Aluna gadis lugu yang penuh dengan cobaan hidup. Sebenarnya dia gadis yang baik. Namun sejak dia dikhianati kekasih dan sahabatnya dia berubah menjadi gadis pendiam yang penuh dengan misteri. Banyak hal aneh dia alami. Dia sering berhalusinasi. Namun siapa sangka orang-orang yang datang dalam halusinasinya adalah orang-orang dari dunia lain. Apakah Aluna akan bahagia dengan kejadian tersebut. Atau malah semakin terpuruk. Ikuti kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌹Ossy😘, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 16
Buang saja yang bikin sakit. Tidak usah dipelihara. Hanya bikin sakit. Nikmati hidup apa adanya saja. Tanpa tergantung orang lain.
🔥🔥🔥
Hari telah pagi. Suara ayam jantan berkokok terdengar bersahutan. Aluna menggeliat. Dia terbangun karena berasa ingin buang air.
" Hooaaammm...."
Aluna menggeliat. Matanya dibuka secara perlahan. Cahaya lampu terasa silau. Matanya sedang menyesuaikan dengan pencahayaan yang ada. Biasanya dia tidur dalam gelap. Tapi tadi malam dia lupa mematikan lampu karena langsung tidur setelah minum obat.
" Jam berapa ini. Pingin pipis."
Aluna melihat ke sekeliling. Di atas sofa terlihat sang bunda masih tidur. Sangat pulas, terdengar dari natasnya yang teratur. Bahkan terdengar juga dengkuran halus.
" Bunda masih tidur. Pasti capek menunggu di sini. Luna harus bisa sendiri, pasti bisa." Aluna bangkit perlahan. Dia menoleh ke samping, di mana ada jendela di sana.
" Masih gelap ternyata."
Aluna berjalan perlahan menuju kamar mandi. Dia sudah tidak tahan ingin buang air. Walaupun harus berjalan dengan berpegangan, dia tetap lakukan sendiri. Aluna merasa kasian kalau harus membangunkan Dewi.
" Lega rasanya. Sudah keluar semua yang terasa mendesak di dalam perut." Ucap Aluna. Dia sengaja berbicara kencang untuk mengusir rasa sepi. Di rumah sakit, rasa sepi itu identik dengan suasana seram.
Setelah selesai Aluna segera keluar dari kamar mandi. Ketika dia berjalan, dia merasakan sesuatu yang tak biasa. Dia merasa tubuhnya terasa ringan. Tidak ada nyeri atau pun pegal layaknya orang yang baru saja mendapatkan kecelakaan.
" Eh kenapa ini. Kenapa Tubuh ini ringan sekali buat berjalan ya." Aluna berhenti bergerak ketika dia merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhnya. Aluna memperhatikan sekujur tubuhnya. Dari bahu turun ke bawah sampai kaki.
" Nak, kamu sudah bangun? Kamu dari mana..." sapa bunda dengan suara serak khas bangun tidur. Bunda menatap Luna yang berdiri di tengah ruangan.
Aluna menoleh. Hanya tersenyum tanpa berkata satu patah kata. Dia kembali fokus pada apa yang sedang dia alami.
"Kamu kenapa, ada yang terjadi kah ? " Bunda yang masih pada posisi terbaring segera bangkit mendekati Aluna. Dewi menatap Aluna yang terlihat aneh.
Aluna masih diam sambil melihat sekujur tubuhnya dari atas ke bawah. Dia tidak percaya apa yang dia lihat saat ini. Berulangkali dia melakukan itu. Menunduk kemudian melihat kiri kanan dan menunduk lagi. Begitu terus untuk beberapa saat.
" Kemana luka yang kemarin ada di seluruh tubuhku. Lukanya hilang semua, tak satupun tersisa, bagaimana bisa ?" gumamnya pelan. Dia usap seluruh bagian tubuh yang kemarin penuh luka. Bersih, licin dan halus. Tak ada satu pun bekas luka di sana.
