NovelToon NovelToon
Binar Cakrawala

Binar Cakrawala

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Cintapertama / Cintamanis / Teen School/College / Romansa / Slice of Life
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: And_waeyo

Binar jatuh cinta pada kakak kelasnya sudah sangat lama, namun ketika ia merasa cintanya mulai terbalas, ada saja tingkah lelaki itu yang membuatnya naik darah atau bahkan mempertanyakan kembali perasaan itu.

Walau mereka pada kenyataannya kembali dekat, entah kenapa ia merasa bahwa Cakra tetap menjaga jarak darinya, hingga ia bertanya dan terus bertanya ..., Apa benar Cakrawala juga merasakan perasaan yang sama dengannya?

"Jika pada awalnya kita hanya dua orang asing yang bukan siapa-siapa, apa salahnya kembali ke awal dimana semua cukup baik dengan itu saja?"

Haruskah Binar bertahan demi membayar penantian? Atau menyerah dan menerima keadaan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon And_waeyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 16. Masa Lalu

Kedua bocah lelaki itu bermain di balkon lantai dua, mereka sedang bermain kejar-kejaran. Senopati mengejar adiknya yang kini berlari memutari kursi panjang yang ada di sana.

"Nggak kena! Ayo kejar!" Cakrawala berteriak sambil sesekali memeletkan lidahnya untuk mengejek sang kakak.

"Awas aja kalau dapat!"

Kring kring kring kring

Suara bel yang dibunyikan membuat Cakra refleks menoleh untuk melihat sumber suara. Bocah lelaki itu melongo, tak sadar Senopati berada di dekatnya.

"Waaaa! Kena kamu!" seru Senopati ketika ia berhasil menangkap Cakrawala.

"Sttttt! Kakak dengar nggak?" kata Cakra sambil sesaat meletakkan telunjuk di depan bibirnya yang ia monyongkan.

Kening Senopati mengernyit. "Dengar apa?"

Suara bel itu kembali berbunyi, Cakra bergegas mendekat ke arah pagar balkon. Ia menatap ke jalanan depan rumahnya. Bocah lelaki itu membulatkan mata melihat seorang bocah perempuan mengendarai sepeda.

"Dia siapa?" gumam Cakra.

"Yang lagi sepedaan?"

Cakra menoleh terkejut. Senopati bisa mendengar gumamannya? Bocah lelaki itu mengangguk dengan polosnya.

"Kakak pernah lihat dia, kayaknya penghuni rumah itu deh," kata Senopati sambil menunjuk sebuah rumah yang dari luar berwarna putih gading dengan warna gold di beberapa bagian rumah itu.

"Caka baru lihat," kata Cakra.

"Eh, gimana kalau kita main sama dia?" usul Senopati.

"Ayo!" Cakrawala berseru dengan semangat dan berlari terlebih dahulu berniat mengajak bocah perempuan itu bermain.

"Cakra tunggu dulu!" Senopati menyusul.

Suara grasak-grusuk langkah kaki membuat seorang wanita menolehkan kepala ke arah sumber suara. Ia melihat kedua putranya baru saja keluar dari lift.

"Kalian mau ke mana?" tanyanya.

"Ma, sepeda Caka dimana?" bukannya menjawab pertanyaan mamanya, Cakra malah balik bertanya.

"Ada di garasi, kamu---"

"Ok, makasih Ma!" bocah lelaki itu buru-buru berlari pergi sebelum mamanya selesai berucap.

Cakra memasuki garasi, di sana terdapat beberapa motor dan mobil. Lalu, ia mengambil sepeda miliknya. Cakra menggiringnya keluar dari garasi diikuti Senopati.

Setelah melewati gerbang rumah. Mereka berdua menaiki sepeda dan mengayuhnya, bertepatan dengan seorang bocah perempuan melewati rumah mereka. Cakra dan Senopati semangat mendekat dengan mengarahkan sepeda mendekati gadis itu.

Cakra berada di sisi kiri bocah perempuan itu, sementara Senopati berada di sisi kanan bocah perempuan itu.

"Nama kamu siapa?" Cakra bertanya masih sambil mengayuh sepeda.

Sang bocah perempuan menolehkan kepala dengan kening mengernyit. Namun entah karena hilang keseimbangan atau apa, sepeda beroda dua yang dikendarai bocah perempuan itu mendadak oleng. Mudah ditebak, selanjutnya ia terjatuh diiringi dengan suara "gudubrak" yang cukup keras serta pekikan khas anak perempuan. Sepedanya tergeletak di sisinya. Sementara bocah itu terduduk dengan lutut kaki kanan dan telapak tangan kiri yang ia gunakan untuk menahan, lebih dulu mengenai aspal.

Kedua bocah lelaki itu sama-sama membulatkan mata. Mereka memberhentikan sepada dan turun, membiarkan sepeda milik masing-masing tergeletak begitu saja di atas jalan.

"Kamu nggak papa?" tanya Cakra sambil berjongkok di depan gadis itu. Kepalanya miring sedikit ketika ia bertanya.

"Pakai nanya lagi Cak, kalau jatuh gitu pasti kenapa-napa," kata Senopati.

