Gubee, Pangeran Lebah yang ingin merubah takdirnya. Namun semua tidaklah mudah, kepolosannya tentang alam membuatnya sering terjebak, dan sampai akhirnya menghancurkan koloninya sendiri dalam pertualangan ini.
Sang pangeran kembali bangkit, mencoba membangun kembali koloninya, dengan menculik telur calon Ratu lebah koloni lain. Namun, Ratu itu terlahir cacat. Apa yang terjadi pada Gubee dan Ratu selanjutnya?
Terus ikuti ceritanya hingga Gubee terlahir kembali di dunia peri, dan peperangan besar yang akan terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R M Affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sosok Baru Pelayan Sang Ratu
“Kenapa kau tidak menjawabku?“ Apa hanya aku Ratu yang terlahir buta?
Gubee berbalik arah, kembali memandangi raut wajah sang Ratu muda. Wajah Ratu itu tampak sayu, seperti mulai terbebani oleh kekurangan yang ia alami.
Gubee berusaha untuk berpikir di dalam diamnya, mencoba mencari kata-kata yang tepat supaya tidak menyakiti hati sang Ratu.
“Semua Ratu lebah memang terlahir buta. Kau tidak perlu bersedih dengan keadaanmu itu Ratu. Kau adalah Ratu di koloni ini, dan kau tak butuh penglihatan karena hidupmu dilayani di sini. Dan sebagai pemimpin di koloni ini yang kau butuhkan hanyalah perasaan untuk memimpin, bukan mata untuk membeda-bedakan yang kau pimpin. Itu alasan mengapa Ratu lebah terlahir buta,” papar Gubee meyakinkan sang Ratu.
“Kau tidak berbohong?
“Tidak! Yang kau alami saat ini adalah takdir setiap Ratu lebah.
“Ku harap kau tidak membohongiku.” Ratu lebah mulai terlihat tenang. Ia memejamkan matanya, beristirahat di pembaringan.
Gubee terus memandangi Ratu lebah muda malang itu. Ada kepedihan yang ia rasakan dalam hatinya setelah membohongi sang Ratu. Namun, apa yang bisa ia lakukan selain berbohong agar kenyataan itu tak menjadi lebih buruk.
Gubee berjalan pelan ke sisi ruangan, duduk menyandarkan tubuhnya di dinding ruangan itu. Ia letakkan mangkuk nektar di samping kirinya, ia unjurkan kakinya, sejenak melepas lelah. Pikirannya kembali melayang menuju hari-hari selanjutnya dalam tatapannya yang kosong. “Aku tidak tau lagi apa yang harus ku lakukan? semua terasa sia-sia dan berantakkan,” keluhnya dalam renungan.
“Haruskah ku kembalikan saja Ratu ini pada koloninya? Aku tidak akan mungkin merawat Ratu ini selamanya, sementara umurku mungkin sudah tak lama lagi. Apa harus ku sudahi saja keinginan ini?” pikir Gubee mulai pasrah.
Namun di saat itu, peristiwa lalu kembali singgah di benaknya. Peristiwa perjalanannya bersama koloni semut merah.
“Maafkan aku kawan! Ribuan prajuritmu menjadi mati sia-sia, sedangkan kenyataan ini tidak sedikitpun menghargai perjuangan kita,” bisiknya teringat pada Antber sahabatnya.
“Ya! Sebaiknya ku pulangkan saja Ratu ini. Ia akan mati sia-sia jika terus bersamaku di tempat ini! Aku akan berbicara dulu pada Antber tentang rencana ini. Aku harus menjelaskan dulu alasanku mengambil keputusan ini agar dia tak kecewa padaku,” tekad Gubee di akhir renungannya.
Ia mengambil kembali mangkuk berisi nektar di sampingnya, lalu berdiri, dan berjalan meninggalkan ruangan itu. Ia terus melangkah menuju ke tempat penyimpanan nektar yang ada di samping kamar sang Ratu.
Namun ketika sampai di dalam ruangan tempat penyimpanan nektar, pemandangan aneh menyambut Gubee. Mangkuk-mangkuk nektar yang tadinya kosong, semuanya terisi penuh dengan nektar bunga.
“Siapa yang mengisi mangkuk-mangkuk ini dengan nektar?”
Gubee memeriksa dan mencicipi satu persatu mangkuk yang terisi nektar di ruangan itu.
“Rasanya masih segar. Nektar ini sepertinya baru saja di ambil dari bunga. Tapi siapa yang melakukannya? Apa mungkin Antber?” pikir Gubee di tengah keanehan itu.
“Itu tidak mungkin! Antber sedang sibuk mencari makanan untuk koloninya. Lalu siapa?
Gubee meninggalkan ruangan itu, terbang keluar sarang, dan mengintari keadaan di sekitar pohon Willow. Namun tak ada siapapun yang ia temukan di sekitar tempat itu.
