Terpaksa Menikahi Pria Amnesia

Terpaksa Menikahi Pria Amnesia

Bab 1

"Akhirnya kamu bangun juga," ujar seorang wanita berusia 28 tahun seketika menghela napas lega.

"Saya di mana?" tanya pria yang tengah berbaring di ranjang, kedua matanya nampak menatap ruangan sempit di mana jendela yang terbuka lebar berada tepat di samping ranjang.

"Aku nemuin kamu tergeletak di teras rumahku. Eu ... seharusnya aku bawa kamu ke Rumah Sakit, tapi aku gak ada uang." Gadis itu bernama Inara, anak yatim piatu yang sedari kecil sudah ditinggal oleh orang tuanya.

Pria yang sepertinya berusia 30-han itu seketika bangkit lalu duduk tegak.

"Jangan bangun dulu. Kayaknya kamu masih lemas deh. Sebentar, kamu pasti haus. Aku ambilkan air putih dulu, ya."

Pria berkulit putih itu hanya menganggukkan kepala seraya memijit pelipis wajahnya yang terasa pusing. Ia kembali mengedarkan pandangan matanya, meskipun tempat tersebut terlihat bersih, tapi ia merasa kamar itu terlalu sederhana untuknya. Ia benar-benar merasa tidak nyaman berada di tempat itu.

"Ini, minum dulu," pinta Inara menyerahkan gelas berisi air putih kepada pria asing itu.

"Apa cuma saya yang ngerasa gak nyaman di sini? Kamar ini kecil dan sempit," ujar sang pria dengan wajah datar.

"Makannya, cepat minum air itu dan pergi dari sini," pinta Inara tersenyum sinis.

Pria tersebut nampak memutar bola matanya ke kiri dan ke kanan. Otaknya seakan kosong, hatinya pun benar-benar terasa hampa. Ia sama sekali tidak dapat mengingat apapun layaknya bayi kecil yang baru saja dilahirkan ke dunia.

"Malah bengong lagi," decak Inara memutar bola matanya kesal.

Bukannya meneguk gelas berisi air yang tengah ia genggam, yang dilakukan oleh pria itu adalah menatap wajah Inara lekat mencoba untuk mengingat. Namun, sekeras apapun ia berusaha, hasilnya tetap sia-sia. Pria tersebut sama sekali tidak mengenali wanita yang berada di hadapannya itu.

"Kamu siapa?" tanyanya dengan wajah datar. "Saya ... saya siapa? Siapa saya?"

Inara seketika tersenyum menyeringai. "Jangan banyak alasan, kamu pasti lagi pura-pura bodoh, 'kan? Wajar aja kalau kamu gak kenal sama aku, tapi kalau sampe gak ngenalin dirimu sendiri, rasanya mustahil. Kamu pasti bercanda, 'kan?"

"Nggak, saya gak bercanda," ujar sang pria. "Saya beneran gak ingat siapa saya. Nama saya aja saya gak tau. Sumpah!"

"Kamu amnesia?"

"Kamu pasti punya uang, 'kan? Kita ke Rumah Sakit sekarang, saya harus diperiksa sama Dokter. Saya benar-benar gak nyaman sama otak saya yang kosong ini."

"Tadi 'kan aku udah bilang, aku gak punya uang," jawab Inara penuh penekanan. "Udah, mendingan sekarang kamu pergi dari sini."

Pria tersebut nampak kebingungan. "Tapi saya harus pergi ke mana? Saya sama sekali gak ingat apapun."

"Terus, kamu mau tinggal di sini selamanya, gitu? Enak aja, kalau rumahku sampe digrebek sama tetangga, gimana? Kita bisa kawinin gara-gara kumpul kebo."

"Kamu tinggal sendiri?"

Inara menganggukkan kepala.

"Orang tua kamu?"

"Orang tuaku udah lama meninggal."

Pria asing itu hanya mengangguk-anggukkan kepala masih dengan ekspresi wajah yang sama.

"Pokoknya, aku gak mau tau, kamu harus pergi dari sini sekarang juga," pinta Inara.

"Saya baru aja siuman lho, masa udah disuruh pergi aja? Kalau nanti saya pingsan di jalan, gimana?" jawab pria tersebut seketika kembali meringkuk.

"Astaga!" decak Inara kesal. "Oke, aku kasih waktu kamu sampe besok. Besok pagi, mau gak mau kamu harus angkat kaki dari rumahku ini. Aku gak peduli meskipun kamu pingsan atau mati di jalan sekalipun."

