Apakah anda mengalami hal-hal tak wajar disekitar anda?
Seperti suara anak ayam di malam hari yang berubah menjadi suara wanita cekikikan? Bau singkong bakar meskipun tidak ada yang sedang membakar singkong? Buah kelapa yang tertawa sambil bergulir kesana-kemari? Atau kepala berserta organnya melayang-layang di rumah orang lahiran?
Apakah anda merasa terganggu atau terancam dengan hal-hal itu?
Jangan risau!
Segera hubungi nomor Agensi Detektif Hantu di bawah ini.
Kami senantiasa sigap membantu anda menghadapi hal-hal yang tak kasat mata. Demi menjaga persatuan, kesatuan, dan kenyaman.
Agensi Detektif Hantu selalu siap menemani dan membantu anda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eko Arifin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 16 - Persiapan
Ardian nampak memasuki sebuah perkarangan rumah kecil yang terletak di pertengahan kota setelah menutup kasus tentang gedung terkutuk itu yang membuatnya benar-benar merasa terancam.
Dia merasa lega saat melihat rumah kecil pemberian orang tuanya itu.
Meskipun hanya orang tua angkat, Ardian sangat menyanyangi mereka layaknya mereka menyanyangi dirinya.
Dengan langkah pelan, Ardian pun masuk ke dalam rumah dan meletakan barang-barangnya sebelum memasuki kamar mandi dan membersihkan diri dari keringat.
Setelah membersihkan diri, Ardian tidak dapat menahan dirinya untuk mendesah saat merasakan kesegaran yang membuat dirinya kembali bugar.
"Ahhh~ Seger banget coeg! Waktunya ngopi nih biar makin seger, ya gak cuy!" ujar Ardian kepada dirinya sendiri.
Ardian melangkah memasuki kamarnya untuk berganti pakaian, sebelum ke dapur untuk memasak air guna membuat kopi hitam tanpa gula kesukaannya.
Dengan membawa secangkir kopi pahit, Ardian kembali masuk ke kamarnya sebelum pandangannya tertuju ke arah tiga topeng yang menempel di dinding dan memencet hidung topeng yang berada di tengah.
Klek!
Suara itu terdengar jelas yang datang dari arah topeng sebelah kanan.
Topeng tersebut telah berubah posisi sebanyak 45° ke arah kanan sebelum Ardian memutarnya lagi ke arah kanan hingga posisi topeng tersebut kembali ke posisi semula.
Ceklek!
Suara seperti kunci yang terbuka terdengar datang dari arah topeng sebelah kiri.
Ardian pun mendorong dinding di topeng sebelah kiri itu, yang ternyata di dalamnya terdapat ruangan rahasia sebesar 3×3 meter.
Ruangan itu terdapat satu meja dan kursi, serta lampu belajar dan alat-alat tulis di atas meja tersebut. Beberapa rak buku beserta isinya ikut menghiasi sudut-sudut ruangan rahasia itu.
Dindingnya di penuhi oleh tempelan koran yang tergunting rapi dan sebuah peta besar propinsi yang sangat detail dari kota hingga kepedesaan tempat Ardian berada.
Dari potongan koran-koran tersebut, terdapat berita-berita tentang kecelakaan, bunuh diri, pembunuhan dan berita kriminal lainnya dengan kaitan yang sama.
Di dalam peta besar itu, terdapat banyak sekali tanda silang dan lingkaran merah yang merupakan tanda tempat kejadian dari potongan berita yang terpampang di dinding.
Sedangkan lantai di ruangan tersebut, terdapat sebuah sigil besar yang tertulis simbol dan huruf-huruf dalam bahasa Aramaic atau bahasa Aram kuno dari tahun 1100 sebelum masehi.
Ardian pun mengambil spidol merah dan menandai satu lingkaran di peta dimana tempat desa gedung kutukan itu berada.
Tempat dimana bahkan sosok "M" pun datang untuk menghapus jejak.
"Hmm... garis besarnya masih belum ketebak. Jika dugaan gue bener, gedung terkutuk itu bisa merujuk pada sebuah pola tempat persembuyian mereka..."
Ardian menduga hal itu karena effort yang telah "Mereka" keluarkan untuk menghapus jejak hingga gedung itu di bakar secara terang-terangan.
Sekaligus membuat Ardian yakin bahwa Suitomo beserta istri dan keluarganya tak akan selamat dari amukan mereka.
