Ayuna, seorang mahasiswi berparas cantik dengan segudang prestasi yang pastinya selalu menerima beasiswa setiap tahunnya, sekarang ia duduk di bangku kuliah semester 5 di usianya yang telah masuk 19 tahun. Cerita hidupnya memang selalu dipenuhi kejadian-kejadian di luar dugaannya, seperti menikah dengan salah satu most wanted di kampusnya, Aksara Pradikta.
Aksara, laki-laki yang dikenal dengan ketampanannya yang mempesona, ia adalah orang yang tertutup dan kadang arogan. Ia menikah dengan Yuna tentu bukan berdasarkan rasa cinta, melainkan karena suatu alasan yang dipaksakan untuk diterima oleh dirinya. Dan tentunya setiap pernikahan selalu memiliki jalan terjalnya sendiri, begitupun untuk Aksa dan Yuna. Permasalahan yang awalnya hanya datang dari sisi mereka berdua rupanya tak cukup, karena orang-orang di sekitar mereka hingga masa lalu mereka justru menjadi bagian dari jalan terjal yang harus mereka lewati. Apakah akan tetap bersama sampai akhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andi mutmainna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14>>
Setelah kejadian Yuna memaki Aksa, keadaan sepertinya menjadi semakin runyam. Reza tak berhenti mengumpat, merasa kesal dengan Yuna yang bertindak sok berani melawan mereka.
"Cewek sialan itu nggak bisa dibiarin!"
"Cewek cupu kayak dia harus dapet balesan setimpal dari kita!" ujar Reza lalu mengusap wajahnya kasar.
Reza beralih menatap Aksa dan memegang bahunya. "Lo tenang aja, gue pastiin cewek murahan itu bakal narik kata-katanya tad--"
Bugh!
Aksa meluncurkan satu pukulan tepat di wajah Reza, pukulannya itu berhasil membuat Reza tersungkur ke tanah.
"Lo kena--"
Bugh!
Bahkan Aksa tak membiarkan Reza berbicara, ia kembali menghujani Reza dengan pukulan kasarnya. Reza yang dipukuli tentu saja tak terima. Ia pun segera membalas pukulan Aksa, hingga baku hantam pun tak bisa dielakkan. Sementara kedua teman mereka yang lain, Denis dan Reno hanya menyaksikan dua temannya itu berkelahi. Percuma melerai dua anak keras kepala itu, yang ada mereka juga yang akan kena pukul.
Beberapa saat kemudian keduanya benar-benar sampai dititik lelah, Reza memilih mundur dan meminta Aksa untuk berhenti.
"Udah, lo menang, Sa," ujar Reza.
Denis langsung merangkul Reza yang terduduk di tanah, sedangkan Reno ingin memepah Aksa yang juga kelelahan. Namun Aksa sudah lebih dulu menepis tangan Reno yang hendak memegang bahunya dan tanpa memberi penjelasan apa pun Aksa pergi begitu saja membuat teman-temannya bingung dengan sikapnya.
"Tuh anak kenapa sih?!" racau Reza, merasa kesal tak terima dengan perlakuan Aksa pada dirinya. Andai saja Aksa bukan sahabatnya sejak lama dirinya mungkin tidak ingin berteman dengan Aksa lagi.
***
Di lain sisi, Yuna mengantar Lia ke poliklinik kampus. Ia ingin gadis berkacamata itu aman kembali.
"Gue minta maaf karena udah buat lo jadi gini, gue pastiin besok lo bakal aman. Jadi lo nggak perlu khawatir lagi," ujar Yuna membuat Lia langsung tersenyum sendu.
"Nggak pa-pa kok, Kak, sebenernya juga aku ada rencana buat berhenti kuliah di sini," balas Lia dengan suara pelannya.
"Lho, lo nggak boleh berhenti gitu aja cuma gara-gara perlakuan kurang ajar mereka. Lagian, lo udah sejauh ini, masa lo mau nyerah?"
"Nggak kok, niatnya aku mau berhenti karena emang aku pengen masuk kampus dan jurusan yang aku pengenin, mumpung masih ada kesempatan tahun depan buat daftar, nggak ada hubungannya sama mereka. Aku masuk sini pun karena orang tua aku, tapi aku udah diskusiin ini jauh-jauh hari sama mereka, dan mereka ngizinin aku buat berhenti di sini," jelas Lia panjang lebar.
"Tap--"
"Udah, ya, Kak, aku masuk dulu, makasih untuk hari ini," sela Lia kemudian langsung masuk ke ruang kesehatan itu.
Yuna menghela napasnya kemudian berbalik ingin kembali ke kelas. Namun tiba-tiba Aksa muncul di hadapannya.
"Bukan gue yang buli dia!" ucap Aksa, menatap lekat mata Yuna.
"Bukan gue yang ngerokok!"