"Dasar kejam," decak sang pria sinis seraya meringkuk membelakangi tubuh Inara.

Keheningan seketika tercipta. Keduanya benar-benar larut dalam lamunan masing-masing. Inara benar-benar merasa bingung apa yang bagus ia lakukan kepada pria amnesia itu? Bagaimana jika pria itu tidak mau pergi dari rumahnya? Sementara sang pria seketika memejamkan kedua matanya, otak kecilnya mencoba berkerja lebih keras lagi untuk mengingat, tapi hasilnya tetap saja sia-sia. Ia sama sekali tidak dapat mengingat apapun. Sepertinya, ia benar-benar mengalami amnesia. Pria itu bahkan tidak ingat kejadian terakhir yang menimpa dirinya.

"Inara!" sahut seorang wanita di luar sana seketika mengejutkan mereka berdua.

"Bi Ida?" gumam Inara seketika panik.

"Bibi? Tadi katanya kamu tinggal sendiri di sini?" tanya pria itu sontak memutar badan lalu menatap wajah gadis berusia 28 tahun itu.

Bukannya menanggapi pertanyaan pria tersebut, yang dilakukan oleh Inara adalah berjalan keluar dari dalam kamar dengan wajah ketakutan. Sementara sang pria hanya terdiam tanpa bertanya apapun lagi.

"Bibi, eu ... ada apa Bibi ke sini malam-malam?" tanya Inara seraya menggaruk kepalanya sendiri yang sebenarnya tidak terasa gatal.

"Besok juragan mau ke sini, kamu siap-siap, ya," jawab wanita paruh baya itu dengan rambut diikat di ujung kepala.

"Aku 'kan udah bilang sama Bibi kalau aku gak mau menikah sama juragan Rusli. Aku gak mau!" tolak Inara tegas dan penuh penekanan. "Dia itu udah punya dua istri, Bi. Aku gak mau jadi istri ketiga. Enak aja, emangnya di dunia ini udah gak ada bujangan lagi apa?"

Pria asing yang tengah berada di dalam kamar pun seketika mengerutkan kening setelah mendengar kalimat terakhir yang baru saja diucapkan oleh wanita berpenampilan biasa saja itu.

"Istri ketiga?" gumamnya seraya tersenyum sinis. "Sekaya apa si juragan itu hingga dia mau punya tiga istri sekaligus?" gumamnya seketika bangkit, lalu kembali mendengarkan pembicaraan mereka.

"Terus, kenapa kamu masih melajang sampe sekarang, hah?" bentak Bibi. "Kamu itu perawan tua, Inara! Gak bakalan ada bujangan yang mau sama perawan tua kayak kamu. Udah syukur juragan Rusli mau nikahi kamu. Nih, ya. Meskipun kamu jadi istri ketiga, tapi dia itu kaya raya lho. Sawahnya aja ada di mana-mana. Kedua istrinya juga akur-akur aja tuh! Yang terpenting itu duit, Inara. Duuiiit!"

"Ka-kata siapa gak ada bujangan yang mau sama aku?" ucap Inara terbata-bata seraya menatap ke arah kamar di mana pria yang tidak diketahui namanya itu berada di dalam sana. "A-aku punya pacar ko, dia ada di sini."

Pria asing tersebut seketika membulatkan bola matanya. Apa pacar yang dimaksud oleh Inara adalah dirinya? Sang pria seketika mendengus kesal seraya bangkit lalu hendak turun dari atas ranjang. Namun, pria itu seketika menahan kedua kakinya saat pintu kamar tiba-tiba saja dibuka dari luar.

"Dia pacar aku, Bi," sahut Inara membuat pria itu seketika mengerutkan kening. "Namanya Johan, udah dua hari dia nginep di sini."

"Jangan bilang kalian udah--" Bibi seketika menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya sendiri.

Raut wajah Inara seketika terlihat sedih seraya menundukkan kepalanya dalam-dalam terlihat begitu menyesal. Suara isakan bahkan mulai terdengar samar-samar.

"Maafin aku, Bi. Aku gak bisa ngejaga kesucian aku sebagai seorang wanita. Aku dan pacar aku ini udah--"

"Sudah cukup, gak usah diteruskan. Kalian harus menikah secepatnya, kalau perlu besok kita ke KUA."

Bersambung

Terpopuler

Comments

Los Dol TV

Los Dol TV

lewat dan mampir daku, thor

2024-09-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!