NovelToon NovelToon
When It Rains I Find You

When It Rains I Find You

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa / Slice of Life
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Putu Diah Anggreni

Nana, gadis pemberani yang tengah berperang melawan penyakit kanker, tak disangka menemukan secercah keajaiban. Divonis dengan waktu terbatas, ia justru menemukan cinta yang membuat hidupnya kembali berwarna.

Seorang pria misterius hadir bagai oase di padang gurun. Sentuhan lembutnya menghangatkan hati Nana yang membeku oleh ketakutan. Tawa riang kembali menghiasi wajahnya yang pucat.

Namun, akankah cinta ini mampu mengalahkan takdir? Bisakah kebahagiaan mereka bertahan di tengah bayang-bayang kematian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putu Diah Anggreni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 15: Mencoba untuk memaafkan

Bara mengantarkan gue sampai depan rumah. Langit malam Bandung terlihat mendung, seolah ikut merasakan kegalauan hati gue.

"Lo yakin nggak mau gue temenin?" tanya Bara, matanya menyiratkan kekhawatiran.

Gue menggeleng, berusaha tersenyum meski rasanya berat. "Nggak usah, Bara. Makasih ya udah nganterin."

"Oke," Bara mengangguk. "Inget, apapun yang terjadi, lo nggak sendiri. Ada gue, ada Dito, ada semua temen-temen band yang siap support lo."

"Thanks, Ra," gue meluk dia sebentar sebelum turun. "Lo emang sahabat terbaik."

"Cie, jadi terharu nih gue," Bara bercanda, mencoba mencairkan suasana. "Udah sana masuk, nanti lo masuk angin lagi. Besok kita masih ada latihan band loh."

Gue tersenyum tipis. "Iya, iya. Hati-hati ya pulangnya."

Gue melambaikan tangan saat Bara mulai menjalankan motornya. Setelah sosoknya menghilang di tikungan, gue menarik napas dalam-dalam dan berbalik menghadap rumah. Pohon mangga di halaman bergoyang pelan tertiup angin malam, menimbulkan suara gemerisik yang biasanya menenangkan. Tapi malam ini, bahkan suara itu nggak bisa meredakan kegelisahan gue.

Dengan langkah berat, gue membuka pagar dan berjalan ke pintu depan. Baru saja gue mau memasukkan kunci, pintu sudah terbuka dari dalam.

"Nana?" Mama berdiri di ambang pintu, wajahnya campuran antara lega dan khawatir. Rambut Mama yang biasanya rapi kini sedikit berantakan, sepertinya habis mondar-mandir cemas. "Ya ampun, nak. Mama khawatir banget. Kamu dari mana aja?"

Gue nggak bisa menahan air mata. Tanpa kata-kata, gue langsung memeluk Mama erat-erat.

"Na? Kamu kenapa, nak?" Mama membelai rambut gue lembut. "Kok pulang telat? Tadi Mama udah mau telpon polisi loh."

Gue menggeleng dalam pelukannya, masih belum sanggup bicara. Aroma familiar parfum Mama yang lembut sedikit menenangkan gue.

"Yaudah, ayo masuk dulu," Mama menuntun gue ke ruang tamu. "Di luar dingin, nanti kamu sakit lagi."

Gue duduk di sofa, sementara Mama pergi ke dapur. Gue memandang sekeliling ruang tamu. Foto-foto keluarga yang terpajang di dinding seolah menatap gue, mengingatkan akan momen-momen bahagia yang kini terasa begitu jauh.

Tak lama, Mama kembali dengan segelas teh hangat.

"Nih, minum dulu," katanya sambil menyodorkan gelas itu. "Teh jahe, biar anget."

Gue meneguk tehnya perlahan, merasakan kehangatan menjalar di tubuh gue. Rasa jahe yang khas sedikit melegakan tenggorokan gue yang terasa kering.

"Udah enakan?" tanya Mama lembut, duduk di samping gue.

Gue mengangguk pelan. "Makasih, Ma."

"Na," Mama mulai bicara hati-hati. "Tadi... Arga sempet ke sini."

Mendengar nama itu, tubuh gue menegang. Gue meletakkan gelas teh di meja, takut tangannya yang mulai gemetar akan menumpahkan isinya. "Terus?"

"Dia nyariin kamu. Keliatan panik banget," Mama melanjutkan. "Katanya kamu salah paham soal sesuatu. Dia mau jelasin, tapi kamu nggak bisa dihubungin."

Gue terdiam, nggak tau harus ngomong apa. Pikiran gue kembali ke momen di lorong auditorium tadi.

"Na," Mama menggenggam tangan gue, menarik gue kembali ke realita. "Mama nggak tau apa yang terjadi. Tapi Arga... dia keliatan bener-bener khawatir dan nyesel. Mungkin... mungkin kamu bisa kasih dia kesempatan buat jelasin?"