"Ada apa nak. Apa yang terjadi. Kenapa kamu terlihat kebingungan.." Bunda mengusap bahu Aluna.
" Bunda lihat. Kemana semua luka yang ada apa tubuh Luna . Hilang semua dalam satu malam.." Aluna masih belum percaya dengan penglihatannya. Baginya itu adalah suatu keajaiban yang tidak mungkin terjadi.
" Tidak mungkin semua luka bisa hilang begitu saja bukan?" Aluna masih bingung. Pasalnya semalam saja pas dia mau tidur, bunda masih mengoles luka tersebut dengan obat oles.
Dewi ikut memperhatikan tubuh. Aluna . Bahkan dewi menyingkap baju yang dipakainya. Dewi diam. Tidak bisa berkata apa-apa. Benar apa yang dibilang putrinya. Semua luka menghilang. berganti dengan kulit yang putih dan mulus.
" Ayo duduk dulu. Nanti kamu capek kalau terus berdiri." Dewi menuntun Aluna menuju ranjang. Memposisikan Aluna berbaring dengan nyaman.
" Bunda, apa karena obat yang semalam itu ya. Sekali oles langsung sembuh." Aluna mengusap lagi tubuhnya. Kulitnya pun terasa halus sekali. Bahkan lebih halus dari sebelum dia terluka.
" Memangnya ada a-pa? " Bunda menghentikan ucapannya. Menatap Aluna dari atas ke bawah.
" Bagaimana bisa ? Luka itu... Luka itu hilang . Dimana luka yang ada di tubuh kamu , Nak." Dewi. sampai memutar-mutar tubuh Aluna saking terkejutnya melihat kulit mulus putrinya.
" Bunda, jangan diputar-putar. Puyeng ."
" Bilang sama bunda, apa yang terjadi pada kamu , Nak. Luka kamu bisa hilang begitu saja dalam semalam..." Bunda memegang bahu Aluna dan menatap tepat di matanya.
" Bunda, justru Luna yang mau bertanya. Obat apa yang bunda oleskan semalam."
" Obat ya.. Sebentar bunda ingat-ingat dulu..." Bunda mengetuk-ngetuk pipinya. Dia sedang mencoba mengingat kejadian kemarin. "Obat itu. dari pak dokter yang berkunjung kemarin. Dokter bule yang tampan itu Lun."
" Tapi sepengetahuan Luna, dokter itu tidak ngasih apa-apa.."
" Oh itu, dia ngasihnya pas bunda ke luar. Waktu itu bunda bertemu di dekat apotik. Mungkin pas kunjungan dia lupa, jadi ngasih pas ketemu bunda.." Dewi mengambil obat yang dia oleskan semalam ditubuh Aluna.
" Tidak ada yang aneh. Ini obat luka yang biasa. Tapi kenapa hasilnya begitu menakjubkan ya.." Bunda mengamati obat tersebut. Membolak-balik kemasan. Membaca keterangan yang ada di sana.
" Obat ini bunda pernah memakai juga. Tapi dulu sembuhnya lama. Kenapa yang ini sangat mujarab.." Bunda masih memperhatikan obat tersebut.
"Bunda, Aluna mau mandi. Mau sholat juga. Gerah rasanya. Lagian semua luka sudah sembuh.." Aluna bangkit namun ditahan oleh Dewi.
" Sebentar, kita tanya dokter dulu.."
" Tapi Aluna mau sholat bunda." Aluna nekad bangkit dan berjalan.
" Wudhu aja dulu, jangan mandi. Kita harus tahu apa yang terjadi pada tubuh kamu terlebih dahulu."
"Aluna sudah wudhu bunda. sholat dulu ya. Keburu subuhnya habis."
