Kaiya Agata_ Sosok gadis pendiam dan misterius
Rahasia yang ia simpan dalam-dalam dan menghilangnya selama tiga tahun ini membuat persahabatannya renggang.
Belum lagi ia harus menghadapi Ginran, pria yang dulu mencintainya namun sekarang berubah dingin karena salah paham. Ginran selalu menuntut penjelasan yang tidak bisa dikatakan oleh Kaiya.
Apa sebenarnya alasan dibalik menghilangnya Kaiya selama tiga tahun ini dan akankah kesalapahaman di antara mereka berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Ginran terus mengamati ruangan itu. Apartemen ini tidak begitu besar tapi cukup mewah dan sangat rapi. Hanya saja terkesan dingin. Setelah berkeliling, Ginran mendapati ternyata hanya ada satu kamar tidur. Ia pikir tiga atau empat. Mengingat masih ada orangtua dan kakak dari gadis itu.
Jadi Kaiya sebenarnya hanya tinggal sendiri? Bukankah terakhir kali gadis itu bilang dia tinggal dengan tantenya? Apa mungkin Kaiya berbohong? Tapi untuk apa?
Prang!
Suara barang pecah dari arah dapur sontak membuat Ginran kaget dan berlari ke sana. Pasti Kaiya memecahkan sesuatu. Benar saja, ketika Ginran sampai di depan pintu, gadis itu sedang menunduk untuk meraih benda yang sudah hancur berkeping-keping tersebut di lantai dengan tangan telanjangnya.
"Berhenti!"
suara Ginran berhasil menghentikan Kaiya. Gadis itu refleks berhenti. Ia menoleh ke samping dan mendapati Ginran tengah berjalan mendekatinya. Tanpa aba-aba pria tersebut meraih pinggangnya dan dengan entengnya mengangkat tubuh mungil Kaiya lalu mendudukkan gadis itu di atas meja.
Lelaki itu tidak mau melihat Kaiya terluka akibat kecerobohannya lagi. Dari berbagai aspek gadis itu mungkin berubah, tapi sifat cerobohnya tidak. Buktinya, sudah tahu barang pecah dia sengaja mau mengambilnya tanpa berpikir dulu.
"Tunggu di sini," ucap Ginran. Kaiya yang baru selesai dari rasa terkejutnya karena pria itu tiba-tiba mengangkatnya, mengatur nafas. Ia pikir ia terbang sendiri tadi.
"Ada sapu dan pengky?" Ginran berbalik menatap Kaiya karena tak menemukan sapu yang ia cari.
"Di dalam sana." sahut Kaiya menunjuk lemari kecil dekat kulkas yang berada tak jauh di belakangnya. Ginran melangkah melewatinya untuk mencapai lemari kecil itu. Ketika membuka lemari, ia melihat berbagai alat pembersih sampai pel ada di dalam sana. Lalu pria itu mengeluarkan alat yang dia butuhkan untuk membersihkan barang pecah.
Ginran kembali melangkah melewati Kaiya dan dengan cekatan mengangkat benda yang dipecahkan oleh gadis itu tadi. Pria itu tampak serius melakukan pekerjaannya sampai-sampai tidak menyadari Kaiya terus mengamatinya dari belakang bahkan tersenyum. Ketika pria itu selesai, wajah Kaiya kembali datar. Ia malu kalau sampai Ginran mendapati dirinya sedang tersenyum.
Ginran memasukkan kembali barang-barang pembersih yang ia pakai ke dalam lemari, dan menatap lantai lagi untuk memastikan masih ada barang pecah atau tidak. Setelah dipastikan lantai tersebut benar-benar sudah bersih, ia lalu menurunkan Kaiya yang masih setia duduk di atas meja bundar.
Kaiya gugup. Jelaslah. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu dan berinteraksi. Jadi ia merasa canggung berada dengan jarak sedekat ini. Perempuan mana yang tidak akan malu coba. Apalagi Ginran yang sekarang telah berubah menjadi seorang pria dewasa yang makin tampan dan jauh lebih berkharisma dibandingkan dulu. Wanita manapun pasti akan klepek-klepek kalau diperlakukan dengan manis seperti ini.
Bahkan ketika Ginran menurunkannya dengan amat hati-hati, Kaiya merasa sangat tersentuh. Belum ada laki-laki yang memperlakukannya semanis ini selain pria itu. Namun Kaiya sadar ia tidak berhak bahagia. Tidak mau berharap lebih. Ginran pantas mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik darinya.
Gadis itu mendorong halus tangan Ginran yang masih berada dipinggangnya. Kemudian berbalik ke rak perlengkapan makan, mengambil gelas, mengisinya dengan segelas air dan menyodorkannya ke Ginran. Pria itu mengambilnya namun matanya terus menatap Kaiya lurus-lurus.
