Ryo seorang pengusaha yang sukses harus menelan musibah dari tragedi yang menimpanya. Sebuah kecelakaan telah membuatnya menjadi lumpuh sekaligus buta. Istrinya sudah tidak Sudi lagi untuk mengurusnya.
Aura, adik sang istri tak sengaja hadir ditengah mereka. Aura yang memerlukan uang untuk kebutuhan hidupnya kemudian ditawari sang kakak sebuah pekerjaan yang membuat semua kejadian cerita ini berawal.
Pekerjaan apakah yang ditawarkan pada Aura?
dan bagaimana nasib Ryo selanjutnya?
Biar tau kisah selengkapnya, yuk ... di intip kisahnya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yurika23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16 - Kedekatan
Tak lama berselang, Aura membawa pie dan minuman milk shake untuk Ryo. Tak sengaja ia melihat Jesica yang berjalan keluar kamar untuk mengambil minum, dengan pakaian yang acak-acakan, di belakangnya pria kekasihnya merangkulnya kemudian mengajaknya lagi ke kamar.
Aura hanya menggeleng, menghembuskan nafas dengan kasar, tak mampu berkata apa-apa. Kalau saja Ryo tak berada disana, mungkin ia sudah teriak, memaki kakaknya dan mengusir mereka berdua keluar dari sana. Tapi ia memikirkan Ryo, pria yang tengah di khianati istrinya, di bohongi, di acuhkan bahkan direndahkan.
Aura melangkah ke pintu teras balkon. Ryo berbaring santai di sofa yang disediakan Aura untuknya.
“Ini Mas, pie-nya. Aku suapin ya,” ucap Aura lembut. Aura duduk di kursi yang berada di samping sofa mungil yang digunakan Ryo.
“Hm, ya.”
Aura menyuapi pie ke mulut Ryo dengan lembut.
“Hm, ini enak. Kau membuatnya?” tanya Ryo.
“Iya, aku baru belajar, kok,” jawab Aura yang tahu bahwa kakaknya tidak pandai membuat kue atau masakan.
“Baru belajar tapi sudah enak begini,” puji Ryo.
“Mana Milk shake-nya,” tanya Ryo.
“Ah, ini Mas.” Aura buru-buru menempelkan bibir gelas kemulut Ryo.
“Biar aku sendiri” ucap Ryo kemudian mengambil gelas itu dan meminumnya.
Aura memandang wajah tampan Ryo sesaat, ia membayangkan jika dirinya benar-benar bisa melayaninya sebagai istri.
Aura mengambil tisu yang berada di atas meja kayu kecil berukir disana. Kemudian dengan ragu-ragu Aura perlahan menempelkan tisu ke arah wajah Ryo dan menyeka sisa Milk shake yang berada di pinggir bibir Ryo.
Ryo sedikit terkejut dengan memundurkan kepalanya spontan, kemudian menggenggam lengan Aura.
“Ah, Maaf, Mas. Itu, ada sisa minuman” ucap Aura dengan sedikit panik sambil buru-buru menarik jemarinya menjauh dari wajah Ryo.
“Bersihkan lagi” ucap Ryo membuat Aura sedikit melongo.
“Hah?” kata Aura seolah tak mendengar.
“Ayo bersihkan lagi susu di bibirku” tegas Ryo.
Aura mendengus kasar dan terpaksa membersihkan lagi sisa milk shake di sekitar bibir Ryo “Kau minum seperti bayi deh Mas, berantakan begini,” kata Aura.
“Yah, kau harus maklum … “
Aura masih menggenggam tisu. Kemudian wanita itu terus memandang paras Ryo yang sebenarnya paras pria type para wanita, dengan guratan tegas dan sempurna di wajahnya, hidung yang mancung dan rahang yang kokoh, dengan cambang tipis disekitaran rahangnya.
Aura masih membersihkan pelan sekitaran bibir Ryo dengan tisu, Aura terus saja memperhatikan wajah Ryo dari dekat.
Aura diam menunduk dan buru-buru menepis pesona Ryo yang mulai mengganggu pikiran wanita itu.
“Ada apa, kok diam?” tanya Ryo pelan.
