Masa lalu membuat Sapphira Mazaya membenci suaminya. Namun, demi kedua buah hatinya, ia terpaksa menikah dengan Kaivandra King Sanjaya, ayah dari kedua anak kembarnya.
Kaivan melakukan berbagai cara hingga Sapphira mau menjadi istrinya. Rasa tanggung jawab atas hadirnya sepasang anak kembar yang baru ia ketahui tujuh tahun kemudian membuat ia harus rela hidup dengan kebencian dari perempuan yang kini berstatus sebagai istrinya.
Akankah Kaivan mampu merubah rasa benci di hati Saphira padanya menjadi cinta kembali seperti di masa lalu? Serta memberikan kebahagiaan yang bukan sekedar sandiwara untuk kedua putra dan putrinya?
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasa Al Khansa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SYKB 16 Mimpi Buruk
Suami Yang Ku Benci (16)
Kaivan terlelap setelah membaca semua kisah masa lalu Saphira. Begitu besar rasa bersalah Kaivan. Bahkan ia dapati pula bahwa kejadian yang hampir serupa pun pernah terjadi.
Saphira pernah berupaya untuk meninggalkan dunia ini bersama dengan janin yang ia kandung dengan cara menceburkan diri ke sungai. Hingga di temukan oleh perempuan paruh baya. Dialah yang kemudian menjadi orang yang menampung Saphira dan kedua anaknya.
Jika Kaivan tidur dengan nyenyak nya. Saphira justru di landa gelisah. Keringat sebutir biji jagung memenuhi keningnya.
" jangan ayah, aku mohon. Aku bisa jelaskan,"
Kejadian di masa lalu Saphira rasakan kembali di dalam mimpinya.
" Aku bukan j@lang seperti kata Nurma. Dia yang menju@lku. Dialah penyebab semua ini,"
Racauan demi racauan Saphira semakin jelas terdengar di indra pendengaran Kaivan. Ia terperanjat dan langsung mendekati brangkar Saphira.
" Phira, Hei bangun," Kaivan menepuk-nepuk pipi Saphira pelan. Berharap Saphira terusik dan sadar dari mimpinya.
" Tidak!! Jangan usir Phira ayah!!," teriak Saphira membuat Kaivan semakin khawatir apalagi dengan air mata yang mengalir deras padahal mata Saphira terpejam.
" Bangun, sayang. Itu hanya mimpi," Kaivan terus mengguncang tubuh Saphira hingga saphira akhirnya bangun.
" Hei, tidak apa-apa. Semua hanya mimpi. Hanya mimpi. Ada aku. Hmm" Kaivan menghapus jejak air mata Saphira. Ia pun mengusap kening Saphira yang penuh keringat.
Saphira masih mengumpulkan kesadarannya.
Aku hanya mimpi. Kejadian di masa lalu masuk ke dalam mimpiku. Batin Saphira.
" Haus," lirih Saphira pelan.
Kaivan yang masih bisa mengerti maksud ucapan Saphira memberikannya minum bahkan membantu Saphira mengangkat sedikit tubuhnya.
" Tidur lagi ya. Masih malam,"
Jam masih menunjukkan pukul dua. Namun, Saphira menggelengkan kepalanya. Ia takut kembali bermimpi buruk.
Kaivan bingung. Namum, ia akhirnya punya ide. Entah akan di terima saphira atau tidak.
" Aku temani. Ayo tidur lagi,"
Saphira diam. Ia ingin menolak. Karena menganggap Kaivan mencari kesempatan dalam kesempitan. Tapi, ia pun mengantuk namun enggan mulai memejamkan mata karena takut.
" Ayo. Begadang tidak baik untuk kamu dan anak kita," ucap Kaivan lembut.
Sesulit apapun meluluhkan hati Saphira, Kaivan tidak akan menyerah. Ia akan melakukan apapun yang terbaik untuk anak dan istrinya walaupun harus menerima penolakan.
Saphira akhirnya mengangguk. Ia bahkan menggeser tubuhnya tanpa diminta. Hal itu membuat senyum terbit di wajah Kaivan.
" Tidurlah. Aku akan menjagamu," Kaivan memeluk tubuh Saphira menjadikan tubuh mungil itu ada dalam dekapannya.
Rasa nyaman itu kembali hadir membuat perempuan bermata jeli itu kembali terlelap.
Kaivan pun ikut terlelap.
...******...
Laura masuk ke dalam kantor dengan perasaan senang. Walaupun ia tak bisa bersama sampai akhir dengan Kaivan saat memantau proyek kemarin, ia sudah cukup senang karena semua berjalan lancar.
" Ciee...,yang sedang berbunga-bunga." Lily menghampiri Laura dan duduk di samping Laura.
Lily hanya sekretaris sementara sejak sekretaris lama mengundurkan diri. Jadi, ia hanya menemani Laura untuk dua Minggu kedepan saja. Sisanya ia akan di tarik kembali dan bekerja pada Angga, sepupu Dimas.
