Karena takut dikeluarkan dari sekolah dan dicabut beasiswanya, Dara terpaksa menyembunyikan kehamilan dan melahirkan bayinya di sekolah.
Dara tidak sendirian tapi dibantu oleh ayah sang bayi dan anggota geng motornya. Bisakah mereka menyembunyikan dan membesarkan bayi itu sampai mereka semua lulus sekolah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DHEVIS JUWITA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keras Kepala
Zayad melaporkan pada Inge kalau ternyata Dara susah untuk didekati.
"Kita cari cara lain," tanggap Inge.
Rupanya hal itu juga tak luput dari pantauan Adam. Lelaki itu sampai menggelengkan kepala melihat tingkah anak muda jaman sekarang.
"Bukannya sekolah dengan baik tapi kalian justru bertingkah seperti orang tidak punya moral," sindir Adam.
Sepertinya dia harus memanggil Galang, tidak perlu repot-repot, dia hanya perlu membekukan kartu yang dipakai oleh Galang saat ini.
Ketika Galang ingin membayar barang pesanannya, tiba-tiba kartunya tidak bisa dipakai.
"Kenapa harus sekarang?" Galang jadi gusar. Dia tahu cara itu yang dipakai Adam untuk memanggilnya.
"Apa dia sudah mulai curiga?"
Dengan malas Galang mendatangi kakaknya itu dan sesuai dugaan Adam sudah menunggunya.
Adam menunggu di meja makan yang di atasnya sudah tersaji beberapa makanan buatan tangannya sendiri.
"Sepertinya adikku menyukai masakanku," ucap Adam seraya menarik kursi supaya Galang duduk di sana.
"Cih, tidak usah berbasa-basi. Aku sedang perlu uang, katanya kau akan membantuku," protes Galang.
Adam tersenyum miring, ternyata memang sikap Galang tidak akan pernah berubah padanya. Kalau begitu, dia juga tidak akan mengalah seperti biasanya.
"Jadi begitu cara untuk meminta bantuan seseorang? Bukankah aku ingin kau membayarnya dengan lulus sekolah dengan baik? Tapi, apa yang kau lakukan dengan uangku," sindir Adam. Dia melemparkan beberapa foto Galang dan Dara saat bersama bahkan ketika mereka menemui dokter Lala dan pergi ke hotel.
Galang menelan ludahnya, sepertinya Adam sudah tahu rahasianya.
"Makanlah dan kita bicara setelah selesai," lanjut Adam.
Kali ini Galang tidak berkutik dan duduk tanpa protes, dia menikmati masakan Adam walaupun hatinya gelisah.
"Kau sangat tahu kalau orang tua kita tidak akan membiarkan Dara masuk ke keluarga kita," ucap Adam membuka suara.
Galang memejamkan matanya, sudah jelas Adam sudah menyelidiki siapa Dara.
"Aku sudah berjanji akan bertanggung jawab sampai akhir," balas Galang kemudian.
"Jadi benar kalau Dara hamil?" tanya Adam memastikan.
Galang hanya diam tapi sudah menjawab semuanya.
"Kau sadar apa yang sudah kau lakukan? Kau menghancurkan masa depan seorang gadis," tambah Adam.
"Tidak perlu ikut campur," Galang kembali emosi dan melemparkan kartu pemberian kakaknya itu. "Aku tidak butuh uangmu, aku bisa sendiri!"
"Inilah dirimu, kau selalu tidak mau mendengarkan kata orang. Apa kau yakin bisa membesarkan bayi sendirian?" tanya Adam.
"Aku akan mengurus Dara sampai dia melahirkan, dia bisa cuti dan lanjut sekolah lagi nanti. Itu yang bisa aku tawarkan untuk saat ini," lanjutnya.
"Tidak akan, aku tidak akan memberikan Dara padamu," tolak Galang mentah-mentah.
"Kau bukan suaminya, kau hanya orang yang merusak masa depannya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana traumanya Dara kalau dekat denganmu, dia pasti terpaksa karena kau adalah ayah dari bayinya," Adam berusaha menyadarkan adiknya itu.
Mendengar perkataan Adam, Galang semakin emosi daripada dia memukulnya lebih baik pergi.
Galang pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Pergi tidak akan menyelesaikan masalah," ucap Adam sebelum Galang benar-benar hilang dibalik pintu.
"Kau tidak tahu apa-apa jadi diamlah!" bentak Galang seraya membuka pintu. Dia tidak akan meminta bantuan Adam lagi.
Sekarang dia harus mencari uang dengan caranya sendiri apalagi Galang harus mempersiapkan biaya untuk kelahiran bayinya.