“Sudah bersih kok Mas” jawab Aura yang sebenarnya ingin mengungkapkan isi hati terdalamnya, bahwa ia menyayangi pria itu, tapi ia berubah pikiran seolah itu belum saatnya diungkapkan.
Aura sudah tidak memperdulikan kakaknya yang menurutnya sudah keterlaluan itu, padahal ia mendengar suara langkah pintu tertutup menandakan Jesica dan kekasih gelapnya sudah keluar dari sana.
Aura melihat kembali ke wajah Ryo, tanpa sadar Aura meneteskan air matanya. Kini ia seakan rela mengurus Ryo dengan tulus, walaupun tanpa di gaji oleh Jesica, karena kini telah tumbuh benih cinta dalam hati wanita itu pada Ryo, pria yang kini mulai dikaguminya.
Tapi Aura justru melihat ada buliran air di sekitar mata Ryo. Dengan sigap Aura menelitinya. “Mas?, Mas menangis?” tanya Aura yang justru dialah yang tengah menangis.
“Tidak, memangnya kenapa?”
“Ada air mata di sekitar sini” Aura menyeka air yang menggenang di mata Ryo.
“Mungkin bukan air mata” ucap Ryo.
“Entahlah, tapi tidak apa, biar kubersihkan” Aura dengan telaten membersihkannya.
Ryo merasa sangat diperhatikan oleh wanita ini. Dia merasakan kedamaian yang dulu belum pernah dirasakannya.
Malam meninggi,
Setelah di bantu Aura untuk beranjak keatas ranjang, Ryo merebahkan tubuhnya di ranjang, kemudian Aura menyelimutinya.
“Tidurlah sini” pinta Ryo.
“Ya, Mas … aku, ganti pakaian dulu” ucap Aura yang lagi-lagi merasa gelisah ketika malam tiba.
‘Mungkin Kak Jesica bisa dengan mudahnya berselingkuh dengan pria lain, tapi tidak denganku. Walaupun, pria ini sudah mulai kusayangi … tapi kalau untuk tidur, akh! Lagi-lagi aku bingung’ batin Aura mulai bergemuruh dengan kegelisahannya.
“Jes … “panggil Ryo kembali.
“I-iya Mas …”
Akhirnya dengan terpaksa perlahan Aura menaiki ranjang, dan wanita itu mendekat kearah Ryo.
“Kau harum sekali” ujar Ryo.
“Masa sih Mas?” ucap Aura dengan sedikit candanya.
Tiba-tiba Ryo langsung mendekati Aura dan ketika pria itu yakin dimana letak pinggang Aura, ia menggelitiknya. Aura tertawa karena geli mendapat gelitikan dari Ryo. Aura tak mau kalah, ia juga balas menggelitik Ryo, tapi sepertinya Ryo lebih tahan tehadap kelitikan di pinggang, akhirnya Aura memencet paha Ryo untuk membalas kelitikannya, karena Aura tahu ia pernah memijit bagian itu dan Ryo tak tahan karena geli.
“Hey! Curang!, jangan dibagian situ!” pekik Ryo geli.
“Ha ha ha, mana ada curang untuk permaianan ini, memang ada peraturannya?”
Mereka berdua bercanda di atas ranjang, layaknya sepasang kekasih yang baru di mabuk asmara. Akhirnya tawa mereka berangsur berhenti dengan tanpa sadar keduanya sangat dekat.
“Kau pakai baju yang mana?, sepertinya tipis sekali?” tanya Ryo.
“Ah, ini … gaun tidur yang warna pink, Mas” Aura memang selama ini memakai pakaian kakaknya yang tersedia di lemari.
“Oh, yang kubeli dari Belanda?. Katamu itu jelek dan kau tidak pernah mau memakainya selama ini”
“Eng, ya daripada tidak dipakai, tapi kalau dipakai bagus juga Mas” ucap Aura.
Ryo kemudian meraba baju tipis itu, kemudian perlahan menjurus kearah yang lebih jauh … kini Ryo mulai bergairah.