Lalu siapa si "M" yang membuat Ardian sangat waspada dan berhati-hati?
Jika di lihat dari sigil pemanggilan yang terdapat angka "8" terbalik itu menuju pada satu sosok yang bukan selevel dengan hantu-hantu lokal yang biasa di temui oleh Agensi Detektif Hantu.
Di tambah saat kejadian kebakaran itu, Ardian melihat samar satu sosok yang sangat dominan diantara ratusan sosok yang mengelilingi gedung tersebut.
Sosok itu berpawakan seperti kakek tua membungkuk denah wajah setengah serigala setengah manusia dan punuk besar di belakang leher seperti punuk unta.
Di kepalanya, terdapat mahkota merah yang dihiasi berlian, tangan kirinya memegang bola emas besar sedang tangan kanannya memegang tongkat ular yang hidup.
Hanya ada satu sosok yang cocok dengan apa yang Ardian lihat itu.
Sosok itu adalah...
"Mammon... Si Serigala Tamak."
Dengan kata lain, Ardian dan Rendy tidak hanya berhadapan dengan hantu-hantu lokal yang berada di level paling bawah tetapi juga "Demon" yang berada di level "Premium-rank" atau di tingkat pertama dari piramida Satanic.
"Untung gue sama Rendy segera keluar dari gedung itu. Gue sangat berterima kasih kepada Suitomo. Sayang, gak bakal ketemu lagi sama dia."
Ardian menghela nafas pelan saat menyeruput kopi panasnya sebelum berteriak "Hah" dengan keras merasakan kenikmatan kopi hitam yang tiada duanya.
"Ahhhhahanying! Seger banget coeg!"
Ardian pun kembali memperhatikan peta besar di depannya untuk mencoba mencari pola yang bisa menjadi petunjuk untuk mengarah ke markas persembuyian mereka.
"Gue bener-bener butuh bekingan kuat jika harus berurusan dengan mereka... saatnya cari relasi!"
************
Pada sore hari sekitar jam empat sore di kantor Agensi Detektif Hantu, terlihat Putriani sedang mengetik sesuatu di laptop yang ia beli secara kredit dan waktu pembayaran pun hampir tiba.
Dia menghela nafas panjang karena sebagai sekretaris, ia merasa kesepian tanpa kehadiran Ardian dan Rendy yang selalu mengundang tawa karena tingkah kocak mereka.
Meskipun anggota termuda Agensi Detektif Hantu yang masih kelas tiga SMA itu sering mampir, Putriani dan Nur tidaklah terlalu dekat dan masih canggung antara satu sama lain.
Karena ia lebih dekat dengan Ardian dan Rendy yang satu kampus dengan dirinya.
"Selamat sore wahai makhluk tiga dimensi!"
"Njir!"
Putriani kaget saat Rendy masuk tanpa salam dan berteriak dengan keras dan lantang sambil berpose seperti huruf "T" dengan muka yang penuh senyum.
"Ngagetin aja lu Ren! Untung gak copot jantung gue!"
"Lah, kalau copot mah tinggal di pasang lagi, gitu aja kok repot!" celetuk Rendy sambil duduk di sofa dengan santai.
"Elu kira gue Lego apa!?"
"Hehehe... ya bukan, elu juga ngaco sih, pake bilang jantung copot segala."
"Itu cuma perumpaman Ren, gedek gue sama elu. Ya Tuhan, tolong berikan hamba kesabaran untuk menghadapi hamba-Mu yang blo'on ini."
Putriani pun mengangkat kedua tangannya, memohon untuk diberikan kekuatan dalam menghadapi temannya yang satu ini.
"Walah, kok malah ngejek. Elu mau duit gak? Gue tadi baru ketemu klien buat nyelesain kasus kemaren..."
"Ya mau lah!" ujar Putriani semangat.
"Minta maaf dulu, udah ngejek gue blo'on tadi..." pinta Rendy.
"Sorry..."
"Gak niat amat sih elu, Put, yang bagus minta maafnya. Pakai kata-kata yang indah, kalau perlu kayak penyair."
"Wahai sahabatku yang baik hati, tidak sombong, rajin menabung dan yang paling ganteng di antara priia-pria di dunia ini. Saya adalah manusia yang selalu berdosa kepadamu, untuk karena itu, saya mohon di berikan maaf seluas langit dan sedalam samudra. Maafkan segala kesalahanku kepadamu, yang terlihat maupun tidak, yang di sengaja maupun tidak..."