Aluna kembali bangkit. Dia mengambil mukena dan memakainya. Yang terpenting sekarang sholat subuh dulu. Nanti dipikirkan apa yang terjadi pada dirinya. Aluna sangat bersyukur karena semua luka yang dia alami bisa hilang tanpa meninggalkan bekas. Walaupun caranya ajaib. Hilang begitu saja dengan satu kali diolesi obat luka.
Aluna sholat dengan khusyuk. Tak lupa dia mengucap syukur kepada Sang Pemberi Hidup. Aluna sangat bersyukur masih bisa selamat dari kecelakaan yang menimpanya.
Padahal kemarin dia merasa sudah tidak punya harapan lagi. Tabrakan yang dialaminya sangat kencang. Bahkan dia terlempar beberapa meter dan kepala terasa membentur sesuatu. Saat itu dia merasakan sakit yang luar biasa. Hanya sebentar, setelah itu pingsan dan sadar setelah tiga hari di rawat di rumah sakit.
" Alhamdulillah Ya Allah, Engkau masih memanjangkan umur hamba. Engkau masih memberi hamba waktu untuk memperbaiki diri. Semoga ke depannya hamba bisa menjadi hamba yang lebih baik lagi. Aamiin...."
Aluna mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Mengakhiri doa panjang yang dia panjatkan. Dia melepas mukena yang dipakai kerena sang bunda juga mau memakainya.
" Bunda sudah berwudhu..?" Tanya Aluna sambil menatap Dewi yang terlihat duduk termenung. Dewi tidak menjawab. Mungkin karena melamun, tidak mendengar pertanyaan Aluna.
" Bund...." Aluna mendekati Dewi, menyentuh bahunya dan memeluk pundaknya. Kepalanya ditaruhnya di salah satu pundak Dewi.
"Kenapa sayang. Hm.." Dewi terkejut kemudian menoleh, mengusap pipi Aluna perlahan.
" Bunda sudah sholat. Kenapa melamun. Bunda pasti capek ya. Setelah ini bunda makan dan pulang. Istirahat di rumah. Bagaimana?"
" Sudah. Bunda sudah sholat. Tadi bunda ke mushola saat kamu sholat. Bunda tak ingin mengganggu kekhusyukan kamu berdoa. Terima kasih telah menjadi anak sholehah.." Dewi merengkuh tubuh Aluna. Memeluknya erat dengan berurai airmata.
" Kenapa bunda menangis? Sudah seharusnya Aluna menjalani hidup selayaknya manusia bukan. Aluna harus menuruti segala yang diperintahkan Sang Pemberi Hidup.."
Aluna menghapus airmata di pipi bunda. Mempererat pelukannya. Pelukan yang dia rasakan berbeda. Namun Aluna tidak ingin bertanya. Dia tidak ingin membuat sang bunda sedih.
Aluna sangat dekat dengan Dewi. Jadi dia akan merasakan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Aluna anak yang sensitif. Namun dia tidak pernah mengungkapkan apa yang dia rasakan pada orang lain.
Aluna gadis introvert. Dia tidak suka tempat yang ramai. Dia bahkan tak banyak punya teman dekat. Salah satunya yang paling dekat adalah Alisha dan juga Bram, sang kekasih. Namun ternyata mereka berdua malah menjadi pengkhianat.
Aluna benar-benar tidak pernah menyangka Alisha tega melakukan ini. Karena yang dia tahu, kriterianya tidak seperti Bram. Namun kenapa dia tega mengambil Bram.
Aluna sangat bersyukur dia belum menikah dengan Bram. Bram pernah melamar Aluna. Saat itu Aluna bilang belum siap. Aluna masih ada ganjalan tentang Bram. Dan sekarang semua sudah terbuka. Tentu saja Aluna sangat beruntung. Dia tidak perlu susah-susah mencari alasan untuk memutuskan Bram.
Tinggal tunggu waktu untuk berpisah dengan Bram. Rencananya Aluna akan memutuskan hubungan setelah keluar dari rumah sakit. Dia tidak ingin merasa sakit hati terus menerus melihat kebersamaan mereka.
