Menembus Senja

Ibu suri menolak, memantapkan perkataannya jika teh berisi racun. Ratu Renggana berdiri, meneguk minuman sampai habis. Dia meletakkan wadah sangat keras, berbisik balasan kalimat di dekat ibu suri yang semakin menjauh.

“Nenek, semua perbuatan mu tidak akan aku lepaskan begitu saja.”

Tawa sang ratu berlalu, dia berjalan di ikuti para dayang ke wilayah aula kebesaran. Perkumpulan klan Utara dan beberapa Menteri dari klan Selatan bersekutu dengan ibu suri. Menteri pertahanan yang tidak lagi berjabat melihat dari kejauhan.

Kedua klan menduduki kursi, mereka memandangi minuman berwarna ungu. Ratu Renggana duduk di depan mereka, mempersilahkan untuk minum dengan menikmati camilan ringan.

“Huekk!” minuman apa ini? Seperti tidak asing..”

“Ini rasa arak.”

“Tapi kenapa berwarna ungu?”

Ucapan para Menteri menatap ratu, mereka tidak sabar menunggu jawaban dan maksud dia mengumpulkan kedua Klan bagian ibu suri. Ratu Renggana melipat siku bajunya. Dia melemparkan camilan ringan di tubuh para Menteri. Tidak hanya itu, dia menunjukkan warna arak yang biasa para Menteri nikmati setiap malam dan arak berwarna ungu dari anggur yang di olah menjadi fermentasi.

“Beraninya kau melakukan ini kepada kami.”

“Ingat ratu. Kau masih bagian dari klan utara.”

“Apakah kau mulai melawan kami?”

Pekikan para perdana Menteri menambal kesal sang ratu. Dia tidak memperdulikan di anggap musuh oleh klannya. Ratu bertekad mengubah semua aturan istana di bawah tangan klan yang merasa memiliki kekuasaan tertinggi.

“Aku ingatkan pada kalian! Jangan menghalangi jalan raja. Aku tidak akan tinggal diam.”

...----------------...

Di bagian Istana Barat, panglima besar Galih menemui ratu Nah. Dia memberikan penguatan penjagaan kekuasaan klan Selatan dan meminta kerja sama dalam memegang kepemerintahan. Galih menyebutkan, dia ingin ratu Nah tidak mengganggu lagi ratu Renggana. Di dalam percakapan rahasia itu, wakil panglima menghadap menyampaikan hal yang mengagetkannya.

“Ratu Nah, hamba mohon pamit.”

Galih berlari mencari Ratu, di ruangan perpustakaan Kerajaan. Dia menanyakan perbuatan ratu yang tidak semestinya kepada klan kepercayaan ibu suri. Galih ingin ratu Kembali padanya, dia meyakinkan sang ratu tidak mengalami hal mengerikan selanjutnya.

“Aku tidak mencintai mu. Jangan ganggu aku lagi.”

Sang ratu membalikkan tubuh, tangannya di tahan Galih. Pria yang sangat mencintainya itu manik matanya telah berkaca-kaca. Ratu menolak kuat, pendapatnya tidak berubah melakukan perlawanan kepada kedua klan.

“Renggana. Masih ada kesempatan untuk kita Bersama lagi. Aku tetap tidak pernah berubah, selamanya milik mu.”

“Hentikan. Aku tidak akan mengubah Keputusan ku.”

Ratu berlari meninggalkannya. Percakapan mereka di dengar oleh utusan kasim yang menguping dari persembunyiannya. Di hari yang menghancurkan hati Gali selama-lamanya. Dia semalaman meluapkan ras sakit hatinya dengan minum-minuman keras.

Istana, sebuah kata yang terlihat megah namun di dalamnya Bagai air laut yang bergejolak kuat. Ombaknya bisa menenggelamkan dan menghanyutkan apapun yang menghalangi arah kutub dari pergerakan iklim, cuaca, angin dan fenomena alam lainnya.

Selir Nah menemui raja, raut wajah yang kusut meminta maaf pada raja selepas mengutarakan semua kebenaran.

“Yang mulia. Aku tidak bisa menutupinya, aku Bagai di hantui sesuatu. Nyatanya aku bukan wanita yang kau cari selama ini. Lukisan bukit Wangsa bukan buatan ku. Kau pasti sudah mengetahuinya. Aku membacanya dari semua Gerakan dan sikap mu yang berbeda terhadap ku.”