Gue menghela napas panjang. "Ma... Nana... Nana liat dia pelukan sama mantannya."

Mata Mama melebar kaget. "Sama Kirana?"

Gue mengangguk lemah, merasakan air mata mulai menggenang lagi.

"Tapi Na," Mama berkata hati-hati. "Apa kamu udah denger penjelasan mereka?"

Gue menggeleng. "Nana... terlalu marah, Ma. Nana langsung pergi."

Mama menghela napas. "Sayang, Mama ngerti kamu marah. Siapa yang nggak marah ngeliat pacarnya pelukan sama mantan? Tapi mungkin ada penjelasan yang belum kamu denger. Arga yang Mama kenal... dia bukan tipe cowok yang suka main belakang."

"Tapi Ma," gue mulai terisak. "Nana takut... Nana takut kalo ternyata..."

"Sshhh," Mama memeluk gue. "Jangan mikir yang aneh-aneh dulu. Kamu tau kan Arga selama ini gimana ke kamu? Dia selalu ada buat kamu, bahkan di saat-saat tersulit waktu kamu sakit."

Gue teringat bagaimana Arga selalu setia menemani gue selama kemoterapi. Bagaimana dia mengajak gue main musik untuk mengalihkan rasa sakit. Bagaimana dia selalu ada di sisi gue, memberikan kekuatan.

"Terus... Nana harus gimana, Ma?" tanya gue lirih.

"Coba ngobrol sama dia, nak," Mama menjawab lembut. "Denger penjelasannya. Kalo emang dia salah, ya terserah kamu mau gimana. Tapi setidaknya, kasih dia kesempatan buat jelasin."

Gue mengangguk pelan. "Iya Ma, nanti... nanti Nana coba hubungin dia."

Mama tersenyum, mengusap pipi gue lembut. "Itu baru anak Mama. Inget ya, Na. Apapun yang terjadi, Mama selalu ada buat kamu."

Gue memeluk Mama erat. "Makasih, Ma. Nana... sayang banget sama Mama."

"Mama juga sayang kamu, nak," Mama membalas pelukan gue. "Udah malem. Kamu istirahat ya. Besok masih harus kontrol ke dokter kan?"

Gue mengangguk. "Iya, Ma. Nana ke kamar dulu ya."

"Iya, nak. Semoga semuanya bisa selesai dengan baik ya," Mama tersenyum menyemangati.

Gue berjalan ke kamar dengan perasaan campur aduk. Begitu masuk kamar, gue duduk di tepi tempat tidur dan mengeluarkan HP. Ada puluhan missed calls dan pesan dari Arga.

Gue membuka salah satu pesannya:

"Na, please. Gue bisa jelasin semuanya. Ini nggak seperti yang lo pikir. Call gue back ya. Please."

Dengan tangan sedikit gemetar, gue mulai mengetik pesan:

"Ga, kita perlu ngomong. Besok, jam 10 pagi di Taman Musik. Gue tunggu."

Gue menarik napas dalam-dalam sebelum menekan tombol 'kirim'. Entah apa yang akan terjadi besok, tapi satu hal yang gue tau: gue harus siap menghadapinya.

Gue berbaring di tempat tidur, memandang langit-langit kamar. Poster-poster band favorit gue yang tertempel di dinding seolah menatap balik, menjadi saksi bisu kegalauan hati gue.

"Please," gue berbisik entah pada siapa. "Semoga besok semua bisa jelas."

Dengan pikiran yang masih berkecamuk, gue perlahan terlelap, berharap esok hari akan membawa kejernihan dalam simfoni kehidupan gue yang kini terdengar sumbang.

1
Kia Shoji
Hu hu hu... ❤️
Putu Diah Anggreni
Aku juga pas buatnya nangis kak/Sob/ Apalagi ini hasil imajinasi aku yg lagi di kemo/Sob//Cry/
dee zahira
nangis baca di part ini
dee zahira
semangat
dee zahira
keren kak...
azura Shekarningrum
Luar biasa
azura Shekarningrum
Lumayan
ㅤㅤZ
Paporitin dulu besok lanjut lagi
ㅤㅤZ
Keren
Protocetus
min kunjungin ya novelku Bola Kok dalam Saku
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
dah sampe sini dulu bacanya. besok lagi. mau tidur 🫶
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
ini terlalu sweet 🥹
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
hey kenapa favorit kita sama semua 😌🤌
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
aaaaaa jd ikutan excited
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
🥹 bertahan ya say
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
milih latarnya Borobudur doang 😍
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
aaaargggh gemas
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
baca NT rasa WP 😆👍
Ms S.
Gak sabar nih nungguin kelanjutannya, update cepat ya thor!
Putu Diah Anggreni: Halo kak, sudah update lagi ya/Heart/
total 1 replies
Aerik_chan
wahhh untuk ada secercah harapan....
yuk kak saling dukung #crazy in love
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!