“M-Mas, aku masih belum bersih. Mungkin malam ini jangan melakukannya dulu ya …” pinta Aura yang menutupi kenyataan bahwa ia takut jika sampai mereka melakukan hal yang lebih jauh.
“Hah, kenapa lama sekali bersihnya” gerutu Ryo menahan gairahnya.
Paginya, Ryo berencana mengajak Aura ke tempat favoritnya. Mereka menaiki Jaguar milik Ryo. Pak Dimin sudah tahu arah tempat yang akan ditujunya, karena Ryo pernah mengajak Pak Dimin kesana.
Di sebuah danau yang indah, mereka duduk di tepinya. Udara yang sejuk dan pemandangan yang asri sangat cocok untuk melepas penat.
Ryo duduk di rerumputan hijau bersebelahan dengan Aura. Kicau burung sesekali terdengar renyah di pepohonan.
“Ada apa di depan sana?” tanya Ryo pada Aura.
“Danau yang indah” jawab Aura.
“Warna apa danaunya?” Aura sempat menoleh kearah Ryo, kemudian kembali melihat danau di depan mereka.
“Berwarna biru, memantulkan kilauan putih dari cahaya matahari”
“Sangat indah, ya. Ada apa lagi di atas air itu?”
“Beberapa ekor angsa yang indah, berenang menikmati bening air disana. Angsanya sangat indah, Mas”
“Ini adalah tempat favoritku. Tapi aku hampir lupa warna dan keindahannya” ujar Ryo.
“Suatu saat kau akan melihatnya lagi, Mas, percayalah” ucap Aura dengan senyuman yang tak bisa dilihat Ryo.
Mereka menghabiskan waktu diluar untuk melepas penat. Aura berkeliling taman dekat danau dengan mendorong kursi roda Ryo.
Malamnya, Aura kembali memijit kaki Ryo di ranjang. Perlahan dan telaten wanita itu mengurus Ryo selayaknya anak yang diurus ibunya.
“Ini obatnya, Mas”
“Sudah selesai kan?, aku lelah” ucap Ryo.
“Tunggu, satu lagi Mas, ini obat tetes matanya belum. Sinikan matamu” Aura meneteskan obat tetes dari Dokter yang rutin diberikan pada Ryo.
Setelah semua selesai, Aura menutupkan selimut tebal ke tubuh Ryo hingga ke dadanya, dan berlalu dari kamar itu. Aura berpura-pura akan mandi, padahal ia menghindari tidur malam yang sangat membuatnya ketakutan.
* * *
Beberapa pekan kemudian,
Aura masih terus mengurus Ryo dengan semua upayanya. Ia tidak perduli lagi dengan Jesica yang tidak pernah datang untuk mengunjungi suaminya. Ia hanya menginginkan kesembuhan untuk Ryo.
Hari demi hari, Pekan demi pekan, semakin tumbuh semangat Ryo untuk sembuh, semua karena dukungan dan perlakuan wanita yang sangat membantunya selama ini.
Pagi hari yang sejuk, cahaya mentari belum sepenuhnya masuk kedalam kamar.
Ryo membuka perlahan matanya, ia berkali-kali mengedipkan matanya. Matanya sempat berair. Tapi seolah sebuah keajaiban tengah mendatanginya di pagi itu.
Ketika ia menoleh ke arah jendela, pria itu melihat samar cahaya yang merambah menembus gorden di jendela kamarnya. Ia juga melihat kamarnya yang berwarna, dan, tidak lagi gelap seperti kemarin …
Ryo mengangkat jemarinya kedepan wajah. Ia melihat dengan seksama, dari samar-samar, kini semakin jelas. Jemarinya di putar-putar. ‘Ini benar-benar tanganku, aku bisa melihatnya’ …
‘Aku,- aku bisa melihat …’ ujarnya pelan.
Pria itu buru-buru bangkit dari berbaringnya, ia duduk dengan perasaan yang tak bisa terlukiskan.
“Ini nyata kan?. Aku, bisa melihat lagi … ” pekiknya pelan.
Ryo kemudian teringat wanita yang selama ini berada di sisinya, ia menoleh perlahan kearah wanita yang masih tertidur pulas di sampingnya.