Cakra menatap bocah perempuan yang kini matanya berkaca-kaca dan bibirnya melengkung ke bawah, tak lama setelah itu, tangisnya terdengar memekakkan telinga. Cakra dan Senopati menutup telinga mereka sesaat.

"Udah, jangan nangis!" kata Cakra masih sambil menutup telinganya.

Bukannya berhenti, bocah perempuan itu malah lebih kencang menangis sambil sesekali meneriakkan kata "mama" di sela tangisnya.

"Cak, kakak panggil mama dulu ya," kata Senopati.

Cakrawala menganggukkan kepala. Ia membiarkan kakaknya memanggil mama mereka. Takut jika tangisan bocah kecil yang tidak ia ketahui namanya itu akan mengundang perhatian banyak orang, Cakra membekapnya begitu saja sambil sesekali mengusap-usap punggung bocah perempuan itu.

"Sttt ... jangan nangis," kata Cakra.

Ia berhenti membekapnya, kini beralih mengusap air mata yang keluar menyusuri pipi sang bocah perempuan dengan tangannya.

"Kalau kamu nggak nangis, nanti aku kasih coklat," kata Cakra.

Bocah perempuan itu menatapnya, lalu mengangguk dan berusaha menghentikan tangis.

"Aku Caka, nggak bukan, maksud aku C-a-k-r-a, Cakra. Nama kamu siapa?" tanya Cakra.

"Nama aku, Binar."

Itu adalah awal semua, Cakra, Binar dan Senopati sering bermain bersama di hari-hari berikutnya. Sampai Cakra sendiri tanpa sadar perlahan menyukai Binar, dan ia menyadarinya sekitaran SMP. Kakaknya mengetahui hal itu karena ia yang bercerita sendiri. Dan semenjak hari itu, semua berbeda. Cakra merasa bahwa kakaknya yang malah mendekati Binar, dan kecurigaannya terbukti benar.

Suatu sore di balkon lantai dua.

"Cak, ada yang mau gue omongin sama lo."

Cakra menoleh ke belakang pada kakaknya yang baru saja pulang dari rumah Binar. "Apaan?"

"Gue juga suka sama Binar."

Semenjak hari itu, Cakra membenci kakaknya. Cakra tak pernah bermain bersama lagi dengan Binar atau pun Senopati. Hubungan ia dan Senopati memburuk, begitu juga hubungannya dengan Binar yang semakin ke sini kian merenggang. Cakra hanya melihat Senopati dan Binar bermain di halaman rumahnya atau di halaman rumah Binar ketika mereka bermain dan bersenang-senang. Ia menolak ketika Binar mengajaknya bermain.

Ia saja kemarin berani mulai mendekati Binar lagi karena tahu Binar menyukainya, Bima yang bilang, dan Bima tahu dari Pelangi.

Kebencian Cakra pada Senopati bertambah ketika ayahnya selalu membanding-bandingkan Senopati yang selalu berprestasi dan juara satu di kelas. Hanya ibunya yang selalu mengerti dan menghibur. Namun semenjak ayah dan ibunya berpisah, tak ada lagi yang menghiburnya. Ibunya mendapat hak asuh Senopati, sementara sang ayah mendapat hak asuh dirinya, padahal Cakra tahu jika ayahnya lebih menginginkan Senopati. Cakra ingin bersama mamanya. Tetapi lagi dan lagi, Senopati selalu merebut semua darinya. Dan sekarang lelaki itu mungkin akan kembali mengambil semua setelah ia yakin Senopati telah sepenuhnya menghilang dari kehidupannya.

Cakra mengusap sudut matanya yang berair, ia menengadah, lalu mengerjapkan mata, menahan air matanya yang sudah mengembun agar tak terjatuh.

Lelaki itu memutar music video dari tadi, kali ini mv salah satu girl grup berputar dari laptop dengan volume yang sengaja ia kencangkan. Cakra menggunakan headphone, sampai tak sadar jika ada yang meneleponnya lewat smartphone.

***

Binar menghela napas, ini ke sekian kalinya ia mencoba menelepon Cakra. Namun lelaki itu tak juga mengangkat panggilannya. Ia benar-benar gelisah, terus bertanya-tanya apa Cakra semarah itu padanya.

"Kak Cakra please angkat," gumamnya.

"Nomor yang anda tuju, tidak menjawab---"

Oke. Tidak diangkat lagi. Binar frustrasi, ia menghentikan panggilan, kini menyerah mencoba menelepon lelaki itu dan menjatuhkan diri ke atas ranjang dengan posisi tengkurap.

Binar mengangkat kepala. Lalu menghela napas panjang, ia mengubah posisi menjadi duduk bersila di atas ranjang dan mulai mengetik pesan.

Binar: Kak Cakra marah bangett ya? Aku minta maaf

Binar: Angkat panggilan aku please :( atau balas chat aku. Aku benar-benar minta maaf kalau bikin Kak Cakra marah🙏 aku nggak bermaksud, aku cuma mau bantu.

Binar: Maaf :(

1
anggita
biar ga cemburu terus, kasih like👍+iklan☝.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!