" Katanya proyek kemarin sukses karena kamu kenal dengan pemilik perusahaan Sanjaya," Lily penasaran dengan kabar yang beredar.
Ia tidak iri karena ia tahu sejauh mana kemampuannya dan itu masih di bawah Laura. Ia masih harus banyak belajar.
Laura hanya tersenyum. Tidak menyanggah maupun menolak.
" Padahal, biasanya sulit loh untuk bisa bekerja sama dengan perusahaan Sanjaya,"
" Benarkah?," Laura menautkan kedua alisnya.
Ia tidak tahu menahu karena memang belum pernah berurusan dengan perusahaan Sanjaya.
" begitulah. Kamu hebat. Katanya lagi kalau proyek ini berhasil kemungkinan besar kedua perusahaan akan melakukan kerja sama lagi di proyek yang lain," seru Lily yang pada dasarnya memang sangat ceria. Ia bersemangat sekali. Padahal kalaupun itu terjadi sudah pasti Laura yang akan di ajak dalam mengurus proyek bukan dirinya.
" Semoga saja. Aku harap juga begitu,"
Jika Lily berpikir Laura ingin mendapatkan income lebih banyak jika ia ikut proyek selanjutnya. Karena bonus yang di tawarkan.
Laura justru berpikir akan ada banyak kesempatan untuk dia mendekati Kaivan.
Sejauh ini ia yakin ia bisa memiliki Kaivan karena ia merasa lebih segalanya dari Saphira.
Tak..Tak...Tak..
Hingga langkah Dimas sang atasan terdengar menuju ke arah mereka dan keduanya langsung berdiri.
" Selamat pagi, Pak,"Lily dan Laura berdiri menyambut atasan mereka.
" Pagi," jawab Dimas dengan wajah yang tidak seceria keduanya.
" Lily tolong buatkan teh hijau seperti biasa dan kamu ikut saya. Ada yang ingin saya sampaikan." Dimas memberi perintah dengan tegas dan langsung masuk ke dalam ruangan.
" Semangat!! Pasti akan membahas proyek selanjutnya," ucap Lily.
"Semoga saja," lirih Laura.
Entah kenapa perasannya tidak enak saat melihat raut wajah atasannya.
Pak Dimas tampak tidak seperti biasanya. Ia bahkan tidak seperti orang yang senang karena mendapat proyek baru. Batin Laura yang menggerakkan kedua kakinya untuk masuk ke dalam ruangan atasannya.
Di dalam ruangan, Dimas duduk di kursi kebesarannya.
" Duduk, Lau," perintah Dimas.
" Baik, Pak," Laura patuh.
Dimas mendesah sebelum akhirnya memulai pembicaraannya.
" Sebelumnya aku ucapkan terima kasih atas bantuan kamu kerjasama dengan perusahaan Sanjaya berjalan lancar...." Laura diam. Ia masih menunggu ucapan Dimas selanjutnya.
"... Tapi, stelah proyek ini selesai. Kamu tidak akan menemani saya dalam proyek selanjutnya. Kamu akan berganti dengan Lily dan menjadi sekretaris Angga,"
Deg
" Maksudnya bagaimana, Pak?," Laura masih belum paham.
Ia harap ia salah dengar.
" Pihak Sanjaya meminta saya untuk mengganti sekretaris untuk menjalankan proyek yang selanjutnya. Jika tidak, tidak akan ada kerjasama lagi,"
Jeduarr
Rencana-rencana yang sudah tersusun kini hancur menjadi kepingan-kepingan. Ucapan Dimas bagai mimpi buruk bagi Laura.
" Kalau boleh tahu kenapa, Pak?," tanya Laura mencoba menahan suaranya. Jangan sampai ia emosi dan malah membentak atasannya sendiri. Bisa tamat karirnya.
" Entah ada masalah apa. Tapi, Pak Kaivan ingin kamu di ganti untuk proyek selanjutnya"
" Apa? Tapi, kenapa Pak? Saya merasa kinerja saya tidak buruk bahkan baik," Laura percaya diri. Ia merasa tidak ada yang salah dengan skillnya.
" Saya juga mempertanyakan hal itu. Tapi, beliau bilang bukan masalah kemampuan kamu melainkan sikap Kamu." diam sejenak. "Apa kamu menyinggung pak Kaivan. secara pribadi misalnya?,"
Jika bukan masalah pekerjaan, berarti masalah pribadi.
Laura mengernyitkan keningnya. Ia mencoba mengingat namun,tidak menemukan jawabannya.
Ia merasa tidak menyinggung Kaivan sedikitpun.
" Kalau misalnya ini masalah pribadi, rasanya tidak pantas untuk di campur adukkan dengan masalah pekerjaan,"
Dimas mengangguk. Ia pun merasa Kaivan tidak profesional. Tapi, itu haknya.
" Beliau hanya bilang kamu menyinggung istrinya."
Deg
TBC