa di ulang kembali.
Ifa sudah tak tahan dan keluarga pun kecewa.
Dengan perasaan kesal dan bingung. Akmal memilih pulang. Tanpa berusaha mencari keberadaan Ifa lebih lanjut.
Nyatanya hanya sebatas itu usaha Akmal. Seolah, apa yang terjadi pada mereka itu hanya masalah kecil.
Akmal benar-benar kembali, dengan raut kecewanya.
"Aku yakin, dek Ifa hanya marah sebentar. Nanti juga kembali."
"Dia tak mungkin mau benar-benar pisah. Mengingat keluarganya. Bagaimana kata orang, dengan status jandanya."
Akmal terus bermonolog, seolah-olah apa yang terjadi di antara mereka benar-benar tidak membuat Akmal cemas. Akmal yakin, Ifa tak akan mau pisah dengannya.
....
Jauh di Jogja sana, Ifa sedang duduk termenung sambil menikmati suasana pagi di sana.
Kemarin sore, ummah Sinta membawa kakak Ifa ke Jogja. Guna memberi waktu dan suasana tenang. Agar Ifa bisa berpikir jernih. Langkah apa yang harus Ifa ambil.
Kata kan lah, mereka sedang berlibur mendadak. Yang nyatanya, Abi Farel dan ummah Sinta ingin kembali melihat senyum lembut Ifa.
Sikap dinginnya semakin dingin. Ifa hanya akan berubah hangat kepada keluarganya saja.
"Kakak, ayo sarapan. Ummah dan Abi sudah menunggu."
Ujar Harfa, membuat Ifa menoleh sejenak. Lalu, beranjak masuk kedalam bersama Harfa.
Suasana pagi di Jogja, nampak tenang. Tidak ada yang berani bercanda. Bahkan, Harfa pun terlihat diam. Biasanya Harfa akan selalu usil pada kakaknya. Kali, ini benar-benar berbeda.
Suasana terasa tak enak dan canggung. Ifa menyadari itu.
"Siapa yang masak, ummah?"
"Aku. Kenapa? Gak enak, ya, kak?"
Sahut Harfa menatap kakak Ifa dengan raut wajah was-was. Pasalnya, kakak Ifa pasti akan ngomel jika masakannya tak enak.
"Ini kurang garam. Harusnya di rasain dulu kalau masak. "
"Ini lagi, kepedesan. Sudah tahu, ummah dan Abi gak boleh makan pedes."
"Sudah besar, masak salah mulu, masak."
Biasanya kakak Ifa akan ngomel seperti itu. Tapi, kali ini bibirnya jadi hening. Padahal, Harfa ingin sekali kakaknya ngomel dan Harfa akan membalas omelan itu. Hingga suasana meja makan nampak ceria.
Tapi, Harfa tunggu-tunggu, tidak ada ucapan apapun dari bibir kakak Ifa. Ifa langsung melanjutkan makannya tanpa bicara apapun.
"Abi, ummah, boleh kakak pergi ke pantai?"
Ucap Ifa tiba-tiba, setelah selesai makan.
"Boleh, kak. Kami berniat akan ke pantai hari ini. Tadinya, Abi takut kakak gak mau ikuti. Nyatanya, kakak juga mau ke sana."
"Iya,"
Sudah selesai sarapan, semuanya bersiap pergi ke pantai. Lokasi yang tak jauh dari penginapan yang Abi Farel sewa.
Harfa nampak semangat, tapi Harfa tahan karena tak mau menyinggung sang kakak.
"Ayo."
Deg!
Harfa tertegun menatap tangannya yang di gandeng kakak Ifa. Seketika, Harfa tersenyum menyamai langkah lembar kakak Ifa.
Ifa berjalan mundur karena tak mau kakinya basah oleh ombak.
"Ayo."
Kini giliran Harfa yang menarik lengan Ifa menghampiri ombak. Tapi, Ifa tak mau membuat Harfa terus memaksa.
Mereka memang seperti itu, selalu tarik menarik.
Ifa memang lebih suka diam di bibir pantai saja. Bermain pasir tanpa basah-basahan. Berbeda dengan Harfa yang selalu main air bahkan berenang.