“Apa mungkin memang Antber yang mengantarkan nektar ini diam-diam?” sangkanya, lalu terbang menuju hamparan tanaman bunga yang tak jauh dari sarangnya.
Ia kembali hinggap pada bunga dimana Antber tadi menyapanya. Dan komandan semut merah itu masih berdiri di tempat dimana tadi ia berada bersama rombongannya.
“Apa kau sudah mendapatkan makanan Antber?” sapa Gubee pada temannya.
“Sudah, beberapa. Kenapa? Apa kau butuh bantuan?
“Ah, tidak! Apa kau dari tadi masih di sini?
“Iya. Aku sampai sore nanti akan tetap di sini. Telur-telur di koloniku telah menetas, dan kami butuh banyak makanan,” terang Antber tersenyum.
"Sepertinya bukan Antber yang mebawakan nektar itu. Ia terlihat sangat sibuk hari ini,” bisik Gubee dalam hatinya.
“Kenapa kau kembali kesini Gubee? Kau masih butuh nektar ya? Aduuhh…kau telat! Belum lama ini seekor lebah sudah mengambil semua nektar-nektar disini. Sepertinya kau harus mencarinya di tempat lain,” tambah Antber.
“Seekor lebah?
“Iya! Sepertinya ada koloni lebah baru di sini,” jelas Antber.
“Kemana perginya?” tanya Gubee penasaran.
“Aku tidak terlalu memperhatikan kemana perginya. Karena, disaat itu aku sedang sibuk membawa makanan ke dalam sarangku bersama anggotaku. Dan disaat aku kembali, lebah itu sudah pergi! Tapi aku yakin, sarangnya pasti berada di sekitar pepohonan dekat sini,” jelas Antber lagi.
“Apa mungkin lebah itu yang membawakan nektar ke dalam sarangku?” Gubee berpikir sendiri sambil melihat-lihat pepohonan di sekitarnya. “Aku harus pergi dulu Antber!” ujarnya kemudian.
“Kalau kau mau mencari bunga, carilah ke arah sana!” tunjuk Antber ke arah timur hutan gunung Alpen.
“Baiklah!” Gubee terbang meninggi, meninggalkan hamparan bunga.
Ia terbang di antara pepohonan hutan yang tumbuh di sekitar hamparan bunga-bunga indah di lereng gunung Alpen. Satu persatu pohon yang teduh di hutan itu terus diperhatikannya dengan saksama, mencari-cari keberadaan sarang lebah yang baru saja di ceritakan temannya.
Namun telah hampir keseluruhan pepohonan di sekitar tempat itu di datanginya, tak sedikitpun ia menemukan tanda-tanda adanya sarang lebah. Tapi ia tak menyerah. Ia terus mengudara mencari di pohon-pohon berikutnya. Sampai akhirnya sayapnya lelah, dan perutnya terasa lapar. Matahari pun, juga telah meninggi di saat itu.
Gubee kembali ke sarangnya. Perutnya yang lapar mengingatkannya pada Ratu lebah yang mungkin juga sudah menunggunya di dalam sarang. “Mungkin Ratu sudah terbangun dari tidurnya, dan ia juga mungkin sudah merasa lapar,” pikirnya mempercepat terbangnya menuju sarang.
Di saat jaraknya dengan sarang sudah semakin dekat, ia melihat seekor lebah memasuki sarangnya itu. Gubee mengikuti lebah itu diam-diam, melangkah pelan memasuki sarangnya. Ia terus memperhatikan gerak-gerik lebah itu yang berjalan menuju kamar sang Ratu.
Dari balik dinding dekat jalan masuk menuju kamar Ratu, Gubee terus memperhatikan apa yang di lakukan lebah itu. Di dalam kamar Ratu, lebah itu tampak mulai menyuapi nektar ke mulut sang Ratu lebah muda. Dan Ratu lebah muda yang sudah terbangun dari tidurnya, terlihat sangat menikmati setiap nektar bunga yang disuapi kemulutnya.
Setelah cukup lama, lebah itu keluar dari kamar sang Ratu dengan membawa mangkuk yang telah kosong di tangannya.
Lebah itu terus berjalan menuju ke tempat penyimpanan nektar. Gubee terus membuntutinya diam-diam hingga ke tempat penyimpanan.
Sesampainya di tempat penyimpanan nektar, lebah itu meletakkan mangkuk kosong di tangannya, dan menggantinya dengan mangkuk baru yang berisi nektar. Kemudian ia terlihat kembali ingin meninggalkan ruangan itu, namun Gubee menghadang langkahnya.
“Kau masih hidup Albee?” tanya Gubee pada lebah itu.
Lebah itu hanya menyengir memandangi Gubee yang tiba-tiba ada di hadapannya.
Lanjut Bab 23