"Mantul coy! jadi tersentuh hati gue!" ucap Rendy terharu sambil mengangkat kertas bertuliskan angka seratus setinggi-tingginya.
"Hadeh... pusing gue."
Putriani pun menghela nafas panjang dan langsung terlihat lelah karena berbicara dengan Rendy walau cuman sebentar. Ia berpikir, bagaimana Ardian bisa tahan sama Rendy yang selalu berisik dan extra extrovert?
"Ngomong-ngomong mana duit gue?"
"Ya elah, gak sabaran amat sih." celetuk Rendy yang langsung menaruh uang segepok ke atas meja.
"Ini ada enam juta, sesuai perjanjian, klien kasih kita dua puluh juta soal kasus kemaren. Untung aja dia gak mempermasalahkan gedung yang hampir rata sama tanah karena memang mau di buat perkebunan..."
"Hah!? Hampir rata sama tanah!?"
"Rumit kasusnya kalau mau di jelasin, yang penting sekarang Ardian udah mutusin buat nutup kasus gedung terkutuk itu..."
Rendy pun mengingat perintah Ardian untuk merahasiakan tentang apa yang mereka alami di bangunan tua itu kepada siapa saja, termasuk kepada Putriani.
"Berarti belum kelar dong!?"
"Untuk sementara kita tutup dulu dan klien pun puas sama kinerja kita karena yang paling penting sudah di bersihkan tuh areanya." ucap Rendy.
"Gue curiga ada yang kalian sembunyiin dari gue tapi kalau Ardian bilang begitu ya mau gimana lagi. Dia kan boss kita..." tukas Putriani tidak mau menggali rahasia Rendy dan Ardian.
"Yo'i coy... Udah, gak usah di bahas lagi. Itu duit enam juta di bagi dulu, setengah buat kas kantor, setengahnya lagi buat elu..."
"Siap!"
Putriani pun langsung mengambil uang pemberian dari Rendy sebelum masuk keruang dalam yang terdapat brangkas besi yang dimana tempat itu untuk mengumpulkan uang kas kantor.
Hanya Putriani dan Ardian yang tahu kode sandinya.
Putriani pun bersumpah kepada dirinya untuk tidak mengambil uang kas itu demi menjaga kepercayaan yang di berikan kepada dirinya.
Sementara itu, telepon kantor berbunyi yang kemudian di terima oleh Rendy karena Putriani masih menulis laporan keuangan dan kejadian kasus yang kemarin.
"Iya, dengan Agensi Detektif Hantu disini. Apa yang bisa kami hantu... eh, kami bantu maksud saya."
Suara di telepon pun menjelaskan maksud mereka akan panggilan yang sedang mereka lakukan.
"Baik, permintaan kami terima. Agen kami akan segera datang malam ini. Di mohon dengan sangat agar tidak panik dan bacakan ayat-ayat suci sesuai dengan agama anda. Jangan sampai kendor sebelum kami datang."
Rendy pun menutup teleponnya saat Putriani keluar dari dalam ruangan.
"Oh, sorry Ren, malah elu yang angkat teleponnya."
"Santai aja, Put, dan mulai saat ini elu balik sebelum magrib ya. Ini ada tugas baru, gue mau ke lokasi sama Ardian."
"Lah, emang kenapa gak boleh pulang malam?"
"Perintah boss." ujar Rendy singkat.
"Oke dah. Gue pulang sekarang berarti, sekalian Nur juga mau tak kabarin biar dia tahu perintah ini." ucap Putriani yang mulai mengemas barang-barangnya.
"Sip dah. Gue mau kerumah Ardian dulu. Elu hati-hati di jalan. Gak usah ngebut-ngebut."
"Oke dah. Kalian juga hati-hati kerjanya. Karena di rejeki kalian ada rejeki gue."
"Super sekali ente ini kadang-kadang. Khawatir karena ada duit elu di duit kita gitu?" ujar Rendy yang menggelengkan kepalanya.
"Biarin wlee!" celetuk Putriani sambil bersih-bersih ruangan.
Keduanya pun langsung menuju tujuan masing-masing setelah mengunci kantor Agensi Detektif Hantu.