"Buk--"
Ucapan Aksa berhenti saat Yuna beranjak dari tempatnya berdiri. Gadis itu sepertinya tak ingin berbicara dengan Aksa.
"Sial!" umpat laki-laki itu.
***
Hari ini mood Yuna sangat berantakan, bahkan ia sampai absen di mata kuliah terakhirnya dan lebih memilih untuk mendinginkan kepala di perpustakaan kampus.
Sampai di depan pintu apartemen, Yuna menghentikan langkahnya. Menatap pintu cokelat itu sejenak, sebelum menunduk dan mengalihkan tatapannya pada kantong berisi obat-obatan yang sempat ia beli saat perjalanan pulang tadi. Ia jelas melihat wajah lebam Aksa saat menemuinya tadi siang di depan poliklinik, dan begitu saja hatinya tergerak untuk mengobati luka laki-laki itu.
"Ngapain juga gue ngobatin dia, bukannya gue lagi marah?"
Dan, ya, Yuna berubah pikiran. Ia memasukkan kantong obat itu ke dalam tasnya, dan mengurungkan niatnya untuk mengobati luka Aksa. Masuk ke dalam apartemen, Yuna malah mendapati Aksa yang tertidur di sofa ruang tamu. Entah Aksa benar-benar tidur atau tidak, yang jelas Yuna tidak ingin peduli dan langsung masuk ke kamar.
***
Ceklek!
Yuna baru saja keluar dari kamar mandi dan ia langsung tersentak kaget saat melihat Aksa yang duduk di kasur. Aksa menatap datar pada Yuna, membuat Yuna langsung membuang pandangannya. Ia beralih ke meja belajarnya dan mengeluarkan semua bukunya dari tas, seakan-seakan ia ingin mengecek materi kuliah yang sudah ia pelajari hari ini.
Tak lama Aksa mendekat pada Yuna, dia berlutut tepat di samping gadis itu. "Obatin gue!" ujarnya.
Yuna tak bergeming, ia masih enggan berbicara dengan Aksa, bahkan atensinya tetap berada pada buku yang berada di depannya.
"Gue nggak bakal minta tiga kali, obatin gue!" ujar Aksa lagi, membuat Yuna langsung berdecak kesal. Ia beralih menatap Aksa, tatapan mereka beradu begitu lama.
"Gue nggak bakal sembuh kalau cuma lo lihatin terus."
"Ck!" Yuna berdecak kesal, kemudian mengeluarkan kotak obat yang ia bawa dan langsung beranjak duduk di kasur.
"Cepet, sebelum gue berubah pikiran!" ujarnya meminta Aksa untuk duduk di depannya.
Aksa tentu saja menyanggupi, dia duduk di depan Yuna dengan tenang, matanya terus menatap lekat pada wajah cantik Yuna.
"Merem! Jangan lihatin gue!"
Aksa mengikuti kemauan Yuna lagi, ia langsung menutup matanya sesuai permintaan. Tangan Yuna mulai bergerak mengoles obat pada luka-luka Aksa, sesekali terdengar Aksa meringis kesakitan karena Yuna kurang hati-hati menyentuh lukanya.
Beberapa menit kemudian Yuna selesai mengobati Aksa, Yuna langsung beranjak dari duduknya. Namun badannya yang kecil terpaksa duduk kembali karena Aksa menariknya tiba-tiba.
"Apa?!"
"Lo nggak mau ngomongin sesuatu?" tanya Aksa.
"Harusnya gue yang nanya gitu, lo nggak mau ngomong sesuatu? Minta maaf gitu?" balas Yuna dengan nada ketusnya. Sepertinya keberanian Yuna sudah meningkat 100 persen setelah kejadian di kampus tadi.
"Gue ...." Aksa menggantung ucapannya, ia jelas terlihat canggung.
"Udah nggak perlu, gue tahu lo nggak kenal kata maaf, kan?"
"Sekarang gini aja, gue bakal jadi babu lo selama yang lo mau, tapi lo nggak boleh buat orang lain jadi babu lo lagi. Gue nggak mau punya suami tukang buli," ujar Yuna lagi.
"Gue nggak mau punya istri babu!" sanggah Aksa kembali dengan sikap dinginnya.
"Ya, gue juga nggak mau punya suami tukang buli!" balas Yuna lebih dingin lagi dari Aksa.
"Gue--"
"Udah, ya! Gue capek, dan sekarang gue harus masak sebelum lo ngamuk dan ngadu ke Mama kalau gue nggak mau kasih makan lo!" sela Yuna kemudian langsung beranjak keluar dari kamar.
Melihat tingkah cerewet Yuna tanpa sadar sudut bibir Aksa terangkat, ia tersenyum.
Dasar cerewet!
***
Jangan lupa like ya teman-teman🤍