"Sayang, kenapa diam." Dewi mengusap pipi Aluna yang berbaring beralas paha Dewi. Dewi sengaja memposisikan seperti itu. Kapan lagi mereka bisa begini karena memang mereka jarang bertemu. Jarak yang memisahkan mereka berdua. Karena tuntutan hidup yang membuat mereka hidup terpisah.
" Bunda, nanti kalau pas kunjungan dokter bilang ya, kalau Aluna sudah sembuh dan mau pulang." Aluna masih bergelayut manja pada sang bunda. Hanya dewilah satu-satunya yang Aluna punya saat ini.
" Iya nak, kita pulang kampung saja yuk. Kamu istirahatkan dulu badan kamu. Seminggu atau dua mingguan. Nanti kalau sudah benar-benar sembuh baru balik lagi ke jakarta."
" Nanti Luna dipecat bunda. Ngambil cuti seenaknya sendiri."
" Kan bos kamu tahu kalau kamu lagi sakit "
" Sudah sembuh bunda. Lihat saja, sudah sembuh total." Aluna bangkit kemudian duduk.
" Eh kenapa bangun. Sudah sini berbaring saja di pangkuan bunda. Bunda suka seperti ini. " Dewi menarik bahu Aluna agar berbaring pada posisi semula.
"Aluna laper. Ini jam berapa. Kenapa petugas rumah sakit belum datang ya." Aluna menoleh ke arah pintu.
" Astaghfirullah ternyata lapar. Bunda beli di luar saja ya. Tidak ada pantangan dalam makanan kan? " Dewi bangkit dari duduknya. Dia mengusap kepala Aluna kemudian mengambil tasnya.
" Bunda tidak apa-apa keluar sendiri. Ga akan nyasar lagi kan? Bunda tahu tempat membeli makanan?" Aluna menarik sang bunda dan memeluk pinggang sang bunda yang berdiri di depannya.
"Astaghfirullah sayang. Bunda bukan anak kecil lagi. Kalau tidak tahu kan tinggal bertanya. " Dewi membingkai wajah Aluna dengan kedua tangannya. Mengecup kening Aluna dengan perlahan.
" Iya deh kalau begitu boleh. Tapi bunda harus hati-hati ya." Aluna memeluk erat sang bunda. Entah mengapa Aluna merasa berbeda. Takut kehilangan sang bunda. Atau mungkin karena dia hal yang baru saja dialaminya.
" Kalau begitu lepas pelukan Bunda. Biar bunda pergi dulu ya, Sayang ya." Bunda mencubit pipi Aluna. Bunda selalu memperlakukan Aluna masih selayaknya anak kecil. Mungkin karena memang saking sayangnya dan mungkin karena Aluna putri satu-satunya.
Akhirnya Dewi keluar juga. Dia juga lapar. Karena memang sudah waktunya untuk mengisi perut.
Aluna sendirian lagi. Dia memainkan ponselnya menunggu kabar dari Bram. Bagaimana pun juga mereka belum resmi putus. Dan semalam, Bram berjanji akan menghubunginya. Sampai siang begini tak ada satupun pesan masuk.
" Benar sudah lupa ya Mas. Atau kamu masih sibuk dengan nya. " Aluna mendesah.
" Sudah saatnya melepaskan. Sekali berselingkuh akan diulang lagi pasti suatu saat nanti. Mungkin mas Bram bukan jodohku. Tapi sebelum itu ada yang harus aku lakukan terlebih dahulu."
Aluna memainkan ponselnya. Dia mengetahui semua rahasia tentang Bram dan juga Alisha.
" Lihat saja nanti. Semoga aku tidak sejahat kalian. Hahahaha..."
Bersambung
Apa yang akan dilakukan Aluna. Apa Aluna akan membalas semua perbuatan mereka. Ikuti terus ya..
terima kasih. Loveeee ❤️❤️❤️