Melihat keceriaan, canda dan tawa kakak Ifa membuat Abi dan ummah Sinta merasa lega dan bahagia. Setidaknya putrinya masih bisa tersenyum.
Ifa benar-benar menikmati liburannya tanpa beban. Seolah tidak pernah terjadi apapun sebelumnya.
Bahkan Ifa tertawa ketika sudah berhasil melempar Harfa dengan pasir. Karena Harfa sudah usil membasahi bajunya.
Ifa sadar, jika dia tak boleh bersedih apalagi menangisi orang seperti Akmal. Ifa harus bahagia, karena ia bisa bebas terlepas dari Akmal.
Ifa benar-benar seperti burung yang baru keluar dari sangkarnya. Menikmati libur sepuasnya.
Mungkin, awalan Ifa terlihat diam dan tak bersemangat. Mungkin, karena Ifa sedang mengumpulkan tenaganya.
Tak mungkin juga Ifa berlarut-larut dalam kesedihan. Namun, kita sadar. Jika puncak dari kekecewaan ketika kita tertawa. Tak lagi menangis.
Ifa sudah membuat keputusan akan dirinya. Jika Ifa benar-benar akan memilih berpisah. Pernikahan mereka sudah tak lagi sehat. Apalagi sikap Akmal yang begitu menyeramkan.
Sudah puas bermain kejar-kejaran dengan ombak. Ifa merasa lelah dan memilih istirahat.
Ifa membuka tas, mengambil makanan ringan. Yang memang sudah di persiapkan.
"Kakak mau!!"
Seru Harfa berlari dengan baju basah kuyup.
Kedua kakak beradik itu duduk sambil menikmati cemilan. Ummah Sinta dan Abi Farel sendari tadi mereka duduk di saung tanpa berniat main air. Membiarkan kedua anaknya saja yang main.
"Dek, itu punya kakak."
"Ih, kakak pelit. Kan itu masih banyak."
Ifa menghela nafas pelan akan kelakuan usil adiknya. Selalu saja merebut minuman yang akan Ifa minum.
Uhuk!
"Kakak!"
Kesal Harfa akan keusilan kakak Ifa. Harfa terbatuk-batuk. Tersedak minum, ketika Ifa menekan botol air tersebut.
Tanpa dosa kakak Ifa tertawa, berlari menjauh karena tahu. Harfa akan balas dendam.
Benar saja. Harfa mengejar Ifa yang menjauh. Kakak beradik itu terlibat kejar-kejaran dengan tawa yang begitu riang.
Orang-orang menatap mereka berdua. Ada yang masa bodo, ada yang geleng-geleng kepala. Ada juga yang menertawakan mereka. Tingkah mereka begitu lucu. Bagaimana bisa, ada orang dewasa main kejar-kejaran bak anak kecil.
"Jangan dek, nanti basah?"
Pekik Ifa panik, berusaha kabur. Tapi, Harfa begitu kuat menahan tangan Ifa.
"Gak apa, sekalian tambah basah."
"Tidak."
Bruyyy ...
"Kakak!!!"
Pekik Harfa kesal. Bukan Ifa yang tercebur malah dirinya sendiri.
Ifa tertawa puas, melihat adiknya basah kuyup. Namun, mata Ifa membulat langsung berlari memeluk Harfa. Membuat baju Ifa mau tak mau ikut basah.
"Kau ini, kenapa gak pakai kaus lagi. Kebiasaan. Sudah kakak ingatkan. Pakai baju dalem."
Omel Ifa memeluk erat tubuh sang adik. Bagaimana tidak kesal jika aurat Harfa tercetak jelas ketika bajunya basah semua.
Itulah, kenapa Ifa tak suka berenang. Karena ketika bajunya basah akan memperlihatkan setiap inchi lekuk tubuhnya. Kecuali jika pantai sedang sepi, baru Ifa mau berenang.
"Kalau Abi lihat, nanti marah. Kau ini, memang, benar-benar."
Harfa tersenyum tipis melihat kakaknya sudah kembali ke dalam mode garang. Tidak, seperti beberapa hari sebelum nya yang nampak dingin.
Harfa berharap, sang kakak bisa kembali pada sosok yang dulu sebelum mengenal Akmal.
Bersambung ...
Gitu dong, harus bangkit Ifa, semangattttt😂😂
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...
Datang untuk nya...