Ginran sempat membuka kulkas tadi dan melihat-lihat dapur. Tak ada apa-apa dalam kulkas. Hanya ada beberapa mie instan dan air. Rak bahan makan juga kosong. Pria itu ingin membuktikan kebohongan Kaiya tadi, tapi rupanya gadis itu tidak berbohong. Memang tidak ada kopi dan teh. Bukan hanya itu saja, dapur gadis itu tak ada bahan makanan sedikitpun.
"Kau bilang tinggal dengan tantemu?" ucap Ginran terus menatap Kaiya. Melihat dapur yang kosong begini dan hanya ada satu kamar tidur, ia jadi ragu.
Kaiya mengangguk. Ia tidak sepenuhnya berbohong. Tantenya memang sering ke sini tapi karena terlalu sibuk bolak-balik luar negeri, mereka jarang bertemu. Ginran menyipitkan mata menatap Kaiya.
"Kenapa kamarnya hanya ada satu? Kemana keluarga kandungmu, kenapa harus tinggal terpisah dengan mereka?" pria itu memulai interogasinya.
Yang ada dalam pikirannya sekarang adalah, mungkin saja gadis itu ada masalah keluarga dan kabur dari rumah. Dulu kan ia pernah ngambek pada orangtuanya dan kabur dari rumah. Tapi waktu itu Kaiya tinggal sementara di rumah Ginran. Kadang juga pindah-pindah dari rumah Naomi sampai Darrel.
"T ... Tante aku sedang ke luar negeri. Kami tidur di kamar yang sama. Kalau papa, mama dan kakak aku..." gadis itu menggantung kalimatnya. Ia berusaha santai menyebut keluarganya di depan Ginran. Meski rasanya begitu berat.
"Mereka tinggal di luar negeri sekarang. Kami sudah pindah lama. Aku baru balik ke sini lagi dengan tante beberapa bulan lalu." lanjutnya berbohong. Ia tidak tahu kenapa kalimat itu meluncur dengan lancar dari mulutnya. Tapi dengan kalimat tersebut, ia bisa melihat perubahan di raut wajah Ginran. Pria itu tampak kesal. Ginran mendengus keras.
"Jadi selama ini kau ke luar negeri? Pindah tanpa mengatakan sepatah katapun? Kau anggap aku dan yang lain apa?" kata Ginran merasa marah. Sekarang ia tahu jawabannya kenapa gadis itu dan keluarganya tiba-tiba menghilang seperti di telan bumi. Rupanya mereka pindah ke negara lain. Tapi yang membuatnya marah adalah, gadis itu menghilang ditengah-tengah masalah mereka, membuatnya hampir gila karena penasaran dan rasa rindu.
Kaiya tertunduk. Ia merasa bersalah. Semua yang keluar dari mulutnya adalah kebohongan. Tapi ia terlalu takut untuk berkata jujur. Apa yang terjadi pada keluarganya terlalu tragis. Jadi untuk apa cerita.
"Katakan dengan jujur. Waktu pindah, apa kau sedang hamil?" itu adalah satu-satunya yang muncul dalam pikiran Ginran saat ini. Kaiya sudah mengaku memang terjadi kejadian seperti itu dengan sih pria brengsek itu. Jika dikaitkan dengan kepergiannya yang tiba-tiba, itu masuk akal. Mungkin saja keluarganya ingin menutupi aib anak mereka dengan pindah ke tempat orang-orang yang tidak mengenal mereka.
Sementara itu mata Kaiya melotot lebar mendapatkan pertanyaan seperti itu. Refleks ia menggeleng kuat.
"Bagaimana dengan pria brengsek itu, kalian masih sering bertemu?" Ginran berharap akan mendengar jawaban tidak dari mulut Kaiya. Orang-orang mungkin akan menganggapnya gila karena masih berharap pada perempuan yang sudah menyakitinya.
Kaiya berpikir sebentar, lalu menggelengkan kepala. Ia agak ragu-ragu, karena dia memang masih berhubungan dengan laki-laki yang Ginran maksud itu. Tapi bukan hubungan seperti yang pria itu pikirkan, tidak sama sekali.
Melihat gadis itu menggelengkan kepalanya, hati Ginran langsung merasa lega. Dia ingin bicara lagi namun ponselnya tiba-tiba bergetar. Ia mengangkat telpon sebentar.
"Halo." suaranya datar. "Di mana? Sekarang? Baiklah, aku segera ke sana." pria itu mengakhiri pembicaraannya entah dengan siapa itu dan menatap Kaiya lagi.
kl kyk ginran naomi apalagi jiro, mereka kyk bukan teman, tp org lain yg hanya melihat "luar"nya saja
2. teman d LN