“Selir Nah. Aku tidak mau meninggalkan mu walau kau telah menipu ku selama satu tahun ini. Hari ini aku sangat sibuk, aku tidak bisa Bersama mu” ucap sang raja memalingkan wajahnya.

Nah keluar ruangan kebesaran. Dia tau semua keadaan yang semakin sulit. Dirinya tidak di inginkan setelah kematian dayang pendampingnya.

Pagi ini sang ratu bangun pukul sepuluh. Kondisi tubuhnya sangat lemas. Dia tidak bernafsu makan merasakan mual yang tidak tertahankan. Raja yang melihatnya, meminta dang penjaga membatalkan pertemuan di wilayah kebesaran.

“Bagaimana keadaan ratu?”

“Yang mulia raja. Ratu positif hamil. Selamat yang mulia Ratu, anugrah yang tidak terkira untuk anda.”

“Ratu ku! Akhirnya aku akan menjadi seorang ayah! Terimakasih!” sang raja sangat senang mendengarnya.

“Selamat yang mulia ratu!” dayang Kribo dan pendamping bersorak Bahagia. Mereka menari riang gembira Bersama sang tabib.

“Diam! Cepat keluar kalian semua dari kamar ku!”

“Kenapa ratu marah kepad ku? Apakah kebenciannya kepada ku tidak pernah hilang?”

“Maaf yang mulia raja. Ratu sedang mengungkapkan kebahagiaannya” ucap dayang Kribo.

Anginnya berhembus sangat kencang. Sepanjang hari sang raja memikirkan cara yang paling tepat untuk menyenangkankan hati sang ratu. Dia bertanya kepada wakil penjaga utama, sang wakil dengan semangat membawakan seorang bangsawan yang menyebutan dirinya sebagai pakar cinta.

“Yang mulia, ijinkan hamba memperkenalkan diri. Hamba adalah pecinta wanita. Raja cinta.”

Glekk___ Tidak bisa seorang penguasa negeri Wangsa terlalu mempercayakan permasalahan hatinya pada orang lain. Pria yang memberikan Solusi itu meminta dia melakukan keromantisan yang mungkin malah membuat ratu Renggana bertambah marah dengannya.

“Aku adalah orang yang paling mengenal sifat ratu Renggana” ucap sang raja mulai berpikir sesuatu yang lebih penting.

“Yang mulia raja, mau kemana?” tanya wapen.

Raja Paku bumi menunggangi kuda, berhenti di depan Istana sang ratu. Dia mengumumkan kedatangannya, memerintahkan dayang penjaga agar memanggil sang ratu. Ratu Renggana bertolak pinggang, melirik kuda yang di naiki sang raja.

“Yang mulia, anda tidak boleh menaiki kuda. Sangat berbahaya untuk bayi anda.”

“Kata siapa aku tidak boleh sedangkan si Paku bumi bisa melakukannya.”

“Naiklah ratu ku. Aku akan menjaga mu.”

Sang raja mengangkat tubuh Ratu. Mereka menunggangi kuda Bersama menuju ke perbukitannya Wangsa. Dayang Kribo hanya bisa mengerutkan wajah, dia di Tarik dayang pendamping memasuki Istana.

Perjalan ke bukti Wangsa sekitar setengah jam. Sang raja mengambil jalan pintas dan letak yang tidak terlalu memasuki wilayah hutan. Menuruni kuda, bergandengan tangan walau sang ratu selalu ingin melepaskannya.

“Sebentar saja ratu ku. Lihat bukit Wangsa di bagian sana. Sewaktu kita bertemu dulu, kau hanya sibuk dengan alat Lukis mu.”

“Hohh! Paku bumi. Kau sealu tau apa yang aku sukai. Bukit yang selalu ku rindukan. Hamparan bunga-bunga indah dan hembusan angin” ucap sang ratu dalam senyuman.

Sang raja tidak melepaskan pandangan melihat wajah ratu. Dia adalah cinta pertamanya. Tanpa memperdulikan sifat arogan, pemarah dan kebiasaan yang menentangnya. Memeluk ratu, mengucapkan kalimat “ aku tidak ingin berpisah.”

“Haduh mati aku! Sekarang aku terbawa seutuhnya di dalam tubuh ratu Renggana. Tapi kenapa rasanya nyaman di peluk si Paku. Besok aku harus melakukan Latihan jaga jarak menggunakan jurus jita!” gumam Krani di tubuh Renggana.