Inara dipaksa untuk menjadi istri ketiga dari pria berusia 45 tahun. Untuk menghindari pernikahan itu, Inara terpaksa menikah dengan pria asing yang sempat ia selamatkan beberapa hari yang lalu.
Tidak ada cinta di dalam pernikahan mereka. Pria tersebut bahkan tidak mengingat siapa dirinya yang tiba-tiba saja terbangun di tempat asing usai mengalami kecelakaan tragis. Meskipun Inara terlepas dari jeratan pria tua yang memaksanya menjadi istri ketiga, tapi wanita itu dihadapkan pada masalah besar yang tengah menantinya di depan.
Siapakah pria asing tersebut sebenarnya? Benarkah ia amnesia atau hanya berpura-pura bodoh demi menghindari masalah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Inara dan Johan benar-benar kembali ke rumah mewah milik Sebastian ayahanda Inara. Kedua tangan mereka nampak saling ditautkan erat bahkan sangat erat seraya berjalan menyusuri gang sampai akhirnya tiba di jalan utama perumahan mewah yang terletak di pusat kota Jakarta
"Tuan Muda," seru Bibi yang bekerja rumah tersebut, ternyata wanita paruh baya itu mengejar dan mencari tuannya atas perintah sang majikan. "Tuan mau ke mana? Nyonya Besar nyariin Tuan, beliau meminta bibi buat bawa Tuan pulang."
Baik Inara maupun Johan sontak menghentikan langkahnya dengan wajah pucat. Genggaman tangan keduanya pun semakin erat seraya menatap lekat wajah sang asisten rumah tangga.
"Astaga, kenapa kalian malah bengong gitu sih? Buruan masuk," pinta bibi seraya berjalan menghampiri lalu menggandeng pergelangan tangan Johan.
"I-iya, Bi. Eu .. tapi, apa boleh kita ngobrol dulu sebentar di sini?" pinta Johan tersenyum cengengesan.
"Tuan muda mau ngobrol apa? Tuan Besar sama Nyonya nungguin Tuan lho," ujar bibi. "Apa Tuan Muda tau, Tuan lagi sakit keras."
"Sebentar aja, Bi. Saya janji gak bakalan lama," pinta Johan. "Sebenarnya saya mengalami kecelakaan, saya amnesia, Bi. Saya gak ingat apapun."
Wanita paruh baya itu sontak melepaskan lingkaran tangannya dengan kedua mata membulat. "Tu-Tuan pasti bercanda, 'kan?"
"Saya gak bercanda, Bi. Saya serius," jawab Johan.
"Nggak, Bibi gak percaya. Mendingan Tuan Muda masuk sekarang juga."
"Mana mungkin saya bercanda, Bi. Astaga!"
Bibi tiba-tiba saja terisak seraya mengusap bahu Johan lembut. "Ya Tuhan, kenapa Tuan Muda sampe kecelakaan dan amnesia? Tuan Besar lagi sakit keras dan sekarang Tuan Muda juga amnesia, beliau pasti syok banget, Tuan."
Johan seketika bergeming begitu pun dengan Inara sang istri.
"Lebih baik Tuan masuk sekarang, ya. Kasihan Nyonya Besar."
Johan akhirnya menganggukkan kepala, telapak tangannya masih erat menggenggam telapak tangan Inara. Keduanya pun berjalan bersama wanita paruh baya itu dengan perasaan campur aduk sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Bagaimana jika mereka benar-benar saudara seayah sementara mereka sudah melakukan hubungan layaknya suami istri?
'Ya, Tuhan. Kenapa saya harus terjebak dalam situasi seperti ini?' batin Johan.
'Ya Tuhan, apa aku akan menjadi janda dalam waktu dekat? Rasanya aku gak sanggup berpisah sama suamiku,' batin Inara, menoleh dan menatap wajah Johan dari arah samping.
***
Pintu rumah pun dibuka lebar, pemandangan luar biasa tersaji di depan mata seorang Inara. Ia sudah terkesima dengan penampakan luar rumah dua lantai tersebut, bagian dalamnya semakin membuat Inara merasa kagum. Ia bahkan berpikir bahwa dirinya sedang memasuki istana kerajaan.
Pandangan mata Inara disuguhkan dengan ruangan luas lengkap dengan sofa mewah bertengger tepat di tengah-tengahnya, bukan hanya itu saja, lampu hias mewah bak kristal menggantung tepat di atas kepala mereka. Namun, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ada rasa sesak yang terselip membuat rasa kagum itu seketika sirna saat itu juga. Di saat sang ayah hidup dengan bergeming aku harta, ia dan mendiang sang ibu hidup serba kekurangan.
"Kenapa Tuan Muda diem di situ? Ayo masuk," pinta Bibi, ia yang sudah terlebih dahulu memasuki rumah tersebut seketika kembali memutar badan lalu menghampiri sang Tuan kemudian memapahnya berjalan bersama.
"Dave?" sahut seorang wanita paruh baya berjalan menuruni satu-persatu anak tangga.
Johan sontak menoleh lalu menatap wajah wanita tersebut dengan kening yang dikerutkan.
'Apa wanita ini Ibu saya?' batin Johan, mencoba untuk menerka-nerka wanita yang saat ini berjalan menghampirinya.
"Ya Tuhan, kamu kemana aja, Dave? Apa kamu tau Mommy khawatir banget sama kamu," ujar wanita tersebut segera memeluk tubuh Johan seraya terisak. "Mommy seneng banget karena kamu baik-baik aja. Ya Tuhan."
Johan bergeming dengan wajah datar. Tubuhnya bahkan terdiam kaku tanpa membalas pelukan yang sebenarnya terasa hangat itu. Ia sama sekali tidak dapat mengingat siapa wanita paruh baya berpenampilan ala sosialita itu.
"Kenapa kamu diem aja, Dave? Kamu gak kangen sama Mommy?" tanya wanita tersebut lalu mengalihkan pandangan matanya kepada Inara. "Wanita ini siapa? Kamu berbulan-bulan gak pulang, sekalinya pulang bawa wa--"
Wanita tersebut seketika menahan ucapannya seraya menatap tubuh Inara dari ujung kaki hingga ujung rambut. Tatapannya nampak tajam, apalagi ketika kedua matanya hinggap di wajah Inara.
"Kamu?" gumamnya antara rasa percaya dan tidak percaya.
"Anda kenal sama Inara?" tanya Johan.
Kedua mata wanita tersebut seketika membulat. "Anda?" sahutnya lalu kembali menatap wajah Johan.
"Kamu memanggil Ibu kamu sendiri dengan sebutan, Anda?"
"Maaf, Nyonya. Eu ... Tuan Muda amnesia," sahut bibi menjelaskan.
"Amnesia?" kedua mata wanita itu semakin membulat merasa terkejut. "Kamu pergi berbulan-bulan buat mencari saudara tiri kamu, sekarang kamu pulang dalam keadaan amnesia?"
Bersambung
otor request up-nya yg banyak boleh 🙏🤭